Hari Pahlawan, Momentum Menumbuhkan Spirit Kerelawanan Sosial

Foto: Ilustrasi

Kepahlawanan dan kerelawanan memiliki relasi yang sangat dekat. Pasalnya, seorang pahlawan tentu memiliki, mental, spirit, atau jiwa kerelawanan, merelakan segalanya baik harta, pikiran, jiwa, untuk kepentingan bangsa, negara, serta agama. Pahlawan adalah orang yang memiliki posisi spirit untuk mendedikasikan dirinya bagi kepentingan yang lebih besar, dalam konteks apa saja, baik itu bangsa, negara, atau agama. Sehingga, jasa dari kiprahnya itu melahirkan kewarisan yang memberikan manfaat besar bagi generasi-generasi berikutnya.

Momentum Peringatan Hari Pahlawan pada 10 November setiap tahunnya, bukan hanya sekedar hari di mana kita hanya mengingat jasa pahlawan yang telah mengorbankan segalanya untuk bangsa ini. Namun, keteladanan para pahlawan ini bisa dijadikan sesosok figur bagi generasi penerus bangsa ini. Hal tersebut menjadi sangat penting dalam konteks untuk membangkitkan spirit kebangsaaan yang luntur, maka sesosok figur pahlawan tadi, dapat dijadikan rujukan untuk terus membangun bangsa ini.

Seiring berjalannya waktu, faktor-faktor yang menyebabkan pupusnya sifat kerelawanan pun muncul dengan sendirinya. Faktor yang memang cukup kompleks, yang dikategorikan menjadi dua sifat, yakni personal dan publik.

Pada sifat personal, sikap diri atau karakter yang dianut memang rendah tingkat kerelawanannya, atau pupus karena proses perasaan kecewa, merasa tidak dipedulikan oleh lingkungan sosial, tumbuh rasa kebencian dalam diri, sehingga ia berfikir untuk apa membantu orang lain dan menjadi relawan. Sebagai contoh, tingginya angka kriminalitas itu bisa terjadi karena adanya tekanan ekonomi, seseorang yang terbelit kemiskinan kemudian tidak ada yang perduli, sehingga akhirnya ia menempuh cara-cara yang kriminal yang bisa menghapus rasa kerelawanan.

Kedua dilihat dari sifat publiknya, ini bisa dikatakan sikap protes terhadap kebijakan publik negara yang tidak memihak, seperti korban kesewenang-wenangan kebijakan negara, korban penggusuran, atau korban pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) oleh aparatur negara mampu menyebabkan hilangnya kepercayaan terhadap negara, dan dapat melunturkan sikap kerelawanan.

Agar faktor-faktor yang menyebabkan pupusnya sifat kerelawanan itu tidak terjadi, kita harus sadar bahwa kita bukan makhluk individual, kita adalah makhluk sosial. Eksistensi kita itu tergantung pada kebersamaan, karena kita sadar bahwa kita hanya bisa hidup secara bersama-sama. Maka, kesadaran itu seharusnya dapat membangkitkan sikap rela untuk membantu, rela untuk berkorban, dan rela berdedikasi terhadap sesama.

Selain itu, agama juga memainkan peran penting dalam menumbuhkan sifat kerelawanan dalam diri. Banyak sekali doktrin-doktrin atau ajaran agama yang menekankan pentingnya untuk mau berkorban terhadap sesama. Ada sebuah hadis yang juga berkaitan dengan hal ini, yang berbunyi, “Barang siapa yang memudahkan kesulitan, maka dia akan dimudahkan oleh Allah”. Jiwa menolong bagian dari kerelawanan, sepanjang orang itu menolong orang lain, maka dia akan ditolong juga dengan Allah, lewat pertolongan yang tidak diduga-duga. Dengan demikian, secara agama itu adalah sebuah ajaran, sedangkan secara sosial itu adalah tuntutan hukum alam, karena kita adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri.

Dengan demikian, kita juga harus berfikir bahwa bangsa dan negara ini bukan hanya untuk diri kita sendiri tetapi juga untuk generasi setelah kita, untuk anak dan cucu kita nantinya. Jika kita hanya berfikir bahwa negara kita ini hanya untuk kita sendiri, maka kita tentu berfikir pendek dan melakukan aksi-aksi yang bisa merugikan negara, termasuk korupsi. Kita juga bisa kehilangan komitmen pada negara, tidak bisa lagi mewarisi jasa pahlawan. Dengan demikian, kita harus berfikir kembali untuk berusaha sebaik mungkin untuk membangun bangsa ini dengan menumbuhkan sifat kerelawanan dalam spirit kepahlawanan. (uyang)