Keputusan Abdul Hamid Mengajar Mengaji di Desa Kalianan

PROBOLINGGO, JAWA TIMUR — “Melihat anak-anak pandai melafalkan ayat suci Al-Qur’an merupakan kebahagiaan terbesar saya selama ini,” jelas Ustadz Abdul Hamid.

Merupakan seorang mualim (guru mengaji) asal Desa Kalianan, Kec. Krucil, Kab. Probolinggo, Jawa Timur. Terhitung sudah hingga tahun 2020 ini merupakan tahun ke-16 dalam mengajar mengaji anak-anak Desa Kalianan. Bisa dibilang selama 24 jam ia sering berinteraksi dengan anak-anak. Lantaran selain mengajar mengaji, beliau juga merupakan salah satu guru bahasa Indonesia di salah satu sekolah dasar setempat.

Awal mula ia menekuni profesi mengajar mengaji datang ketika salah satu tetangga meminta beliau untuk mengajar membaca ayat Al-Qur’an. Namun tidak langsung ia terima lantaran kekhawatiran beliau yang belum merasa cukup untuk menjadi seorang pengajar baca-tulis Al-Qur’an.

“Tetangga saya sempat bolak-balik meminta kepada saya untuk mengajar. Akhirnya saya terima. Namun selang beberapa waktu. Tetangga yang lain juga menitipkan anaknya kepada saya untuk mengajar hal yang sama. Akhirnya hingga sekarang saya menjadi pengajar mereka,” ungkapnya lagi.

Musholla yang menjadi tempat Abdul Hamid merupakan salah satu penerima manfaat program Sedekah Al-Qur’an yang digagas oleh Dompet Dhuafa Jawa Timur. Sebelumnya tim relawan Dompet Dhuafa Volunteer (DDV) Jawa Timur mendistribusikan 70 Al-Qur’an di desa itu pada bulan Oktober lalu. Kemudian dengan tingkat minat masyarakat akan membaca Al-Qur’an yang tinggi, Dompet Dhuafa Jawa Timur kembali mendistribusikan sebanyak 100 Al-Qur’an pada Kamis (10/12/2020).

“Sebelumnya sama sekali tidak terbesit mengajar mengaji. Namun sepertinya ini merupakan ketentuan dari yang Maha Kuasa untuk saya menjadi pengajar anak-anak mengaji. Di satu sisi ini juga merupakan ladang amal saya dalam mewariskan ilmu-ilmu yang saya sudah pelajari sebelumnya kepada anak-anak,”lanjutnya.

Hingga kini jumlah anak muridnya mencapai 35 anak. Mengajar mereka tentu bukan tanpa tantangan. Mengajar bersama sang istri untuk membimbing anak sebanyak itu bukan perkara mudah. Anak-anak merupakan individu yang berbeda satu sama lain. Sehingga metode pengajarnya juga harus disesuaikan dengan masing-masing anak.

“Saya pernah ditegur oleh wali murid lantaran anak mereka sempat berkelahi. Bagi saya itu adalah resiko yang harus saya terima. Itu adalah kesalahan saya yang masih harus belajar dalam mendidik anak. Kemudian saya menyiasati untuk mempertemukan dan menjelaskan kepada mereka bahwa seperti ini kondisi anak-anak,” sambungnya.

Selain mengajar mengaji seusai sholat ashar dan menjelang magrib. Beliau juga mempersilahkan murid-muridnya untuk menginap di rumah beliau untuk mengajar kitab dan fikih. Di waktu subuh juga beliau mengajar anak-anak murid yang datang ke tempat beliau.

Harapannya selain mengajarkan membaca Al-Qur’an, ia juga ingin mengajarkan menulis ayat-ayat Al-Quran. Namun dengan lokasi, sarana dan jumlah pengajar yang hanya beliau dan istri tentu tidaklah mudah.

“Senang, anak yang dari nol setelah belajar jadi pandai membaca Al-Quran atau sudah bisa. Seolah-olah saya benar-benar jadi orang tuanya. Itu sudah merupakan kebahagiaan termewah yang saya dapatkan,” tutupnya. (Dompet Dhuafa / Fajar)