Harta adalah rezeki dan nikmat yang Allah berikan untuk manusia. Akan tetapi perlu kita catat bahwa harta tersebut adalah harta yang didapatkan dengan jalan yang halal dan tidak melanggar hukum-hukum dari Allah SWT. Untuk itu ada beberapa cara yang dilarang dalam Islam untuk mendapatkan harta. Berikut adalah penjelasannya.
- Judi
Sebelum Rasulullah SAW mendakwahkan Islam di Mekkah, banyak sekali masyarakat Mekkah yang jahiliah melakukan perjudian. Judi menjadi hal yang sangat biasa bahkan membudaya bagi masyarakat jahiliah di zaman tersebut.
Semenjak Islam datang, Rasulullah SAW mulai mendakwahkan bahwa perjudian dilarang karena memiliki dampak yang buruk bagi perekonomian masyarakat. Judi mengandung unsur gambling dan merusak sistem ekonomi. Hal ini juga disampaikan dalam ayat berikut.
”Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamer, perjudian, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaithan. Maka, jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapatkan keberuntungan. Sesungguhnya syaithan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran meminum khamer dan berjudi itu, dan menghalang-halangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan perbuatan itu).” (QS Al-Maidah: 90-91)
Contoh perjudian misalnya adalah pertaruhan, permainan yang melibatkan pertaruhan uang, dsb. Di masa kini walaupun judi sudah jelas diharamkan dan dilarang oleh hukum yang berlaku, masih banyak yang melakukannnya. Ditambah lagi perjudian tersebut juga dilakukan secara online.
- Riba
Dalam sudut pandang ekonomi, pemaknaan dan penafsiran tentang riba memiliki berbagai sudut pandang serta perbedaan dari para ulama dan ahli ekonomi Islam. Namun, dapat ditegaskan bahwa riba sendiri adalah tegas hukumnya yaitu haram. Hal ini seperti yang dijelaskan dalam ayat berikut.
”Orang-orang yang maka (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaithan, lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai padanya larangan Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS Al-Baqarah: 275)
Harta riba yang tentu saja dapat membuat kerugian dan juga mencekik seseorang. Misalnya saja pada zaman di Mekkah dulu, banyak sekali orang-orang yang miskin dan membutuhkan bantuan untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya, namun tidak memiliki penghasilan. Mereka terpaksa meminjam uang dengan ada tambahan biaya yang besar (bunga) untuk mengembalikan pinjamannya. Lebih parah lagi di zaman saat ini, bunga pun bisa berbunga kembali dan mencekik peminjamnya. Sedangkan yang memberi pinjaman semakin kaya. Artinya ia mendapat keuntungan di tengah penderitaan dan kesulitan orang lain.
Ciri-ciri dari bunga juga adalah mengambil keuntungan dengan mengeksploitasi orang lain, tapi orang tersebut tidak mendapatkan upah. Tentu saja, harta seperti itu adalah harta yang mendzalimi dan Allah akan membalas kelak di akhirat dengan balasan yang setimpal.
- Penipuan
Secara universal, manusia bisa menalar bahwa penipuan dalam sudut pandang apapun tentu suatu yang dilarang dan tidak bisa dibenarkan. Menipu bisa saja dilakukan oleh orang yang berjualan. Misalnya menjual sesuatu dengan harga tinggi padahal kualitas barang yang dijualnya sangat rendah atau tidak sesuai dengan harga tersebut.
Penipuan juga bisa dilakukan dengan bentuk perjanjian yang dipalsukan atau dibuat seakan-akan benar tapi sebenarnya banyak memiliki jebakan. Hal ini juga dilarang, untuk itu perjanjian dan segala akad tertentu harus dijelaskan secara detail dan tegas agar tidak terjadi permasalahan di masa depan.
Dalam sebuah hadits riwayat Imam Bukhari diriwayatkan dari Abdullah bin Umar RA, bahwa ada seorang laki-laki yang telah menipu dalam jual beli. Kemudian, Rasulullah bersabda, “Apabila kamu menjual, maka katakanlah: ‘Tidak ada penipuan.’”
Selain merugikan pembeli sebenarnya penipuan juga merugikan penjual. Ia tidak akan lagi dipercaya oleh pembeli atau pasar. Suatu saat ia pun akan mendapat kerugian jauh lebih besar dibanding, walaupun ia mendapatkan hasi lebih dari keuntungan yang dia terima di awal kali saat menipu.
- Pencurian
Dalam QS Al-Maidah ayat 38, Allah menjelaskan dengan sangat tegas bahwa mencuri adalah suatu hal yang dilarang dan akan mendapatkan balasan berupa siksaan di akhirat. “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.
Perilaku mencuri adalah perilaku kezaliman yang merugikan orang lain. Perilaku ini jika dilakukan dan tanpa ada hukuman tentu saja akan membawakan efek buruk pada kultur, budaya, dan sistem ekonomi masyarakat. Allah sudah memerintahkan manusia untuk mencari rezeki dengan bekerja dan berusaha dengan segenap ikhtiar kita. Tentu bukan suatu yang adil, jika pencurian dibiarkan dan terus ada di masyarakat. Keresahan pun akan timbul.
Karena mencuri adalah suatu perilaku zalim, maka ingatlah bahwa Allah akan melaknat orang-orang yang zalim seperti yang disampaikan dalam QS Hud, ayat 102 berikut. “Dan begitulah azab Tuhanmu, apabila Dia mengazab penduduk negeri-negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya azab-Nya itu adalah sangat pedih lagi keras.”
- Penimbunan
Diriwayatkan di dalam Shahih Muslim dari Sa’id Bin Al Musaib dari Ma’mar Bin Abdullah Al Adawi, bahwa Rasulullah SAW bersabda: ”Tidak akan melakukan penimbunan selain orang yang salah.”
Penimbunan, walaupun harta yang dibuat untuk membeli barang-barang tertentu didapat dengan cara yang halal, namun akan menjadi haram. Dampak dari penimbunan adalah adanya ketidakadilan dalam distribusi suatu barang. Apalagi jika barang tersebut adalah barang pokok yang dibutuhkan oleh banyak orang.
Dalam kasus tertentu, penimbunan dilakukan bukan hanya untuk menyelamatkan kebutuhan pokok seseorang karena takut kehabisan saja, melainkan juga untuk tujuan bisnis. Dengan minimnya beredar barang tersebut di pasaran, maka harganya akan melesat naik dan akan menjadi keuntungan bagi yang memiliki barang tersebut, yang ditimbun olehnya.
Misalnya saja, seperti penimbunan masker, hand sanitizer yang pernah terjadi pada tahun 2020, di masa pandemi Covid-19 di Indonesia. Harga masker dan hand sanitizer menjadi naik tajam sedangkan yang bisa membeli hanya orang yang memiliki harta lebih. Padahal, ini adalah kebutuhan dari semua orang.
Itulah beberapa hal yang haram dilakukan oleh umat Islam dalam mengembangkan harta. Semoga kita terhindari dari harta yang haram dan dapat membuat membuat keberkahan hidup kita menjadi hilang.