Memaknai Ibadah Haji dan Kurban (Bagian Satu)

Ibadah Haji dan Kurban: Membumikan Nilai-nilai Kesalehan Sosial dan Pembelajaran Dialogis dengan Al-Haqq Menuju Internalisasi Haqq.

Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): “Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif, dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. (QS. An-Nahl : 123)

Tak dapat disangkal bahwa sesungguhnya setiap manusia dalam agama apapun, secara fitrah berkepentingan untuk beribadah dan berkomunikasi dengan Tuhannya. Oleh karenanya dengan bijak Tuhan selau menentukan tempat tertentu bagi setiap umat beragama untuk berkumpul melakukan peribadatan dan berkomunikasi dalam rangka mendekatkan diri kepada-Nya.

Bagi ummat pengikut agama Ibrahim AS, Allah SWT telah menentukan tanah haram Mekkah sebagai tempat untuk menjalankan syari’at ibadah haji dan kurban sejak Ibrahim AS. dan Ismail AS. menerima amanat peribadatan tersebut, hingga Nabi Muhammad SAW diutus untuk menyempurnakan syari’at yang diamanatkan Allah SWT kepada kedua moyangnya tersebut.

Setelah khalilullah Ibrahim AS. selesai membangun Baitullah, dikatakan kepadanya : “Wahai Ibrahim, seru dan perintahkanlah manusia untuk melaksanakan haji!”.

Ibrahim berkata : “Ya Rabb, bagaimana aku bisa melakukannya, sedangkan suaraku tidak sampai (karena jauh dan tidak ada orang disekitarnya)”.

Allah SAW berfirman, “Lakukanlah (serulah) dan Aku yang akan menyampaikan kepada mereka”.

Maka nabiyallah Ibrahim menaiki bukit Abi Qais, yang berteriak : “Wahai manusia, sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada kalian semua untuk berhaji di Baitullah ini, supaya kalian dibalas/dimasukkan ke surga dan diselamatkan dari neraka, lakukanlah ibadah haji!”.

Ibadah Haji dan Kurban: Asal Mula Talbiyah

Atas seruan tersebut setiap manusia yang ada di tulang sulbi laki-laki dan rahim wanita, menjawab dengan untaian kalimat yang indah. Yaitu talbiyah : Labbaikallahumma Labbaik, Labbaika La Syarika Laka Labbaik, Innal Hamda Wan Ni’mata Laka Wal Mulk La Syarikalak.

Ibnu Abbas mengatakan itulah asal mula talbiyah itu dikumandangkan, yaitu ketika Allah SWT memerintahkan kepada Ibrahim supaya menyeru manusia untuk menunaikan haji. (Al Qurthuby 2:2097). Berkenaan dengan peristiwa tersebut Allah SWT mengabadikannya dalam Al Quran sebagaimana tertulis diatas (QS. 22:27-28).

Setiap tahun, jutaan jamaah haji dari seluruh pelosok dunia datang berbondong-bondong menuju dua kota suci, demi menunaikan rukun Islam kelima, beribadah haji. Pada tahun 2021 ini, ujian bagi bangsa Indonesia untuk yang kali kedua tidak memberangkatkan jamaah haji akibat situasi pandemi Covid-19 yang terus mewabah.

Kita berharap dan berdoa kepada Allah agar tahun depan kondisi sudah semakin baik. Dan bangsa Indonesia dapat memberangkatkan lagi tetamu Allah menjadi bagian jutaan kaum muslimin dunia. Dari berbagai latar belakang, suku dan bangsa berbaur menjadi satu, berpadu dalam ibadah yang sama di tanah suci. Sudah pasti, hati mereka penuh harap agar ibadah yang diwajibkan sekali seumur hidup dapat diterima sebagai haji mabrur.

Apalagi, ganjaran sebuah haji yang mabrur adalah sebaik-baik balasan. Rasulullah SAW bersabda: “…dan tiada balasan bagi haji mabrur selain surga” (HR. Bukhari dan Muslim).

Sudah menjadi kaidah, bahwa tidaklah Allah SWT memerintahkan suatu perkara melainkan dalam perkara yang diperintahkan tersebut ada manfa’atnya, pasti ada kebaikan bagi manusia. Dan tidaklah dilarang dari suatu perkara melainkan dalam perkara yang dilarang tersebut ada madharatnya. Ayat diatas menyatakan “Liyasyhaduu  Manaafi’a Lin Naas… supaya mereka bisa menyaksikan banyak manfaat/faidah dari ibadah haji tersebut. (Dompet Dhuafa / Ahmad Fauzi Qosim / Dhika Prabowo)

CTA Kurban Dompet Dhuafa