Satu Tahun Covid-19 di Indonesia: 29 Juta Orang Kena PHK

TANGERANG — Nurhalimah (41), masih tidak percaya bahwa ia sudah tidak memiliki pekerjaan. Empat tahun ia menjadi pekerja pabrik tekstil di Tangerang, dan tiba-tiba ia dirumahkan. Dengan alasan efisiensi pekerja, Nurhalimah dan ribuan temannya terpaksa harus dirumahkan. Sebagian yang lain langsung kena PHK.

Walau hanya dirumahkan, namun tidak jelas kapan ia bisa bekerja kembali. Selama di rumah, ia pun tak dapatkan gaji. Dilema ia rasakan, karena ada tiga anak yang harus ia beri makan di rumah. Nurhalimah jadi satu diantara puluhan juta pekerja yang terdampak Covid-19.

"Sudah sejak bulan April mas, dipulangkan, tapi juga tidak di gaji. Belum tau kapan dipanggil lagi," terang Nurhalimah saat ditemui di rumahnya, Desa Kayu Bongkok, Kecamatan Sepatan, Kabupaten Tangerang bulan April tahun 2020 lalu.

Sebuah paket sembako hasil donasi amanah BMW Cars Club, Dompet Dhuafa salurkan kepada Nurhalimah. Senang bukan kepalang, dua minggu setelahnya, Nurhalimah tak perlu khawatir mengenai kebutuhan makan keluarganya.

Apa yang Nurhalimah alami jadi bukti, nyatanya Covid-19 juga ikut berdampak pada bidang lain, seperti ekonomi. Jutaan pekerja harus terkena PHK, pedagang kecil tak dapat penghasilan dampak tak adanya keramaian. Bahkan survei dari Saiful Mujani, Research and Consulting (SMRC) menyebut sekitar 29 juta warga Indonesia mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada pertengahan tahun 2020.

Meski begitu, aksi simpatik masyarakat makin menggeliat dengan lesunya ekonomi masyarakat. Kolom donasi Dompet Dhuafa dipenuhi amanah minat berdonasi masyarakat. Donasi yang terkumpul disalurkan dalam berbagai kampanye kebaikan di tengah pandemi. Diantaranya progam sembako untuk korban PHK, seperti yang diterima Nurhalimah di awal tulisan.

Berbeda dengan Nurhalimah, Yopi (40) pedagang mie ayam asal Rorotan, Jakarta Utara, bernasib tak jauh beda. Karena Covid-19, mie ayamnya kini tak selaku dulu. Tempat ia mangkal pun sepi, sejauh apapun ia mendorong gerobaknya, tak nampak pelanggan memanggil. Karena tak ada kulkas, sayurnya layu, mie yang ia buat basi, bahan lain sudah tak layak jual, Yopi merugi. Satu bulan pun ia jalani tanpa berjualan sama sekali.

“Dulu kalau jualan bisa habis 50-60 porsi. Corona datang mulai berkurang yang beli, sepi, sampai bener-bener tutup sebulan lebih,” aku Yopi.

 

Seperti Yopi, Covid-19 ikut menyerang ekonomi masyarakat kecil. Pedagang tak dapat penghasilan, dampak tidak adanya keramaiaan di tempat ia biasa berjualan. UMKM lesu, karena pasar tak seramai sebelumnya. Laporan survei Asian Development Bank (ADB) juga menyatakan bahwa UMKM yang berhenti seketika karena terdampak Covid total 48,4 persen dari 60 juta. Berarti, kurang lebih, hampir 30 juta UMKM.

Bermula pada hal itu, Dompet Dhuafa menginisiasi progam Keluarga Tangguh, berupa bantuan modal untuk menggeliatkan padagang kecil. Memanfaatkan jejaring Dompet Dhuafa di Nusantara, bentuan tersebut disebarkan di berbagai keluarga pedagang kecil yang terdampak Covid-19.

Sebuah perusahaan minyak asal Thailand, PTTEP, ikut serta dalam kampanye tersebut. Pada Agustus lalu, melalui Dompet Dhuafa menyalurkan bantuan modal usaha kepada para pedagang kecil yang terdampak Covid-19. Yopi yang sebelumnya putus asa, kini dibelikan kulkas baru untuk menyimpan mie, sayur, dan bahan jualan lainnya, sehingga tidak mudah basi. Peralatan yang sudah menganggur berbulan-bulan pun diperbaharui. Sejak Agustus lalu, Yopi pun bisa berjualan kembali. Mie ayamnya pun dikenal kembali. (Dompet Dhuafa / Zulfana)