Jadikan Masjid Panggung Cordofa Sebagai Tempat Budaya

JAKARTA — Berdiri di atas lahan 368 meter persegi di kawasan Gedung Philantrophy, Pejaten, Jakarta, berdiri bangunan berbahan kayu, ramah lingkungan dan tahan gempa, yaitu “Masjid Panggung Cordofa”. Dibangunnya Masjid tersebut guna diproyeksikan menjadi sarana ibadah bagi para amil Dompet Dhuafa.

Selain menjadi fungsi tempat peribadatan, Masjid Panggung Cordofa juga memiliki fungsi sebagai Center of Excellent. Bukan hanya pembinaan dan peningkatan spiritual, namun juga penambahan wawasan khazanah keislaman, kebudayaan, maupun sastra. Demikian seperti yang diungkapkan oleh Inisiator, pendiri, sekaligus Pembina Dompet Dhuafa, Parni Hadi, saat meresmikan Masjid Panggung Cordofa, (8/11/2019) lalu.

Masjid Panggung Cordofa mulai berjalan sebagai fungsi keduanya pada Kamis (26/12/2019), ditandai dengan mulainya diskusi budaya “Perempuan & Sastra”. Diskusi tersebut berisikan tentang kontribusi dan peran perempuan dalam sastra, serta perkembangannya. Dengan menghadirkan sastrawan-sastrawan wanita, di antaranya Fatin Hamama R. Syam dan DR. Sastri Sunarti, serta musikus puisi Jodhi Yudo, diskusi dibuka secara umum untuk seluruh amil Dompet Dhuafa dan masyarakat umum.

“Bulan lalu Masjid Cordofa ini diresmikan. Saya mengharap nantinya masjid ini dijadikan sebagai tempat multifungsi. Ada diskusi-diskusi di dalamnya. Salah satunya adalah diskusi tentang perempuan dan sastra. Alhamdulillah hari ini terlaksana,” ucap Parni Hadi.

Parni melanjutkan, islam sangat erat kaitannya dengan budaya. Tokoh-tokoh muslim terkemuka merupakan sastrawan-sastrawan hebat pada masanya, bahkan hingga sekarang.

“Semua tokoh-tokoh, ulama-ulama muslim kita itu sastrawan semua. Bahkan kitab suci kita Al-Qur’an itu merupakan sastra yang tinggi sekali di luar akal manusia. Dompet Dhuafa sebagai lembaga yang berlandaskan islam, jika tidak memerhatikan tentang sastra, saya rasa itu salah,” lanjutnya.

Dalam diskusi, Sastri Sunarti memaparkan, sejak dulu hingga sekarang, pengarang perempuan Indonesia selalu berupaya menyuarakan hak-haknya sesuai dengan konteks zaman dan sosial budaya. Ia kemudian melanjutkan pemaparannya dengan menunjukkan biografi tokoh-tokoh sastrawan perempuan Indonesia.

“Pada generasi ketiga, para penulis perempuan lebih tajam lagi menyoroti kebebasan terhadap isu feminisme kultural yang sering disebut dengan kesetaraan gender yang cenderung mengacu ke barat,” demikian cuplikan pemaparan Sunarti.

Pada sesi penutupan, Parni mengatakan, di 2020 mendatang akan dibentuk sebuah komunitas gerakan menulis yang beranggotakan insan-insan Dompet Dhuafa. Parni berharap Masjid Panggung Cordofa dapat menjadi tempat budaya dan sastra.

“Nanti setelah tahun baru, silahkan mengikuti Gerakan Menulis. Silahkan menulis apa pun. Prosa, puisi atau apa pun itu. Kita jadikan Masjid Cordofa Dompet Dhuafa sebagai tempat budaya dan sastra. Setelah forum diskusi Perempuan dan Sastra ini, nanti juga ada gilirannya untuk para laki-laki, yaitu 'Laki-laki dan Puisi',” tutupnya. (Dompet Dhuafa/Muthohar)