Sedekah Al Quran untuk Para Santri Dhuafa di Dayah Aceh

ACEH — Sore itu para santri sedang belajar Al Quran dan nahwu-shorof di pelataran balai Dayah Darul Nahli, Desa Ateuk, Pemukiman Lamteuba, Kecamatan Seulimeum, Aceh, Rabu (31/3/2021). Seorang guru/ustadz menuturkan dan melafadzkan bacaan, kemudian para santri mengulangnya secara bersamaan. Selain itu, dengan kompak di sela-sela pengajaran, guru dan para santri melantunkan  sholawat dan beberapa nadzom sebagai salah satu upaya merehatkan pikiran.

Semangat belajar dan mengaji Al Quran para santri Dayah Darul Nahli memanglah sangat tinggi. Namun terkadang semangat mereka harus terhambat dengan kondisi mushaf yang sudah tua, rapuh, bahkan hilang sebagian halamannya. Meski tidak banyak mengurangi rasa semangat mereka, namun tetaplah hal tersebut menjadi kendala.

Meminimalisir permasalahan tersebut, Dompet Dhuafa menyalurkan sebanyak 50 Al Quran kepada Dayah Darul Nahli untuk santri-santri yang sedang giat menuntut ilmu agama dan belajar Al Quran di sana. Penyaluran Al Quran tersebut merupakan bagian dari Program Sedekah Al Quran Dompet Dhuafa yang disebar luaskan ke daerah-daerah pelosok negeri di seluruh Nusantara.

Kepala Cabang Dompet Dhuafa Aceh, Rizki Fauzan, mengatakan, Desa Ateuk termasuk daerah yang marginal, sulit dijangkau dan jauh dari pusat kota. Sedangkan Dayah (Pesantren) Darul Nahli merupakan pesantren yang menaungi para santri-santri dari kalangan dhuafa, fakir, miskin, bahkan anak-anak yatim.

Saat tim Dompet Dhuafa tiba di sana untuk menyalurkan sedekah Al Quran ini, terpancar raut senyum senang di setiap wajah mereka. Muhammad Agin Nastiar (14), salah satu santri asal Lampanah, Seulimeum, Aceh Besar, mengucapkan sangat senang adanya keberadaan Al Quran terbaru telah datang. Dengan begitu, Al Quran lusuh yang ia baca sehari-harinya, dapat tergantikan dengan yang baru, lebih jelas, lebih bening, dan lebih rapih.

Agin menceritakan, dirinya masuk Dayah Darul Nahlisejak tahun 2020 lalu. Alasannya masuk ke pesantren adalah untuk menuntut ilmu dengan tulus. Alasan lainnya adalah ia ingin belajar di pesantren untuk menjadi ustadz. Menurutnya, saat ini banyak ulama-ulama yang telah wafat dan harus ada penerusnya.

“Saya ingin mengangkat martabat keluarga baik di dunia maupun di akhirat nanti. Cita-cita saya dalah menjadi ustadz. Setelah lulus dari pesantren ini juga nanti akan tetap tinggal dan mengabdi di pesantren,” imbuhnya.

Salah satu dewan guru, Rizki Amanda asal Lam Aping, Kecamatan Seulimuem, mengungkapkan, Al Quran-Al Quran di sini umurnya kondisinya sudah cukup lama. Jadi, sudah sangat wajar jika kondisinya sudah lusuh, terlipat, bahkan tidak sedikit yang halamannya robek dan hilang.

“Padahal kita dalam membaca mushaf Al Quran harus sangat diperhatikan kebenaran bacaannya. Karena itu adalah kalam Allah. Apabila salah dalam membaca Al Quran, itu sama saja dengan merobek isi al-Quran,” tuturnya.

Ia melanjutkan, tujuannya mengabdi di Dayah ini adalah semata-mata tulus ingin mencari rido dari Allah SWT. Karena tujuan ia saat menimba ilmu adalah untuk mencari rido Allah, maka setelahnya ia mengabdi juga karena ingin mencari rido-Nya.

“Saya mengabdi di sini tulus adalah karena ingin mencari rido dari Allah SWT. Saya dulu datang ke sini adalah memang untuk belajar mengaji agama dan Al Quran, jadi sekarang apa yang saya dapatkan saya amalkan dan saya turunkan kembali kepada adik-adik saya di pesantren ini,” ujarnya.

Teungku Abbas, Pimpinan Dayah Darun Nahli menambahkan, kondisi pesantrennya kini memang sedang mengkhawatirkan, terlebih pada masa pandemi. Menurutnya, meski tidak begitu berpengaruh, namun adanya pamdemi semakin mengkhawatirkan. Sebab, tidak ada bantuan masuk. Padahal para santri di sana merupakan santri-santri yatim dan dhuafa. Mereka juga tidak dikenakan biaya selama mencari ilmu di sana. (Dompet Dhuafa / Muthohar)