Keikhlasan Ibrahim dan Pengorbanan Ismail (Bagian Satu)

"Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar” – QS Ash-Shaffat (37) : 101.

Kisahnya, melatarbelakangi ibadah Hari Raya terbesar kedua umat Islam di dunia. Ya, Idhul Adha. Kisah yang datang dari tanah gersang di tengah dataran Arab. Ialah Ibrahim A.S, yang telah lama menanti akan hadirnya seorang keturunan. Salah satu ujian ketaqwaan dari perjalanan hidupnya yang legendaris sebagai sosok orang tua (Ayah), yang ikhlas mengorbankan hal demi kecintaan terhadap Sang Khalik.

Suatu hari, Ibrahim A.S. mendapat kabar, bahwa istrinya Siti Hajar mengandung jabang bayi yang telah lama menjadi impian bagi seorang Ibrahim. Diriwayatkan, bahwa anaknya yang akan lahir diberikan gelar Halim, yang berarti lapang dada. Suatu gelar yang suatu hari akan benar-benar menjawab 'lapang' yang dimaksud.

Keturunan yang telah dinanti selama puluhan tahun oleh Ibrahim A.S. pun hadir (beberapa riwayat menyebutkan Ibrahim mendapatkan anak di usia 86 tahun). Ibrahim pun sangat bahagia. Begitu pula dengan Siti Hajar yang juga sangat bahagia mendapatkan bayi dari keturunan nabi tersebut. Bayi yang sehat itu, diberi nama Ismail. 

Ketika Ismail dalam usia balita, Ibrahim mendapat perintah dari Allah SWT untuk membawanya dan Hajar untuk hijrah ke tanah tandus dan sepi. Dilaksanakannya perintah tersebut, dan istrinya yang sabar pun tak kalah bertaqwa dengan tetap teguh menjalani apa yang diperintahkan sang suami.

Tanah yang tandus itu, adalah cikal bakal yang hari ini menjadi tanah Mekah al- Mukaromah. Tanah impian bagi setiap umat muslim di dunia. Dengan berbagai peristiwa hentakan kaki bayi Ismail yang menjadi asal muasal sumur Zamzam, yang hari ini masih mengalir. Hingga usaha sang ibu yang mencoba mencarikan si bayi air karena kehausan, dari bukit Shofa ke Marwah, dan akhirnya menjadi salah satu rangkaian dalam ibadah haji, yang sekarang kita ketahui.

Selesai dengan cobaan di Mekah, Ibrahim dan keluarga mendidik Ismail dengan sangat baik. Dengan bimbingan yang maha kuasa, Ismail menjadi anak laki-laki yang tangguh dan sangat berbakti, sebuah contoh anak yang sangat didambakan oleh orang tua manapun. Cinta seorang Ayah, sungguh Ibrahim berikan kepada anaknya, dan  Ismail kecil pun benar-benar merasakan kecintaan orang tuanya. Sudah lama ia mendambakan seorang anak, dianugerahkan oleh Allah SWT, seorang anak yang sangat berbakti dan menyenangkan hati.

Kemudian datang perintah yang membuat Ibrahim merasakan ujian kembali yang sangat berat. Yakni suatu perintah untuk menyembelih anaknya, Ismail. (Dompet Dhuafa/Zul)