Penguatan Hati dan Cinta Damai: Fitrah Islam Dalam Kacamata Muhammad Nawawi (Bagian Satu)

TANGERANG SELATAN — Belum lama ini Indonesia kembali dihadang pada dua persoalan yang beririsan dengan keagamaan. Pertama kasus Remi Indonesia dan bom bunuh diri di Medan. Kasus pertama diduga penistaan agama. Sedangkan yang kedua, pelaku bom bunuh diri disinyalir terlibat dalam jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD). Maka dari itu ada baiknya kita coba dalami kembali Islam untuk memberikan pemahaman yang lebih segar.

Sehubung dengan itu, Muhammad Nawawi (32), salah seorang penerima manfaat atau santri dari Pesantren Muallaf Dompet Dhuafa berbagi pengalamannya.

“Secara pribadi, saya memang sempat membaca kitab-kitab suci lainnya. Dan secara garis besar, atau benang merahnya itu sama yakni Tauhid: sembahlah dia yang darinya semua ini berasal. Jadi saya di situ melihat bahwa substansi yang melatarbelakanginya semua ini adalah Allah. Namun implementasinya yang berbeda,” ujar pria asal Medan ini.

Menurutnya, ada beberapa oknum pemuka yang kurang bisa memberikan pemahaman yang sebenarnya. Tidak bisa membuka percakapan dari sisi lain. Yang dicontohkan beliau seperti angka. Jika melihat angka 6, orang akan berpikir kalau itu benar-benar angka 6. Namun jika dilihat dari sisi lain, angka tersebut bisa juga dilihat sebagai angka 9 (sembilan).

Ia melanjutkan, “Di situlah saya melihat, dalam proses panjang ini, saya bertemu dengan beberapa orang yang bahkan tida mau disebut sebagai pemuka agama. Namun pemahaman mereka bsia dibilang jauh di atas rata-rata. Setidaknya itu bagi saya. Pemahaman mereka lebih mengayomi, lebih objektif. Ketimbang pemuka-pemuka yang susah memberikan pemahaman. Dan inilah tantangan Islam terbesar".

"Kenapa? Kalau kita perhatikan sekarang, banyak (oknum:red) yang sibuk mengkafir-kafirkan. Saya menyayangkan hal-hal seperti itu, karena Rasulullah sendiri dalam berdakwah, menggunakan cara yang damai. Bukan dengan cara men-judge dan mengkafirkan seperti itu,” jelas beliau ketika ditemui di Pesantren Muallaf Dompet Dhuafa, Kamis (14/11/2019).

Muhammad Nawawi lebih jauh mengungkapkan, ”Alhamdulillah, ustadz-ustadz di sini, sangat enak. Maksudnya nyaman. Kita tanya apapun kepada mereka. Dan mereka mencoba menjelaskan dari posisi kita. Tidak ada pemaksaan kehendak. Tapi lebih kepada memahami kita. Entah itu Ustadz Aang atau Ustadz Fajar, dan Ustadz Aris. Sehingga kita dapat apa yang kita harapkan". (Dompet Dhuafa/Fajar)