Di kondisi ekonomi yang naik turun seperti sekarang, kebanyakan masyarakat menginvestasikan hartanya dengan membeli emas. Baik itu logam mulia maupun perhiasan. Mengapa? Karena, emas akan melindungi nilai kekayaan kita, dan tidak terkena inflasi. Namun, perlu diingat bahwa kita wajib membayarkan zakatnya apabila telah mencapai hisab dan haul. Termasuk juga untuk emas perhiasan. Islam juga menetapkan zakat perhiasan. Bagaimana hukum dan aturannya?
Apa Saja yang Termasuk Perhiasan?
Perhiasan adalah benda yang digunakan untuk memperindah dan mempercantik diri. Memberikan nilai tambah bagi keindahan yang dimiliki oleh seseorang. Perhiasan biasanya berbentuk kalung, cincin, gelas, liontin, mahkota, dan sebagainya. Namun, unsur yang paling umum ditemukan dalam perhiasan adalah emas dan perak. Sehingga, hal ini menjadi pertanyaan bagi umat tentang bagaimana hukum zakat perhiasan.
Selain emas dan perak, perhiasan juga memiliki unsur-unsur logam lainnya. Yaitu tembaga, platina, karatium, stainless steel, titanium, palladium, perunggu, kuningan, alpaca, dan timah. Bentuknya ada yang berupa emas atau perak murni, ada pula yang dicampur dengan unsur logam selainnya. Ada pula batu-batu intan berlian seperti zamrud, safir, dan sebagainya yang memiliki nilai jual tinggi.
Selain terbuat dari logam mulia, ada pula perhiasan yang terbuat dari plastik. Seperti gelang plastik, cincin, plastik, dan sebagainya. Golongan plastik ini tidak akan kita bahas, karena lebih tepat bila disebut sebagai aksesoris. Walaupun bentuknya sama-sama berupa gelang, namun apabila tidak mengandung unsur emas dan perak, maka tidak masuk dalam kategori perhiasan.
Baca juga: Zakat Akhir Tahun, Wajib Diselesaikan Sebelum Tahun 2024 Berakhir
Dalil Zakat Perhiasan
Hukum zakat perhiasan diambil dari dua jenis dalil, yakni dalil umum dan dalil terapan. Penggunaan dalil ini dapat menjadi pijakan umat untuk menelaah bagaimana hukum zakat perhiasan.
Dalil hukum zakat perhiasan dari Al-Qur’an: “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya di jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. Pada hari di panaskan emas perak itu dalam neraka jahannam , lalu di bakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka : Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.” (QS. At-Taubah: 34-35)
Dalil hukum zakat perhiasan dari hadis: “Dari Abu Hurairah, Rasulullah Saw bersabda: ‘Siapa saja yang memiliki emas atau perak tapi tidak mengeluarkan zakatnya melainkan pada hari kiamat nanti akan disepuh untuknya lempengan dari api neraka, lalu dipanaskan dalam api neraka Jahannam, lalu disetrika dahi, rusuk dan punggungnya dengan lempengan tersebut. Setiap kali dingin akan disepuh lagi dan disetrikakan kembali kepadanya pada hari yang ukurannya sama dengan lima puluh ribu tahun. Kemudian ia melihat tempat kembalinya apakah ke surga atau ke neraka.” (HR. Muslim No. 987)
Kedua dalil di atas masih bersifat umum, karena tidak mencantumkan secara spesifik tentang perhiasan yang tidak semuanya terbuat murni dari emas dan perak. Untuk itu, kita perlu mengulik dalil terapan tentang hukum zakat dari perhiasan.
Dalil Terapan Pertama
Dari Amr bin Syu’aib dari bapak dari kakeknya, ia berkata, “Ada seorang wanita yang datang kepada Rasulullah bersama anak wanitanya, yang di tangannya terdapat dua gelang besar yang terbuat dari emas. Maka Rasulullah bertanya kepadanya: ‘Apakah engkau sudah mengeluarkan zakat ini?’.
