Kisah Misbahul Arifin, Penerima Manfaat Bakti Nusa yang Memperjuangkan Hak-hak Disabilitas (Bagian II)

JAKARTA – “Dalam beberapa kesempatan entah itu seminar atau lainnya. Saya selalu menyuarakan untuk penghilangan segala bentuk marjinalisasi,” terang Misbahul Arifin (22), beberapa hari lalu.

Dalam salah satu esainya yang berjudul “Teknik Mentoring Masyik untuk Meningkatkan Regulasi Diri dan Motivasi Diri Tunanetra dalam Kehidupan Sehari-hari dengan Metode Qurani”. Mengantarkan Misbah—panggilan akrab Misbahul Arifin—menjadi penerima manfaat beasiswa Bakti Nusa 2019.

“Melalui tulisan dan saya implementasikan dalam bentuk program. Saya menggunakan metode untuk meningkatkan percaya diri mereka. Sehingga mereka mampu beradaptasi dengan lingkungannya. Karena satu kampung itu pasti ada disabilitasnya. Saya ingin mereka punya kapasitas, mengembangkan potensi diri dan pola komunkasi,” ungkapnya.

Hingga kini, baik sebelum atau sesudah lulus dari beasiswa Bakti Nusa, Misbah sering mengisi seminar-seminar baik bersifat akademis maupun non akademis. Paling sering perihal motivasi-motivasi untuk peningkatan kapasitas diri sendiri. Terutama bagi masyarakat marjinal dan disabilitas.

“Motivasi untuk masyarakat marjinal itu penting. Begitu juga untuk masyarakat umum. Terutama mereka yang ada di bangku SMP dan SMA. Mereka harus diarahkan sedini mungkin. Hingga jangan sampai ketika mereka mencapai usia 20 tahun, mereka tidak punya cita-cita,” terangnya.

Menyandang disabilitas tunanetra, tidak membuat Misbah menyerah. Bahkan juga dengan kondisi finansial yang kurang mapan. Misbah tetap percaya diri dan berani.

“Kita harus tetap berjuang. Menggantungkan cita-cita setinggi-tingginya hingga tercapai. Namun seseorang tidak akan mencapainya apabila tidak mempunyai jiwa kepemimpinan, jiwa religius, akademis dan sosial. Terlepas sebanyak ilmu apapun yang didapat. Itu semua saya dapati di beasiswa Bakti Nusa 2019,” tutup Misbah. (Dompet Dhuafa/Henny)