Dampak Longsor Desa Trunyan: Jalur Transportasi Terhalang, Perekonomian Terancam Hilang

BANGLI, BALI — Desa Trunyan adalah salah satu desa terdampak akibat tanah longsor yang bermula dari peristiwa gempa bumi Bali. Berlokasi di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Desa Trunyan merupakan salah satu desa adat tertua yang ada di Bali.

Terhitung ada 2 (dua) orang meninggal dunia akibat tertimbun tanah longsor di Desa Trunyan dan memotong 9 (sembilan) akses transportasi. Meski saat ini seluruh akses transportasi sudah bisa dilalui, tapi harus dengan perizinan BPBD Bali untuk bisa melewati jalur tersebut. Mengingat kontur wilayah yang dikelilingi perbukitan, bahkan sebagian wilayah sudah menunjukan longsor pada taraf kecil, wilayah ini dilarang dimasuki akibat potensi longsor yang bisa terjadi.

Warga Desa Trunyan sendiri hingga kini masih menempati desa tersebut, belum mengungsi ke wilayah lain. Adapun salah satu alasan mereka tidak mengungsi, lantaran tidak ada yang mengurusi perkebunan dan kegiatan nelayan sebagai mata pencaharian utama mereka. Sehingga meski dengan potensi longsor yang ada, warga Desa Trunyan masih melakukan aktivitas sehari-hari mereka.

“Sebelum bencana, penghasilan warga tidak terganggu. Tapi karena bencana jalur transportasi belum bisa dilalui,” jelas I Nyoman Kastana selaku Kadus Banjar (Dusun) Cemara Landung, Desa Trunyan.

Sebanyak 282 KK/ 1.020 jiwa Desa Trunyan terdampak akibat bencana alam ini. Jika mereka biasanya mampu menjual hasil panen bawang merah dan cabai merah serta tangkapan ikan mereka, hal ini tidak dilakukan, karena akses yang belum bisa dilewati seluruh orang dan potensi longsor susulan yang besar.

“Sebelumnya memang sudah biasa dengan kondisi seperti ini (potensi longsor). Namun kejadian yang kemarin memang dahsyat dampaknya,” jelas warga lainnya.

Besar harapan mereka, di tengah kondisi wilayah mereka dengan potensi bencana longsor, mampu menghadirkan satu sarana evakuasi dini ketika akan terjadi bencana tanah longsor. Selama ini jika ada bencana tanah longsor, hal pertama yang mereka lakukan adalah pergi menuju permukaan air laut. Tidak menyebrangi pulau atau pindah ke tempat lain yang lebih aman.

Hal lainnya, juga yang menjadi harapan hadirnya sarana transaksi jalur air sehingga ketika pasca bencana longsor, mereka masih bisa menjalankan perekonomian masyarakat setempat.

Berdasarkan data yang dihimpun BPBD per tanggal 21 Oktober 2021, ada 2 orang meninggal dunia dan 8 (delapan) orang luka-luka. Terdapat 4 (empat) kecamatan terdampak, yakni kecamatan Kintamani (125 titik/10 desa), Bangli (5 titik/ 5 desa), Susut (16 titik/8 desa) dan Tembuku (40 titik/6 desa).

Ada 3 (tiga) desa terisolasi yakni Desa Trunyan (282 kk/1020 jiwa), Abang Songan (46kk/151 jiwa), dan Abang Batudinding (221kk/726 jiwa). Fasilitas yang terdampak terdapat 89 tempat ibadah, 282 rumah warga 31 fasilitas umum, 5 (lima) fasilitas pemerintah, 2 unit MCK, 7 (tujuh) unit balai masyarakat, 20 unit sekolah, dan 1000 meter persegi lahan perkebunan. Dengan total kerugian mencapai 7 miliar rupiah. (Dompet Dhuafa / DMC)