Dia menjawab: ‘Belum’.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda: ‘Apakah engkau senang kalau nantinya Allah akan memakaikan kepadamu pada hari kiamat dengan dua gelang dari api neraka’.
Wanita itu pun melepas keduanya dan memberikannya kepada Rasulullah seraya berkata: ‘Keduanya untuk Allah dan Rasul Nya’.” (HR. Abu Daud No. 1.563)
Dalil Terapan Kedua
Dari Abdullah bin Syadad bin Hadi, ia berkata, “Kami masuk menemui Aisyah, istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau berkata: ‘Rasulullah masuk menemuiku lalu beliau melihat di tanganku beberapa cincin dari perak, lalu beliau bertanya: ‘Apakah ini wahai Aisyah?’
Aku pun menjawab: ‘Saya memakainya demi berhias untukmu wahai Rasulullah’.
Lalu beliau bertanya lagi: ‘Apakah sudah engkau keluarkan zakatnya?’
‘Belum’, jawabku.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda: ‘Cukuplah itu untuk memasukkanmu dalam api neraka’.” (HR. Abu Daud No. 1565)
Dalil Terapan Ketiga
Dari Asma’ binti Yazid, ia berkata, “Saya masuk bersama bibiku menemui Rasulullah dan saat itu bibiku memakai beberapa gelang dari emas. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada kami: ‘Apakah kalian sudah mengeluarkan zakat ini?’
Kami jawab: ‘Tidak’.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Tidakkah kalian takut kalau nantinya Allah akan memakaikan kepada kalian gelang dari api neraka. Oleh karenanya, keluarkanlah zakatnya’.” (HR. Ahmad, 6:461)
Ketiga dalil terapan di atas secara spesifik menunjukkan bahwa setiap emas ataupun perak yang dibuat menjadi perhiasan, maka wajib dizakatkan. Selama memiliki unsur emas dan perak, setiap perhiasan harus dibayar zakatnya.
Nisab zakat perhiasan sama seperti zakat emas dan perak. Untuk perhiasan emas, apabila harganya setara dengan 85 gram emas, maka dikenakan 2,5 persen dari harga perhiasan untuk membayar zakat. Pun sama dengan perhiasan perak, apabila harga perhiasan tersebut telah mencapai 595 gram, maka wajib dibayar zakatnya.
Baca juga: Pengertian Zakat, Syarat, dan Jenisnya Lengkap Menurut Islam
Hukum Zakat Perhiasan
Perhiasan tidak melulu hanya dipakai untuk memperindah diri. Sebagian umat muslim juga memiliki perhiasan untuk diperjualbelikan, investasi, atau lain-lain. Oleh sebab itu, para ulama saling berpendapat mengenai hukum zakat perhiasan serta konteks-konteks yang mengikatnya.
Konteks Pertama: Zakat yang Disimpan dan Diperjualbelikan
Perhiasan yang disimpan atau diperjualbelikan memiliki hukum wajib dibayar zakatnya. Imam Nawawi dalam al-Majmu’ (6/36) berkata, “Berkata ulama-ulama kami: jika seseorang mempunyai perhiasan (emas dan perak) yang tujuannya tidak untuk dipakai, baik itu yang haram, makruh, maupun mubah, tetapi untuk disimpan dan dimiliki, maka hukumnya menurut mazhab yang benar adalah wajib dikeluarkan zakatnya, dan ini adalah pendapat mayoritas ulama”.
Selain Imam Nawawi, Ibnu Qudamah juga menuliskan di dalam al Mughni (2/608), “Jika seorang perempuan memakai perhiasan, kemudian setelah itu berniat untuk diperjuabelikan, maka terkena kewajiban zakat setelah satu tahun, dimulai pada saat dia berniat”.
Konteks Kedua: Perhiasan Digunakan untuk Sehari-hari
Para ulama berselisih pendapat tentang perhiasan emas atau perak yang sengaja dipakai ketika melakukan kegiatan sehari-hari. Seperti cincin, kalung, gelang, dan anting. Ada yang berpendapat tidak wajib dikeluarkan zakatnya, ada pula yang mewajibkan.
