Bahliha, Ibu Anak Yatim: Pendidikan Anak Paling Utama

TANGERANG SELATAN — Anak yatim menjadi salah satu golongan yang harus mendapatkan perhatian masyarakat, terutama bagi seorang muslim. Dalam Agama Islam, menyayangi dan mengasihi anak-anak yatim memiliki banyak keutamaan yang akan mendatangkan banyak sekali manfaat bagi kehidupannya. Islam pun secara tegas menyebutkan bahwa anak yatim adalah sosok yang harus dikasihi, dipelihara dan diperhatikan.

Anak yatim adalah anak yang ditinggal meninggal oleh ayahnya ketika belum dewasa. Sedangkan jika yang meninggal ibunya, maka di Indonesia tersebut disebut piatu.

Alasan disyariatkannya menyantuni anak yatim, sebab mereka membutuhkan pertolongan dan kasih sayang dari orang-orang yang ada disekitarnya. Karena ia sudah tidak mungkin lagi mendapatkan kasih sayang dari ayahnya yang telah tiada. Terlebih jika anak yatim tersebut berasal dari keluarga yang kurang mampu.

Seperti Alif Ramadhan Irawan, anak umur 3 tahun yang ditinggal oleh ayahnya saat masih berusia 5 bulan. Sejak usia tersebut Alif tidak akan lagi mendapatkan perhatian dari sang ayah kandung. Yang ada hanyalah sang ibu ditemani sang kakek renta sebagai pengganti ayah.

Tidak hanya itu, meninggalnya sang ayah, ibu Alif lah yang kemudian menanggung segala keperluan dan kebutuhan Alif. Kakeknya yang sudah tua, tak mampu banyak membantu kebutuhan Alif.

Pada Kamis (19/8/2021), di Ponpes An-nur Ciseeng, sebagai salah satu rangkaian memperingati lebaran anak yatim, Layanan Kesehatan Cuma-cuma (LKC) Dompet Dhuafa dan Ponpes An-nur menggelar acara khitanan massal untuk 41 anak yatim di kecamatan Ciseeng dan sekitarnya. Mendapat info adanya acara khitan ini, ibu Alif, Iis Bahliha langsung tergerak untuk mendaftar. Tentu hal ini menjadi hal yang sangat menguntungkan baginya karena dapat memangkas biaya kebutuhan Alif untuk khitan.

“Ya saya senang sekali ada info itu. Alif bisa khitan tanpa saya mengeluarkan biaya. Jadi bisa menghemat untuk keperluan Alif yang lainnya,” ungkap Liha.

Pada acara khitanan massal kali ini, Alif menjadi anak termuda yang dikhitan. Wajar memang jika anak menangis saat dikhitan. Namun yang menarik, Alif menjadi anak yang sangat berani untuk dikhitan. Selain datang paling awal, Alif berkali-kali menanyakan kapan gilirannya masuk ke ruangan khitan.

Melihat aksinya tersebut, tim Dompet Dhuafa berusaha membangun komunikasi dengannya dan ibunya. Dibantu sang ibu, Alif mengutarakan namanya, nama ibunya, dan nama orang-orang terdekatnya.

Bahliha kemudian menceritakan, “Tahun 2019 ayahnya Alif meninggalkan kami. Saat itu Alif masih 5 bulan. Kalo Alif ini anaknya nurut, tidak bandel, dan cepat mengerti. Saya tidak membatasi besok Alif mau jadi apa. Yang penting segala sesuatunya baik untuk Alif dan orang sekitarnya. Saya selalu berdoa untuk Alif supaya kelak menjadi laki-laki dewasa yang baik, pintar, luas rejekinya, berguna bagi masyarakat.”

Harapan Liha, bahwa kelak ia mendapatkan rejeki untuk memasukkan Alif ke PAUD. Ia sangat ini sebelum masuk ke pendidikan formal, Alif mendapatkan stimulus awal supaya semakin semangat dan senang untuk belajar di sekolah. Meski tak dapat berharap banyak, namun Liha berjanji kepada dirinya sendiri untuk terus selalu mengusahakan hal itu. Menurutnya, untuk saat ini pendidikan untuk Alif adalah yang paling utama.

“Saya sangat ingin sekali memasukkan Alif ke PAUD sebelum masuk ke pendidikan sekolah. Mudah-mudahan aja besok ada rejekinya,” pungkasnya. (Dompet Dhuafa / Muthohar)