Kisah Jamal Alumni Institut Kemandirian: Pengangguran dan Tulang Punggung Keluarga (Bagian Satu)

SIARAN PERS, DEPOK, JAWA BARAT — Tidak semua orang mendapatkan keberuntungan yang sama. Namun setiap orang berhak memperoleh kesempatan memperolehnya. Kisah Muhammad Jamaluddin (32), seorang pemuda asal Depok, Jawa Barat, dapat menjadi inspirasi bagi para pemuda maupun pemudi untuk tak berhenti gentar hati.

Mulanya, Jamal hanyalah seorang pengangguran, sulit baginya mendapatkan pekerjaan. Setelah lulus dari jenjang sekolah di sebuah SMK pada tahun 2006, ia tak mampu lagi melanjutkan pendidikan. Ayahnya telah meninggalkannya setahun sebelum kelulusannya. Tanggungan sebagai tulang punggung keluarga beralih kepada dirinya.

Sempat sekali ikut bekerja sebagai tenaga elektronika, namun yang dihasilkannya hanya trauma akibat mendapat banyak tekanan. Jamal menganggur lagi. Padahal, ia harus membantu ibunya mencari biaya untuk sekolah sang adik, juga untuk kebutuhan keluarga setiap harinya.  

“Saya sempat ikut kerja. Tapi ternyata kerja justru membatasi saya. Saya banyak mendapatkan tekanan dari pekerjaan. Akhirnya saya memilih untuk berhenti kemudian beralih ikut orang kerja bangunan. Hasilnya lebih sedikit lagi,” aku Jamal kepada tim Dompet Dhuafa ketika ditemui di kediamannya, Kamis (29/10/2020).

Doa pun selalu ia panjatkan kepada Sang Pencipta. Berharap mendapatkan pekerjaan yang nyaman, menambah banyak ilmu pengetahuan dan pengalaman, meski tak harus menempuh jenjang pendidikan lanjutan.  

“Bapak sudah meninggalkan kami sejak tahun 2005. Jadi setelahnya saya yang menjadi tulang punggung bagi ibu dan adik saya yang masih sekolah. Saat itu saya memang sangat kesusahan mencari pekerjaan. Kemudian suatu ketika saya liat brosur kursus yang diadakan oleh Institut Kemandirian (IK) Dompet Dhuafa. Kata saya, ‘Wah ini mungkin jadi kesempatan bagi saya’,” lanjutnya menceritakan.

Memiliki dasar elektronik, membuat Jamal tertarik dan yakin untuk mendaftar di bidang elektronik. Setelah mengikuti beberapa tahap seleksi, Jamal dinyatakan lolos. Sebulan lamanya, pelatihan demi pelatihan ia ikuti. Menurutnya, hal yang ia sukai di Institut Kemandirian adalah, karena yang didapatkannya tidak hanya pelatihan skill, namun penanaman jiwa kewirausahaan, juga mindset berkehidupan sosial.

“Akhirnya saya semakin terdorong kuat untuk berwirausaha. Setelah satu bulan mengikuti pelatihan di IK, saya kemudian langsung ikut magang difasilitasi oleh instruktur IK. Waktu itu tempat magang di daerah Kampung Melayu (Jakarta Timur), sedangkan rumah saya di Depok. Jadi tiap hari saya upayakan pulang-pergi pagi-malam magang di sana,” ungkapnya. (Dompet Dhuafa / Foto & Penulis: Muthohar / Editor: Dhika Prabowo)