Ikhtiar Jaga Lingkungan ala Rasul

JAKARTA — Ustaz Ahmad Fauzi Qosim menyebutkan beberapa point dalam khutbah Jum'at (27/08/2021) di Masjid Panggung Cordofa, bahwa, akhir-akhir ini berita tentang perubahan iklim mencuat kembali dan mendapat perhatian khusus dari semua negara di dunia karena ancaman nyata kedepannya.

Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Kerangka Kerja Perubahan Iklim (United Nations Framework Convention on Climate Change/UNFCCC) mendefinisikan perubahan iklim sebagai perubahan yang disebabkan baik secara langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia sehingga mengubah kompoisi dari atmosfer global dan variabilitas iklim alami pada perioda waktu yang dapat diperbandingkan.

Kajian United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), menyebut bahwa 1,5 miliar pekerja akan terpengaruh oleh perubahan iklim. Oleh karenanya Dompet Dhuafa sebagai lembaga filantropi Islam, dan kita semua yang berperan sebagai khalifah fil ard terus ikhtiar menjaga lingkungan dan menyampaikan pesan-pesan nabawi dalam gerakan kepedulian lingkungan.

 

Bila ditelusuri teks-teks hadis Rasulullah SAW, akan didapati sejumlah riwayat yang memuat perintah menjaga alam dan melarang perusakan lingkungan. Hadis itu, antara lain:

 

1. Perihal hemat menggunakan air.

Anjuran berhemat air ini antara lain terlihat dalam penggunaan air untuk bersuci dari hadas, baik kecil maupun besar.

Rasulullah meminta agar umat tidak boros air saat wudhu, yakni cukup satu mud (1,5 liter menurut takaran Hijaz dan dua liter sesuai ukuran orang Irak, ada ulama yang mengkadarkan senilai setengah liter.

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu dengan satu mud (air) dan mandi dengan satu sha’ sampai lima mud (air)” (HR. Bukhari no. 198 dan Muslim no. 325).

 

2. Riwayat Imam Ahmad dan Abu Daud tentang larangan dan merusak alam yang dibutuhkan banyak orang dan makhluk lainnya seperti air, udara, dan tanah.

Dalam teks hadits lain Rasulullah mengingatkan kita untuk berhati-hati dengan dua kutukan:

– Buang hajat di tengah jalan, dalam hal ini bisa dimaknai secara luas terkait larangan membuang sesuatu yang tidak baik (bisa sampah dan sesuatu yang melukai) di tengah jalan (atau bukan pada tempatnya),

– Merusak tanaman dengan memotong dahannya tanpa manfaat atau menoreh kulit batangnya, hal ini seperti larangan nabi ketika ada yang memotong pohon bidara.

Pohon bidadara itu merupakan jenis pepohonan besar dan rindang. Selain berguna sebagai penyerap air, bidadara juga bermanfaat untuk berteduh. Dalam konteks kekinian, perusakan tanaman yang memiliki kriteria serupa bisa dianalogikan, misalnya, dengan aktivitas perusakan hutan atau daerah resapan air.

 

3. Berikutnya, menggalakkan reboisasi. Penanaman kembali pohon-pohon di tanah kosong berguna untuk kelangsungan ekosistem.

Dengan menaman pepohonan itu, maka bermanfaat meresap air dan mengurangi risiko banjir dan tanah longsor. Bukan mustahil bila dikelola secara baik bisa meraup hasil yang memiliki nilai ekonomi tinggi.

Hal ini bisa dilakukan dengan program wakaf lahan dan pemberdayaan ekonomi di lahan yang tidak termanfaatkan. Edukasi untuk mengajak para wakif dan calon wakif dalam gerakan kebaikan ini.

Menghidupkan tanah mati dalam Islam biasa dikenal dengan ihya al-mawat. Dalam As Sunnah, Sayyid Sabiq memaparkan bahwa ihya al mawat itu merupakan penggarapan lahan kosong yang belum diolah dan belum dimiliki seseorang untuk dijadikan lahan produktif. Aktivitas menghidupkan tanah mati itu adalah dengan memanfaatkannya.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

“Barangsiapa yang menghidupkan tanah yang mati, maka di sana ia akan memperoleh pahala dan tanaman yang dimakan binatang kecil (seperti burung atau binatang liar), maka hal itu menjadi sedekah baginya.” (HR. Ahmad). (Dompet Dhuafa / Ahmad Fauzi Qosim)