Mayoritas ulama dan kalangan Imam malik, Imam Syafi’i, dan Ahmad, berpendapat bahwa perhiasan yang biasa dipakai untuk kegiatan sehari-hari, tidak ada zakat yang wajib dibayarkan. Mereka berpendapat bahwa perhiasan adalah sesuatu yang dibutuhkan oleh hampir setiap perempuan. Bagi perempuan, kedudukan perhiasan sama seperti baju, kosmetik, serta peralatan rumah tangga. Maka tidak ada zakat yang perlu dibayarkan atasnya.
Abu Bakar al-Hasni dalam Kitab Kifayat al-Akhyar (266) berkata, “Karena perhiasan tersebut dipakai untuk berhias diri dalam hal-hal yang dibolehkan, ini seperti halnya unta dan sapi yang digunakan untuk bekerja”.
Sedangkan, ulama dari kalangan Abu Hanifah mengatakan bahwa perhiasan dari emas dan perak terkena wajib zakat, walaupun digunakan untuk mempercantik diri dalam kehidupan sehari-hari. Tidak ada pembeda dari perhiasan yang disimpan maupun yang dipakai sehari-hari.
Ulama Abu Hanifah menggunakan dalil hadis riwayat Abu Daud yang telah dicantumkan pada dalil terapan pertama. Dalil tersebut mengatakan bahwa seorang wanita yang mengenakan perhiasan gelang emas wajib membayar zakat. Apabila tidak dibayar, maka neraka disiapkan untuk mereka yang tidak membayar zakat.
Pendapat ketiga berasal dari kalangan ulama mazhab Imam Maliki. Sebagian berpendapat bahwa ada zakat yang harus dibayar dari perhiasan, namun cukup dibayar satu kali saja. Pertimbangannya berdasarkan hadis Rasulullah yang mewajibkan membayar zakat perhiasan, dan hadis lainnya yang sekilas terlihat bertentangan.
Hadits tersebut ditulis oleh Imam dalab Kitab al-Muwatha‘, diriwayatkan oleh Ibnu Umar dan Siti Aisyah yang tertulis, “Adalah Siti Aisyah radliyallahu ‘anha memberikan perhiasan kepada anak-anak perempuan saudaranya yang yatim dan di bawah asuhannya, dan beliau tidak mengeluarkan zakatnya”. (Kifayatul Akhyar, Juz 1:186).
Konteks Ketiga: Perhiasan Emas yang Memiliki Status Keharaman
Awalnya, perhiasan emas dan perak dilarang untuk dipakai pada masa dakwah di Mekkah. Karena, dikhawatirkan akan memberikan kesan berlebihan dan tidak berempati dengan saudara muslim selainnya yang kurang mampu. Namun, kemudian perempuan diperbolehkan mengenakan perhiasan untuk merias dirinya, asalkan tidak berlebih-lebihan.
Namun untuk kaum laki-laki, mengenakan perhiasan menjadi haram hukumnya. Hal ini berdasarkan hadis yang dikatakan oleh Ali bin Abi Thalib, bahwasannya Nabi Muhammad Saw mengambil sutra dan meletakkannya di tangan kanannya, lalu mengambil emas dan meletakkannya di tangan kirinya, kemudian beliau bersabda, “Sesungguhnya keduanya ini haram bagi laki-laki dari umatku”. (HR. Imam Ahmad)
Bagi laki-laki, mengenakan perhiasan emas dilarang, namun untuk memilikinya diperbolehkan asal membayarkan zakatnya. Perhiasan yang dimaksud seperti sendok emas, gelas emas, gelang, kalung, cincin, dan sebagainya.
Cara Menghitung Zakat Perhiasan
Pembayaran zakat perhiasan emas atau perak, memiliki nisab yang sama dengan emas dan perak murni. Untuk perhiasan emas, setara dengan harga 85 gram emas murni. Sedangkan perhiasan yang mengandung perak, setara dengan harga 595 gram perak. Walau berat total piring emas 100 gram, namun kandungannya 18 karat, selama harganya mencapai nisab tetap dikenakan zakat sebesar 2,5 persen.
