JAKARTA — Demi memperingati Hari Penglihatan Sedunia (World Sight Day) yang jatuh pada tanggal 14 Oktober 2019. Irmawati (27), terpilih menjadi salah satu penerima manfaat program Disabilitas Mandiri, kolaborasi Sariayu Martha Tilaar dengan Dompet Dhuafa. Pada kesempatan tersebut, ia berbagi kisahnya dari menjadi penjual kue hingga pengajar Al Quran Braile. Ia menjalankan profesi tersebut di tengah keterbatasan yang ia miliki.
“Sehari-hari saya membuat dan menjual kue-kue kering. Titik berjualannya biasanya dari ke stasiun ke stasiun. Cuma saya nggak mau stasiunnya sekitaran Jakarta. Soalnya di stasiun Jakarta kadang suka rawan. Pernah ke stasiun Bogor, kadang juga ke stasiun Bekasi,” ujar Irmawati, menuturkan perjuangan hidupnya.
Irmawati menuturkan kalau berjualan merupakan salah satu hal yang ia sukai. Sebelum berjualan kue kering, ia pernah bekerja di bagian telemarketing di salah satu bank. Namun ada suatu hal yang membuatnya memutuskan untuk keluar.
“Karena pertama tempatnya jauh dari rumah. Kemudian juga ada suatu kondisi yang kurang memahami saya. Bukan kurang mengerti dalam artian cara kerjanya. Tapi ada sesuatu yang memang mengharuskan saya untuk keluar. Ada sistem yang nggak bisa saya jalanka,” jelasnya.
Sebagai salah satu penyandang tunanetra. Bukan masalah baginya dan terus beraktivitas. Pasalnya, selain berjualan, ia juga mengambil pekerjaan sampingan sebagai pengajar.
“Biasanya Senin sampai Jumat saya berjualan. Sedangkan Sabtu dan Minggu saya mengajar privat baca tulis Al-Quran. Walaupun itu tergantung kondisi saya prima atau tidak dan kesepakatan jadwal mengajar dengan murid,” lanjutnya.
Terhitung sudah hampir setahun ia menggeluti dunia kue kering. Sedari duduk di bangku sekolah, ia sudah mulai berjualan.
“Dari sekolah sudah diajarin dagang. Karena keturunan berdagang. Waktu masih SMP, saya berjualan jilbab. Walaupun nggak berlangsung lama. Namanya juga anak sekolahan,” ungkapnya dengan terkekeh.
Sejauh ini, melalui usaha gigihnya, masih banyak yang memandang dengan stigma negatif kekurangannya. Khususnya sebagai tunanetra.
“Karena masih ada (stigma) tunanetra yang ketergantungan dengan orang lain. Walaupun tunanetra, dari kecil di dalam diri sendiri, pasti punya semangat. Makanya kita juga harus buktikan kalau kita bisa. Dengan semangat yang kita punya tentunya. Paling penting itu kita harus memotivasi diri dengan semangat yang kuat,” aku perempuan tangguh yang tinggal di Jl. Margasatwa Gang Haji Beden, Gang Buntu, Pondok Labu, Cilandak, Jakarta Selatan.
Irmawati juga menambahkan, ”Hanya ada beberapa perusahaan atau lembaga yang mau menerima orang-orang difabel. Selebihnya, masih memandang sebelah mata”.
Ia juga berencana untuk mengembangkan jualan kue kelilingnya lebih jauh. Setelah menerima bantuan melalui program Disabilitas Mandiri atas apresiasi semangat juang dan kegigihannya.
“Bantuannya diberikan dalam bentuk alat-alat pembuat kue. Rencananya saya mau buka usaha kue bareng teman-teman. Kue-kue besar gitu, kayak brownis. Untuk saat ini kami mencoba membuat kue yang mudah dikerjakan oleh tunanetra,” tutup Irmawati. (Dompet Dhuafa/Fajar)