PALU — Ketika kran air dibuka, maka air jernih pun keluar dengan deras. Para warga bersama mengembangkan senyum pertanda datangnya kebahgiaan, menyambut air bersih yang sudah lama dirindukan. Sebagai ucap syukur, warga bergantian menggunakannya untuk berwudhu, setelahnya digunakan untuk kebutuhan yang lain.
“Alhamdulillah, kehadiran PAH di desa kami sangat membantu, warga tidak perlu lagi masak pakai air keruh,” terang Ahmad, kepala Dusun Tiga, Desa Rogo, Kecamatan Wisolo Selatan, Kabupaten Sigi.
Kehadiran progam Water for Life: Pemanenan Air Hujan (PAH) dirasa menjadi harapan baru bagi masyarakat Palu pasca Gempa. Alat filterisasi air dipasang tidak kurang di enam desa di tiga kabupaten. Desa-desa yang kekuarang air bersih menjadi target utama progam tersebut. Ide awal dari progam tersebut adalah mengumpulkan air hujan dari rumah-rumah warga.
“Ide awal dari kegitan tersebut adalah menampung air hujan untuk setelahnya dimanfaatkan sebagai pemenuh kebutuhan air bersih. Ketika kita survey di lapangan, ternyata banyak daerah yang tidak menerapkan hal tersebut. Karena bangunan banyak yang roboh,” terang Citrawan Kisman Djiho, selaku Ketua Cabang Dompet Dhuafa Sulawesi Tengah.
Beberapa tempat juga ditemui warga menggunakan air keruh dari tanah, bahkan air sungai. Oleh karena itu, progam PAH dimodifikasi sehingga bisa memudahkan warga mendapatkan air bersih dari saluran air yang ada.
“Seperti di Desa Rogo, Dolo Selatan yang warganya menggunakan air gunung yang masih keruh. Dengan PAH tersebut, mereka dapat menyaring air tersebut, sehingga aman digunakan lebih lanjut,” tambah Citrawan.
Dengan metode penyariangan lima lapis, memungkinkan air terfilter dengan jernih. Beberapa tempat bahkan memungkinkan air hasil PAH untuk bisa langsung dikonsumsi. Hanya saja, ada beberapa desa yang menggunakan sumber air tanah dan mengharuskan warga mengolahnya dulu untuk aman dikonsumsi.
“PAH menggunakan tiga tendon berkapasitas 1.500 liter, dengan air melewati 5 penyaringan. Beberapa titik, air nya dapat langsung dikonsumsi. Tapi juga ada yang harus dimasak dulu, karena memang sumber airnya diambil dari tanah yang keruh,” jelas Citrawan.
Selama berbulan-bulan warga terpaksa menggunakan air keruh untuk kebutuhan sehari-hari. Dengan hadirnya unit-unit PAH di wilayah Palu dan sekitarnya, membuat warga kini tidak lagi harus minum air tersebut. Satu pondasi berupa air bersih kini sudah warga Palu dapatkan. Mereka sekarang lebih fokus untuk membangun kembali kehidupan yang telah runtuh diguncang gempa. (Dompet Dhuafa/Zul)