Jangan Berhenti Peduli pada Kaum Difabel

Berbicara tentang para penyandang cacat, kita perlu melihatnya dari berbagai aspek, seperti sosial, agama, pendidikan, dan sebagainya. Dimensinya juga berbeda, ada yang cacat sejak lahir ada juga yang bersifat accidental. Namun bagaimana pun, tak ada manusia yang ingin dilahirkan dalam keadaan cacat atau diberi kecacatan di pertengahan hidupnya. Oleh sebab itu sudah sepantasnya kita menunjukkan kasih sayang kepada mereka.

Bila merunut pada Undang-undang, sejatinya para penyandang cacat haruslah diberikan fasilitas lebih oleh negara, meliputi fasilitas kesehatan, pendidikan, dan umum. Sebagai warga negara, mereka juga sangat berhak memperoleh pertanggungjawaban dari negara. Pada beberapa pasal disebutkan pula, bahwa setiap warga berhak hidup sejahtera lahir dan batin serta bertempat tinggal di lingkungan hidup yang baik serta berhak mendapatkan layanan kesehatan. Tak hanya itu, setiap warga juga berhak memperoleh perlakuan khusus, dan memiliki hak sama dalam konsep bernegara dan berkeadilan. Hal ini menunjukkan bahwa kepedulian pada mereka yang istimewa memang amat penting.

Kita tidak boleh memandang mereka sebelah mata walau hanya sedikit. Sebab, dibalik ketidaksempurnaan fisik atau psikis mereka, pasti terdapat kelebihan yang tak dimiliki semua orang.

Percayalah selalu ada hikmah dalam setiap peristiwa. Banyak di antara mereka memiliki kontribusi besar bagi bangsa dan negara, sebut saja Abdurrahman Wahid yang akrab disapa Gusdur, meski matanya tak dapat melihat, namun ia mampu menjadi salah satu orang nomor satu di negeri ini. Selanjutnya Huttington, meski cacat ia adalah seorang tokoh Fisika berwawasan global, yang telah diakui dunia. Kita juga dapat melihat di televise dan koran, banyak cerita tentang mereka yang tak sempurna namun memberikan kesempurnaan pada dunia.

Dewasa ini, kepedulian masyarakat Indonesia terhadap para penyandang cacat bisa dikatakan masih kurang. Hal ini tampak dari pola hidup warganya, khususnya di perkotaan. Mereka hidup secara konsumtif bahkan cenderung hedonis, sehingga jangankan untuk peduli bahkan mengingat saja belum tentu terlintas di benak mereka.

Meminimalisir kondisi tersebut, Dompet Dhuafa sebagai lembaga zakat yang bergerak dalam bidang kemanusiaan lebih dari 20 tahun ini turut berikhtiar memberdayakan para penyandang disabilitas dengan berbagai macam program pemberdayaan. Dalam program pemberdayaan ekonomi, Dompet Dhuafa tidak hanya memberikan modal usaha kecil, tetapi juga berupa proses pendampingan berupa penggunaan teknologi tepat guna, pelatihan keahlian sesuai programnya, hingga ke pembukuan.

Di antara program terkait pemberdayaan perempuan adalah program Ibu Tangguh, yang ditujukan khusus bagi ibu tunggal dari kaum dhuafa yang menjadi kepala keluarga dan harus hidupi perekonomian keluarga. Selain itu, ada pula program bagi keluarga disabilitas mandiri, dimana kepala keluarganya adalah perempuan dan mempunyai anggota keluarga yang disabilitas.

“Dompet Dhuafa juga meluncurkan bank orang miskin yang kita sebut social trust fund yaitu pemberian modal usaha bagi super mikro, yang membutuhkan modal Rp 500 ribu atau sampai Rp 2 juta. Dengan social trust fund ini kita berhasil mengangkat perekonomian pada level sustain dan akan meningkat ke tahap kemandirian,” Yuli Pujihardi, Direktur Eksekutif Dompet Dhuafa.

Salah satu penerima manfaat Dompet Dhuafa, Paini, pun merasakan perkembangan kelompok usahanya setelah memperoleh pembinaan dan pendampingan dari Dompet Dhuafa. Pada 2007 ia mendirikan kelompok usaha penyandang disabilitas di Bekasi dengan anggota kelompok sebanyak tujuh orang. Setelah bekerja sama dengan Dompet Dhuafa kini anggota kelompoknya telah berkembang hingga 35 orang yang memiliki beragam keterampilan seperti menjahit, membuat kerajinan tanganan dan aksesoris, hingga makanan.

“Melalui kelompok usaha penyandang disabilitas ini saya ingin menunjukkan bahwa disabilitas bukan berarti tidak mampu berbuat apa-apa, tapi kaum disabilitas juga mampu berkarya,” ungkap Paini.

Masih banyak saudara-saudara kita yang membutuhkan uluran tangan kita. Maka dari itu jangan pernah berhenti untuk memerhatikan mereka. Jangan pernah perlakukan mereka secara diskriminatif, ingatkan pada mereka untuk tak berkecil hati dan berikan mereka motivasi agar dapat berkarya serta meraih impian. Sebab sebaik-baiknya manusia adalah mereka yang bermanfaat bagi orang lain. (Dompet Dhuafa/Uyang)