Pengalaman Penyintas Covid-19 di Hari Ibu: Tetap Kuat Demi Sang Anak Tercinta

BOGOR, JAWA BARAT — Pertama kali mengetahui dirinya terkonfirmasi positif Covid-19, tentu mengejutkan bagi keluarga dan kerabat terdekatnya. Hal itu disusul dengan laporan susulan tentang sang anak yang ternyata juga positif Covid-19 beberapa hari kemudian.

“Anak saya mempunyai riwayat kejang dan bronchopneumonia, di situlah saya merasa sangat sedih, terguncang, dan entah berapa kali saya tumpahkan air mata memohon agar Allah tidak memberikan sakit untuk anak saya. Doa saya, tolong pindahkanlah sakit anak saya ke saya saja,” ungkap salah seorang ibu penyintas Covid-19 asal Tangerang Selatan tersebut (Senin, 21/12/2020).

Setelah tahu bahwa dirinya terpapar Covid-19, beliau beserta anaknya langsung dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan lanjut, yakni Rumah Sakit Rumah Sehat Terpadu (RST) Dompet Dhuafa. Dengan pengawasan intens dari para tenaga medis membuat beliau menjadi sedikit lebih tenang.

Beliau bercerita, selama dalam masa isolasi, beliau tetap berusaha agar selalu bahagia dan menjadi sosok yang tangguh di hadapan anaknya. Khawatir apabila imun menurun akibat stress maka akan membuat kondisi kesehatannya tambah buruk.

“Ketika di depan anak, saya berusaha tetap terlihat bahagia dan kuat mendampingi anak saya yang alhamdulillah masih happy, aktif dan terus mengajak bermain,” imbuhnya.

Menjelang Hari Ibu yang jatuh tiap tanggal 22 Desember, memberi warna tersendiri bagi dunia. Tidak terkecuali Indonesia. Jika biasanya Hari Ibu dimaknai dengan berbagai aktivitas bersama ibu tercinta, dengan kehadiran pandemi Covid-19, membuat seluruh masyarakat kembali menyesuaikan diri dalam memaknai Hari Ibu. Sebagaimana yang terjadi pada salah seorang penyintas Covid-19 yang sedang berada di ruang isolasi Rumah Sakit RST Dompet Dhuafa, Bogor.

“Bukankah pasien Covid-19 harus berusaha bahagia agar imunnya meningkat? Jujur saat itu saya menjadi lupa bahwa saya juga sedang sakit karena yang saya pikirkan dan prioritaskan adalah anak saya,” lanjutnya.

Dalam momen tertentu bahkan beliau memohon kepada pihak rumah sakit untuk mengizinkan suaminya untuk berkunjung. Namun tentu hal tersebut tidak dibolehkan oleh rumah sakit. Alhasil, interaksi yang terjadi berlangsung via daring.

“Dua hari pertama menjalani isolasi di rumah sakit rasanya seperti ingin menyerah, ingin pulang, bahkan sempat meminta nakes agar diijinkan membawa serta suami agar bisa merawat saya yang memang masih lemah.Tapi tentu saja tidak diperbolehkan siapapun masuk ke red zone, kecuali tenaga medis,” pungkasnya.

Di Hari Ibu ini menjadi momentum sendiri bagi beliau untuk lebih semangat dalam menjaga kesehatan diri maupun kerabat dekatnya. Ibu manapun pasti tidak akan membiarkan sesuatu apapun akan menyakiti buah hatinya. Sehingga dibalik peristiwa ini ada kuasa Tuhan, yang menetapkan diri  untuk semakin bersyukur atas nikmat Tuhan yang telah diberikan selama ini, bersyukur beribadah dengan sehat, atas kehangatan kebersamaan keluarga,merasakan berbagai makanan, beraktivitas tanpa halangan.

“Saya dan anak saya termasuk patuh pada protokol kesehatan dan melakukan segala bentuk ikhtiar menjaga imun tubuh. Namun ternyata itu saja belum cukup. Kita haru bersyukur atas seluruh nikmat yang diberikan oleh Allah. Sambil tetap mematuhi protokol kesehatan 3M, karena hal tersebut juga salah satu bentuk kita menyayangi sesama,” tambah beliau.

“Saya berulang kali katakan ke anak saya kalau kita akan segera sehat dan kondisi pulih. Meski saya tahu dia belum sepenuhnya mengerti,” tutup beliau.

Selain di Rumah Sakit RST Dompet Dhuafa, Dompet Dhuafa juga menyiapkan rumah sakit penanganan Covid-19 lainnya yakni Rumah Sakit Kartika Pulomas Dompet Dhuafa. Kedua rumah sakit tersebut dilengkapi dengan layanan lab PCR Swab Test dan ruang isolasi bagi penyintas Covid-19. (Dompet Dhuafa / Fajar)