BALI — Asap kawah bertekanan lemah tampak berwarna putih dengan intensitas sedang hingga tebal dan tinggi 1.500 m di atas puncak kawah Gunung Agung yang kembali erupsi pada 27 Juni 2018, pukul 22.00 Wita. Gunung tertinggi di pulau Bali tersebut membuka rekahan di dasar kawah menjadi lebih besar, pun menjadi jalan terjadinya erupsi secara terus-menerus, hingga pukul 12.00 Wita keesokan harinya.
Pada Jumat (29/6), Kepala Badan Geologi KESDM (Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral), Rudi Suhendar, mengatakan, fase erupsi Gunung Agung tersebut terjadi sejak tanggal 27 hingga 29 Juni 2018, dan berada pada tingkat aktivitas Siaga (Level III). Namun menurut pantauan, di hari ketiga sejak pukul 01.00 Wita dini hari, frekuensi dan erupsi Gunung Agung menurun drastis.
Masyarakat di sekitar Gunung Agung dan pendaki, pengunjung, atau wisatawan agar tidak berada, tidak melakukan pendakian dan tidak melakukan aktivitas apapun di Zona Perkiraan Bahaya yaitu di seluruh area di dalam radius 4 (empat) Km dari Kawah Puncak Gunung Agung. Zona Perkiraan Bahaya sifatnya dinamis dan terus dievaluasi dan dapat diubah sewaktu-waktu mengikuti perkembangan data pengamatan Gunung Agung yang paling aktual.
Dengan informasi tersebut, pada Kamis (28/6), tim relawan kemanusiaan Disaster Management Center (DMC) Dompet Dhuafa telah siap berada di lokasi bencana. Berkoordinasi dengan pihak berwenang setempat untuk mengatur strategi respon lanjutan yang telah dilaksanakan sebelumnya untuk tanggap darurat erupsi Gunung Agung.
“Alhamdulillah di awal ini kami mendistribusikan ribuan masker untuk masyarakat yang mengungsi sekitar 300 jiwa di Kantor Desa Ban, Kecamatan Kubu, warga dari Dusun Daye dan Dusun Pucang. Pun sejumlah bantuan logistik untuk di tempat pengungsian dan peralatan posko,” aku Fadilah, selaku Manager Respon DMC Dompet Dhuafa.
Pada waktu yang sama, tim Disaster Management Center (DMC) Dompet Dhuafa juga sedang berada di lokasi bencana banjir bandang Banyuwangi, Jawa Timur untuk bantuan kemanusiaan. (Dompet Dhuafa/Dhika Prabowo)