Keikhlasan Ibrahim dan Pengorbanan Ismail (Bagian Dua)

Ibrahim A.S, termasuk dalam satu, diantara lima Nabi yang mendapat gelar Ulul Azmi. Sebuah gelar yang diberikan kepada Nabi yang memiliki ketabahan, tekad, dan kesabaran yang luar biasa. Ibrahim A.S. telah melalui banyak cobaan, bahkan sejak dirinya masih muda. 

Pada masa awal kenabiannya, Ibrahim sudah harus dihukum dengan dibakar hidup-hidup oleh Raja Namrud, sebagai konsekuensi atas kegigihan dakwahnya. Dia pun diuji dengan tak dikaruniai anak yang telah ia impikan sejak lama. Saat dia dikaruniai anak, Ibrahim juga diuji kembali dengan harus meninggalkan istri dan anaknya di lembah gersang dan tandus. Semua itu ia lakukan, karena iman dan ketaqwaannya kepada Allah SWT. Namun, perintah kali ini datang kepada Ibrahim dengan cerita yang berbeda. Episode ujian bagi Ibrahim berlanjut dengan tingkat cobaan yang lebih berat. 

Dikisahkan, wahyu yang didapatkan Ibrahim melalui mimpi, menunjukan dirinya sedang menyembelih anaknya, Ismail. Sebagai nabi, Ibrahim paham, bahwa itu ialah pesan yang disampaikan Allah SWT pada dirinya. Sangat berat, namun itu datang dari zat Yang Maha Kuasa, maka tidak ada pilihan bagi Ibrahim selain melaksanakannya. 

Sebagai nabi yang bijaksana, Ibrahim tidak langsung menyembelih Ismail. Suatu hari, ia menanyakan hal tersebut kepada anaknya, dan meminta pendapat Ismail mengenai mimpi yang ia dapat. Disinilah, bagaimana gelar ‘Halim’ yang berarti lapang dada, terbuktikan. Ismail tidak lari, Ismail tidak menolak, ia menerima kabar tersebut, dan menyarankan ayahnya untuk menunaikan tugasnya. Ia tahu, bahwa ayahnya mendapat perintah tersebut dari Allah SWT. Sungguh suatu ketabahan yang menunjukan level kenabian seoang Ismail.

Kisah ketabahan ayah dan anak itu terukir abadi pada Al-Quran:

“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur yang sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata, ‘Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkan apa pendapatmu!’ Ia menjawab ‘Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar,” (QS ash-Shaffat (37): 102).

Begitu pula dengan Ibrahim, melihat ketabahan Ismail, ia lebih mantap untuk menunaikan ujiannya. Diambilnya sebilah pisau, diasahnya pisau tersebut, berharap tak begitu menyakiti Ismail nantinya. Sebuah momen yang sangat berat bagi keduanya. Ujian ganda bagi seorang ayah dan anak yang telah dipilih oleh Allah. 

Ismail menyaksikan ayahnya menyiapkan peralatan itu dengan hati yang tegar. Ketika Ibrahim melentangkannya untuk siap disembelih, ia bersiap dengan ketabahan dan keteguhan hati lebih dari ujian-ujian sebelumnya. Lebih dari ketika ia dibakar oleh Raja Namrud, terlebih ketika ia harus meninggalkan istri dan anaknya di lembah tandus tanpa kehidupan. Kali ini Ibrahim bersiap menyembelih anaknya sendiri. 

Ketika pisau yang tajam itu sudah hampir menyentuh leher Ismail, maka Allah menunjukan kebesarannya. Jasad Ismail digantikan seekor domba yang besar, tepat sebelum pisau itu menyentuh leher Ismail. Kedua ayah dan anak itupun lolos ujian untuk kesekian kalinya. 

Seperti dikisahkan dalam Al-Quran:

“Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggilah dia, “Hai Ibrahim, sesungguhnua kami telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya demikianlah kami memeberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian”. (QS. Ash-Shaffat (37): 103-108).

Peristiwa ujian Ibrahim dan Ismail tersebut, menjadi latar belakang ibadah Hari Raya Idhul Adha, yang kita kenal hari ini. Menyerahkan sebagian harta untuk berkurban, menunjukan tekad dan bukti ketaqwaan seorang muslim. Seperti Ibrahim yang mengorbankan harta paling berharganya, seorang anak berbakti bernama, Ismail. (Dompet Dhuafa/Zul)