Hukum Berkurban Menurut 4 Imam Mahdzab

Sebagai seorang muslim, bagaimana ya hukum berkurban? Apakah wajib dilaksanakan? Jika wajib, bagaimana penerapan hukumnya? Untuk mengetahuinya, kita butuh rujukan yang jelas dalam melaksanakan hukum berkurban.

Secara bahasa, kurban memiliki makna memotong atau menyembelih hewan pada Hari Raya IdulAdha. Sedangkan dalam Quran Surat Al-Hajj ayat 34, kurban dilakukan dengan menyembelih hewan ternak tertentu seperti unta, sapi, kambing, kerbau, domba, dan lembu. Ibadah kurban diniatkan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Dalam Surat Al-Kautsar ayat 108 berbunyi, “Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah.” Pada ayat ini perintah kurban bersanding dengan perintah shalat, yang merupakan kewajiban bagi setiap muslim. Apakah nilai ibadah berkurban menjadi ‘sama’ wajibnya seperti shalat? Berikut ini adalah hukum berkurban menurut 4 Imam Mazhab yang perlu Sahabat ketahui.

1. Hukum Berkurban Menurut Mazhab Imam Hanafi

Mazhab Hanafi didirikan oleh Imam Abu Hanifah. Walaupun menjadi Mahdzab yang paling tua usianya, Mazhab Hanafi terkenal sebagai mazhab yang paling terbuka dengan ide modern.

Dalam hukum berkurban, Imam Hanafi berpendapat bahwa apabila seseorang yang mampu secara finansial, maka diwajibkan baginya untuk berkurban. Mampu dalam ukuran, memiliki kekayaan minimal sebesar 200 dirham, atau kekayaan harta yang dimiliki telah mencapai nisab zakat. 

Jika seseorang yang telah memiliki harta yang berlebih, namun tidak berkurban, maka orang tersebut telah berdosa karena meninggalkan ibadah wajib. Hal ini berdasar hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Ibnu Majah yang berbunyi, “Dari Abu Hurairah, Nabi SAW bersabda: Barang siapa mendapatkan kelapangan tetapi tidak berkurban, maka janganlah dia mendekati tempat shalat kami.”

Berkurban menjadi wajib hukumnya apabila memiliki kemampuan secara harta. Namun, menurut sebagian ulama Mazhab Hanafi, Seperti Abi Yusuf dan Muhammad, hukum berkurban adalah sunnah muakkad. Yaitu amalan sunnah yang sangat dianjurkan untuk menyempurnakan ibadah.

Hukum berkurban lainnya menurut Imam Hanafi, bagi seorang musafir tidak dianjurkan untuk berkurban. Bagi anak yang belum baligh, berkurban menjadi sunnah, namun pembelian hewan diambil dari harta orangtua atau walinya.

2. Hukum Berkurban Menurut Mazhab Imam Maliki

Selain Mazhab Hanafi, ada pula mazhab Imam Maliki. Mazhab maliki didirikan oleh Malik bin Anas, atau yang biasa dikenal dengan nama Imam Malik. Imam Malik terkenal sebagai seorang periwayat hadits. Hukum-hukum yang dibuatnya, banyak dipengaruhi sunnah Nabi.

Hukum berkurban berlaku apabila seseorang mampu membeli hewan ternak, dengan uang yang didapatkannya dalam waktu satu tahun. Sekilas hukum berkurban Imam Maliki sama dengan Mazhab Hanafi, namun perbedaannya ada di ‘cara membeli hewan kurban’. Imam Maliki memperbolehkan berutang untuk membeli hewan qurban.

Bagi Imam Maliki, hukum berkurban memiliki nilai sunnah muakkad, namun dapat berubah menjadi makruh bagi seseorang yang mampu berkurban namun tidak melakukannya. Makruh adalah hukum yang bernilai sebuah pelarangan, namun bisa dilakukan tidak mendapat konsekuensi dosa. Bagi seorang mussafir, hukum berkurban menjadi sunnah. Sedangkan bagi anak yang belum baligh, hukumnya sama seperti Mazhan Hanafi, yaitu sunnah dengan mengambil harta dari walinya.

