Benarkah Sedekah atau Infak dengan Uang Haram Dapat Mengugurkan ‘Dosa’ Perbuatannya?

Bila kita menganggap bahwa uang yang diperoleh dengan cara haram bisa kita “bersihkan” dengan bersedekah atau berinfak, maka itu sungguh keliru. Syariat agama yang memerintahkan manusia untuk mencari nafkah yang thayyib, tentu diturunkan bukan tanpa alasan. Secara fisik, harta atau makanan yang thayyib akan membawa dampak baik bagi kesehatan. Secara batin, harta yang thayyib akan membuat manusia bersih hatinya dan terkabul hajat-hajatnya. Lantas, benarkah sedekah atau infak dengan uang haram dapat menggugurkan dosa dari perbuatannya?

Harta yang Haram Menurut Islam

“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 188)

Para ahli tafsir menyebut bahwa kata “memakan” dalam ayat di atas adalah gambaran dari fenomena umum. Artinya, dorongan sebagian besar orang dalam memperoleh harta adalah untuk memenuhi kebutuhan paling dasar mereka, yakni makanan. Dengan begitu, penggunaan kata “memakan” pada ayat di atas bukan untuk membatasi keharaman soal makanan saja. Melainkan juga keharaman terhadap harta yang diperoleh dengan cara tidak benar.

Ilustrasi zakat harta (uang) dalam artikel perbedaan zakat infak dan sedekah, macam-macam zakat menurut syariat Islam, hukum infak dengan uang haram.

Baca juga: Apa Beda Zakat, Infak, dan Sedekah? Ini Penjelasannya

Seseorang yang memperoleh harta dengan cara yang tidak benar, baik itu korupsi, berjudi, maupun mencuri, hukumnya haram memanfaatkan harta tersebut untuk kehidupannya. Para ulama pun membagi sesuatu yang diharamkan menjadi dua kategori. Pertama, haram secara zat, seperti daging babi, daging anjing, bangkai, darah, dan sejenisnya. Kedua, haram secara hukum. Bisa jadi sesuatu itu halal secara zat, namun cara memperolehnya tidak sesuai syariat. Maka, mengonsumsinya menjadi haram pula. Misalnya, buah-buahan hasil curian, uang hasil korupsi, judi, dan lain-lain. Allah Swt mengharamkan kedua jenis harta tersebut.

Abu Mas’ud al-Ansari meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw melarang umatnya untuk menerima bayaran jual-beli anjing, bayaran zina, dan bayaran praktik perdukunan (sihir). (HR. Bukhari Muslim)

Selain ayat Quran sebelumnya, hadis di atas juga dapat menjadi menjadi landasan keharaman suatu harta yang diperoleh dengan cara yang tidak benar.

Hukum Infak dengan Uang Haram

Allah berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji.” (QS. Al-Baqarah: 267)

Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak menerima salat tanpa bersuci dan sedekah dari hasil korupsi (gulul).” (HR. an-Nasa’i)

Berdasarkan ayat Al-Qur’an dan hadis Rasulullah Saw tersebut, telah jelas bahwa Allah Swt tidak menerima sedekah atau infak dengan uang haram, harta yang diperoleh dengan cara tidak benar. Allah Swt hanya akan menerima sedekah atau infak harta yang berasal dari sumber yang halal.

Baca juga: Hukum Menyalurkan Zakat ke Keluarga dan Kerabat

Solusi untuk Harta yang Diperoleh Secara Haram

Lantas, solusi untuk harta yang diperoleh secara haram bagaimana, jika tidak diterima sebagai infak juga tidak boleh dikonsumsi dalam bentuk makanan? Apabila seseorang memperoleh harta dengan cara menzalimi atau mengambil hak orang lain, maka ia harus mengembalikannya. Misalnya, harta yang diperoleh melalui mencuri, mencopet, korupsi, merampok, dan sejenisnya.

Orang tersebut berdosa atas perbuatannya, tetapi di sisi lain, ia berkewajiban untuk mengembalikan harta tersebut kepada orang yang berhak. Sedangkan, bila harta itu diperoleh dengan cara menzalimi orang lain secara umum (bukan spesifik), sehingga sulit untuk mencari orangnya, ia dapat mendistribusikan harta yang diperoleh dengan cara tidak benar itu kepada wilayah kemaslahatan umum.

Misalnya, ia dapat menggunakannya untuk pembangunan jalan, jembatan atau fasilitas umum lainnya. Namun dalam hal ini, harta yang diperoleh dengan cara haram tidak boleh didistribusikan untuk pembangunan masjid.

Ilustrasi membayarkan zakat harta dalam artikel perbedaan zakat infak dan sedekah | artikel hukuman tidak membayar zakat | artikel hukum infak dengan uang haram

Baca juga: Sengaja Tidak Membayar Zakat? Ini Hukuman Dunia dan Akhirat yang akan Didapat

Infak dengan Uang Haram, Apakah Dapat Pahala?

Apabila seseorang mendapatkan harta haram dengan usahanya, ia berdosa dengan usahanya itu. Bila harta haram tersebut diinfakkan, maka ia tidak akan mendapat pahala juga atas infak tersebut. Namun, jika harta haram itu diinfakkan karena ia tidak mau memakan harta haram dan sebagai bentuk pertobatan, maka ia memperoleh pahala hanya atau atas niat baiknya.

Berbeda halnya dengan seseorang yang mendapatkan harta haram bukan karena usaha dirinya, yakni mendapatkannya karena suatu aturan dan kebutuhan darurat. Misalnya, seseorang memperoleh bunga dari tabungannya yang mana ia tidak mampu melepaskan diri dari bunga tersebut. Padahal, ia menabung bukan untuk mendapatkan bunga. Bunga itu tetap haram untuknya.

Apabila bunga tersebut diinfakkan, maka orang tersebut tidak akan memperoleh pahala atas infaknya itu. Ia hanya akan mendapat pahala dari niat salehnya untuk melepaskan diri dari harta haram yang datang bukan atas kemauan dirinya. Wallahua’lam … (RQA)