Geliat Kurban Di Pulau Garam

MADURA, JAWA TIMUR — Sayup suara pramugari terdengar, mengabarkan bahwa pesawat segera mendarat di bandara Juanda, Surabaya. Pengumuman itu menyadarkan bahwa sesaat lagi petualangan menjelajah pulau bernama Madura, akan dimulai. Sesaat setelah mendarat, Aku bergegas untuk menuju Batu, Malang, untuk mengecek hewan kurban yang akan disembelih di Madura. Ya, hewan kurban dikirim dari Batu ke Madura untuk disembelih dan didistribusikan di sana.

Tiga jam perjalanan darat dari Bandara menuju Batu tidak begitu terasa lama, pemandangan sepanjang perjalanan mengobati lelah. Suasana di dalam kendaraan pun begitu hening, lima teman penumpang travel yang lain memilih menyibukkan diri dengan bermain game di smartphone masing-masing. Ada juga yang menikmati perjalanannya dengan tidur di mobil.

Sesampainya di kandang ternak, satu persatu domba jenis ekor gemuk diperiksa dan ditimbang, Pak Zein mitra Tebar Hewan Kurban (THK) turut sibuk mengangkap domba-domba lincah. Domba-domba tersebut kemudian ditimbang dan ditandai satu-persatu. Dinginnya kota Batu mulai menggigit, hujan gerimis pun turut menutup prosesi penimbangan hewan kurban tersebut. Tak terasa, waktu sudah menunjukkan pukul 20.30 WIB. Hewan kurban pun satu persatu dinaikkan dan diberangkatkan ke Madura dengan truk malam itu juga. Sedangkan Aku, setelah diskusi dan briefing bersama tim, langsung pamit meninggalkan Malang.

Malam semakin larut. Namun denyut kehidupan di Terminal Bungurasih Surabaya masih menggeliat. Para penumpang silih berganti, ada yang turun dari bis, ada yang baru saja akan naik ke dalam bis. Setelah berpamitan degan Pak Zein yang mengantarkan ke terminal. Saya pun langsung mencari bis yang menuju Madura. Ternyata bis itu baru datang setelah 30 menit menunggu. Kedatangan bis langsung diserbu oleh para penumpang. Namun nasib baik masih memihak. Saya masih mendapatkan kursi untuk menghabiskan waktu 2 jam kedepan melintas batas menuju Madura. Bismillah, semoga Allah melindungiku dalam perjalanan kebaikan ini.

Suara berat dan tepukkan di pundak membangunkan saya yang saat itu sedang bermimpi berfoto di Jembatan Suramadu. Ternyata itu adalah Pak Kondektur yang membangunkanku karena sudah sampai di tempat tujuan. Dini hari sebelum Subuh, saya menginjakkan kaki di Pulau Madura. Disambut oleh Ustad Misroem, aku melanjutan perjalanan menuju pondoknya.

Paginya, warga sudah berkumpul dan bersiap untuk melakukan penyembelihan hewan kurban di lahan kosong dekat SMP Pangarengan Sampang, Madura. Guru-guru dan civitas akademika sekolah pun tak ketinggalan turut serta dalam euforia kurban tersebut. Jumlah hewan kurban yang disembelih berjumlah 54 ekor domba. Setelah doa bersama, prosesi kurban pun dimulai. Suasana begitu hangat dan khidmat. Warga bergotong royong membantu memotong, mengiris, menguliti, hingga membungkus daging-daging kurban.

Ada sedikit cerita yang mengharukan saat distribusi Tebar Hewan Kurban (THK) di Madura tahun ini. Tahun ini adalah tahun kedua THK dilaksanakan di Madura. Jika pada tahun sebelumnya warga hanya membantu dan menerima hewan kurban. Namun kini, warga terpantik untuk ikut serta berkurban. Terinspirasi dari THK tahun lalu, tahun ini warga desa Tlanakan Pamekasan turut patungan untuk membeli dua ekor sapi. Ada kepuasan tersendiri saat mendengar cerita tersebut. Ada rasa haru saat mendengar bahwa Dompet Dhuafa lah yang menjadi inspirasi para warga untuk berkurban. Semoga semakin banyak yang terinspirasi dan terketuk untuk peduli setelah menyaksikan dan terlibat dalam program-program Dompet Dhuafa. Sehingga semakin banyak orang yang terbantu dan terberdayakan. Meski tidak kesampaian untuk berfoto di jembatan Suramadu, penugasan kali ini ditutup dengan senyum terukir di wajahku. Sampai jumpa lagi, Madura. (Dompet Dhuafa/Asep Beny)