3. Mazhab Imam Syafi’i

Mazhab Imam Syafi’i memiliki corak pemikiran konvergensi atau dapat diartikan sebagai pertemuan antara rasional dan tradisional. Didirikan oleh Abu Abdullah Muhammad bin Idris as-Syafi’i atau biasa dikenal dengan Imam Syafi’i.

Bagi Mazhab Syafi’i, seseorang yang dinilai telah memiliki kelapangan harta dan mampu membeli hewan kurban, dengan catatan telah memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya pada hari Idul Adha serta hari-hari tasryik, maka diwajibkan berkurban. Namun apabila hartanya tidak ada sisa lebih setelah memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya, maka tidak diwajibkan berkurban. 

Hukum berkurban menurut Imam Syafi’i, bernilai sunnah muakad. Cukup sekali berkurban dalam seumur hidup. Tidak perlu dilakukan selama setahun sekali. Dalam Mazhab Syafi’i terdapat dua hukum cara untuk melaksanakannya kurban. 

Pertama hukum Sunnah ‘Ain, yaitu sunnah kurban yang dilakukan secara perorangan, bagi orang yang memiliki kemampuan untuk berkurban. Kedua adalah hukum Sunnah Kifayah, yaitu apabila ada satu keluarga, berapapun jumlahnya, jika salah satunya ada yang berkurban, maka cukup untuk mewakili semua keluarganya. Hal ini sesuai dengan sabda rasulullah yang diriwayatkan dalam hadits.

Mikhnaf bin Sulaim berkata: “Ketika kami berkumpul bersama Nabi Saw, aku mendengar beliau berkata: Wahai para sahabat, untuk setiap satu keluarga setiap tahunnya dianjurkan untuk berkurban.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Turmudzi. Hadis Hasan Gharib).

Bagi seorang musafir, menurut Imam Syafi’i bernilai sunnah. Boleh dilakukan. Hukum berkurban atas nama anak-anak yang belum baligh hukumnya tidak disunnahkan.

4. Mazhab Imam Hambali

Mazhab Hambali juga bisa dikenal sebagai Hanabila. Didirikan oleh Ahmad bin Muhammad bin Hambal. Memiliki corak pemikiran tradisional. Hukum yang dibuatnya berdasar Al-Qur’an, Sunnah, dan Ijtihad Ulama. Bila dalam kondisi terpaksa, beliau menggunakan hadits mursal dan qiyas.

Imam Hambali berpendapat jika seseorang bisa mengusahakan diri untuk membeli hewan kurban, walaupun dengan cara berutang, maka dia dianjurkan untuk berkurban. Hukum berkurban wajib bagi seseorang yang mampu melakukannya, namun menjadi sunnah bila seorang muslim tidak mampu menunaikannya.

Jika seorang muslim menjadi musafir, disunnahkan baginya untuk berkurban. Sedangkan bagi anak-anak yang belum baligh, tidak disunnahkan.

Walaupun ada persamaan serta perbedaan dalam hukum berkurban menurut 4 Imam Mazhab, semua ulama bersepakat apabila seorang muslim pernah bernazar kurban, maka menjadi wajib hukumnya. Menjadi akan berdosa bila nazar tidak dipenuhi.

Bagi seorang muslim yang mampu secara harta, seharusnya tidak meninggalkan kewajiban untuk berkurban. Karena kurban dapat mendekatkan diri kita kepada Allah SWT, dapat menjadi pengalaman spiritual mengingat kembali sejarah Nabi Ibrahim mengurbankan anaknya untuk taat kepada Allah. Yuk jadi manfaat lagi dari kurban, Sahabat dapat berkurban di Dompet Dhuafa dengan klik link berikut ini.

CTA Kurban Dompet Dhuafa