Contoh:
Ahmad memiliki sebuah gelas yang terbuat dari emas 85 gram seharga Rp130 juta, dengan kandungan emas 22 karat. Diketahui harga emas saat ini Rp1.510.000/gram. Maka harga nisab emas setara dengan Rp128.350.000.
Meskipun beratnya sama-sama 85 gram, maka harga yang diambil adalah harga yang dikeluarkan untuk membeli gelas emas tersebut. Jadi perhitungannya Rp130.000.000 x 2,5% = Rp3.250.000. Berarti zakat perhiasan yang perlu dbayarkan Ahmad dalam waktu satu tahun adalah Rp3.250.000.
Baca juga: Hukum Bayar Zakat Online, Seperti Apa Cara Pelaksanaan yang Sesuai Syariat?
Hukum Zakat Perhiasan, Selain Emas dan Perak
Perhiasan ada banyak jenisnya, selain emas dan perak ada kuningan, stainless, atau bahkan batu intan dan berlian yang harganya sangat mahal. Tidak ada dalil yang menyatakan wajib berzakat bagi logam mulia selain emas dan perak, namun kita bisa berkiblat pada perhitungan zakat maal.
Apabila ada keuntungan dari logam mulia yang dimiliki, seperti melakukan jual beli logam mulia selain emas dan perak, dan batu-batu sejenis intan berlian. Bila mendapatkan keuntungan darinya, merupakan bagian dari harta kekayaan yang dimiliki. Selama hasil keuntungan yang diperoleh mencapai nisab zakat maal, yaitu seharga 85 gram emas, maka wajib ditunaikan zakatnya.
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (QS. Al-Baqarah: 267)
Zakat Mudah di Dompet Dhuafa
Sebagai lembaga amil zakat, Dompet Dhuafa memberikan pelayanan yang sangat mudah dan fleksibel. Bila Sahabat kesulitan menghitung nominal zakat yang perlu dibayar, kamu bisa menggunakan layanan kalkulator zakat yang tersedia di website dan aplikasi Dompet Dhuafa.
Ada tiga kemudahan yang kamu dapat bila membayar zakat di Dompet Dhuafa. Pertama, Layanan Jemput Zakat. Sahabat dapat menghubungi Dompet Dhuafa untuk menjemput zakatmu, jadi kamu tak perlu repot pergi ke kantor atau konter layanan zakat Dompet Dhuafa. Kedua, layanan zakat lewat transfer rekening. Sahabat bisa mentransfer zakatmu ke salah satu rekening dari daftar rekening berikut. Jika sudah, konfirmasikan zakatmu sebagai bentuk akad zakat. Ketiga, layanan zakat melalui online payment. Kamu bisa membayarkan zakatmu ke Dompet Dhuafa melalui online payment, seperti DANA, GoPay, ShopeePay, OVO, CIMB Clicks, IB Muamalat, kartu mastercard dan visa.
Selain dengan cara di atas, Sahabat juga bisa menunaikan zakat melalui laman digital.dompetdhuafa.org/zakat, atau bisa juga melalui aplikasi Dompet Dhuafa yang bisa diunduh di sini (Android|iOS). Pada aplikasi tersebut, Sahabat bisa menikmati beragam fitur, mulai dari Al-Qur’an, melihat Laporan Publik Dompet Dhuafa, hingga Tanya Ustaz
Hal yang paling penting dari berzakat di Dompet Dhuafa adalah zakatmu tidak hanya akan disalurkan dalam bentuk konsumtif, tetapi juga produktif. Dana zakat akan dikelola ke dalam program-program pemberdayaan masyarakat di lima bidang sekaligus (pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial, dakwah dan budaya). Sehingga, zakat yang kamu tunaikan dapat mengangkat derajat mustahik hingga menjadi muzaki. Tak hanya bisa dinikmati selama satu atau dua minggu, tetapi sepanjang hidup para mustahik.