SIARAN PERS, CIANJUR, JAWA BARAT — Mengabdi di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T) bukanlah hal baru bagi seorang Hesti Sulastri (28), Konsultan Relawan Sekolah Literasi Indonesia (SLI) Dompet Dhuafa untuk kawasan Cianjur, Jawa Barat. Walaupun jauh dari keluarga dan tempat tinggalnya di Padang, Sumatera Barat, namun jiwa kerelawanannnya sebagai tenaga pengajar, ia kukuhkan demi pendidikan Indonesia.
“Seorang Guru tidak wajib mencerdaskan, walaupun ilmu dan pengetahuannya banyak. Namun sebagai pendidik, sosok seorang Guru itulah yang tidak akan tergantikan,” sebutnya.
Cerita dibalik pengabdian tersebut, kembali mengingatkan awal perjalanannya. Bahwa ia harus terus meyakinkan keluarganya lagi dan lagi, agar benar-benar mendapatkan izin untuk mengabdi pada pendidikan Indonesia di tiap daerah. Wajib rasanya bagi Hesti, untuk menyelesaikan apa yang telah ia mulai.
“Berawal saat saya bertugas di Ende, Nusa Tenggara Timur, hanya ada dua sekolah di Kecamatan Maurole dan anak-anak harus berjalan kaki sejauh 4 Kilometer,” cerita Hesti.
Hal tersebut menyajikan realita yang menampar baginya, dan menjadi pemantik kuat untuk memiliki tekad sebagai seorang Guru, selain terinspirasi dari Pamannya. Kini Hesti menjalankan tugas program pendampingan di Madrasah Ibtidaiyah Darul Huda yang berada di pinggir kota Cianjur, Jawa Barat.
Dengan begitu ia mengira bahwa situasinya tidak akan seprihatin di daerah 3T Indonesia. Tapi ternyata ia merasa tiap daerah memiliki kondisinya masing-masing. Menurutnya, di pinggir kota seperti Cianjur, memiliki dampak lingkungan dan sosial tersendiri yang melekat dengan kawasan wisata Puncak, Bogor dan Bandung.
“Di kota tersedia lebih banyak pilihan tempat sekolah yang dirasa lebih baik. Tapi jadinya ternyata sulit juga. Tidak seperti di daerah 3T yang memang satu kabupaten hanya tersedia dua sekolah. Namun kami tetap memberikan program pendampingan pada fokus target yaitu kepemimpinan, lingkungan sekolah, dan karakter siswa,” lanjutnya.
Mengayomi para tenaga pengajar dan murid, membenahi tampilan juga fasilitas sekolah, menerapkan budaya membaca, menambahkan nilai-nilai islami, adalah beberapa langkah dari program pendampingan SLI tersebut. Agar berpengaruh pada kenyamanan di sekolah yang menambah semangat kegiatan belajar mengajar itu sendiri.
Ia juga merasa bahwa tantangan bagi jiwa kerelawanannya, selain jauh dari keluarga, ia juga harus memberi edukasi pada guru dan orang tua murid, bukan hanya siswa-siswanya saja.
“Alhamdulillah para guru pun termotivasi mencoba menggunakan media/alat lain untuk metode pembelajaran menjadi wujud visual atau gambar, permainan, dan power point, yang dikemas secara kreatif agar menarik minat siswa dan fokus terhadap guru itu sendiri,” terang Hesti. (Dompet Dhuafa / Foto & Penulis: Dhika Prabowo / Editor: Dhika Prabowo)