Kegigihan Murtiningsih, Sang Pejuang Keluarga

Murtiningsih (60) penerima manfaat Masyarakat Mandiri (MM) Dompet Dhuafa. (Foto: Masyarakat Mandiri (MM) Dompet Dhuafa)

Bukan hal mudah bagi seorang perempuan, menjadi penopang utama dalam hal mencukupi kebutuhan keluarga. Hal tersebutlah yang juga tengah dirasakan Murtiningsih, ibu tangguh yang telah menyandang status janda ini. Suaminya telah meninggal dunia sejak 1992 silam. Setelah sang suami menghadap Sang Khalik, kehidupannya berubah drastis. Ia harus mampu menafkahi keluarga tercintanya dengan memulai usaha warung, menjajakan nasi kuning, di kampungnya Semarang, Jawa Tengah.

“Suami saya meninggal tahun 92, dari situ saya mulai usaha ini (nasi kuning). Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari dan biaya sekolah anak”, ungkap ibu 3 anak ini.

Perjuangan yang dilakukannya selama 23 tahun tidak sia-sia. Saat ini, ketiga anaknya yang begitu sangat disayangi sudah bisa mandiri. Ia menceritakan, anak pertamanya telah berumahtangga. Sedangkan yang kedua telah bekerja di Laboratorium Analis di salah satu rumah sakit. Sementara anak bungsunya sedang menjalani kuliah sambil menyambi kerja paruh waktu.

Diusianya yang memasuki kepala enam, idealnya ibu yang dikenal tekun dan ulet ini seharusnya menikmati hari tua apa lagi semua anaknya sudah mandiri. Tapi ia tidak mau berdiam diri dan menunggu  ‘jatah’ dari anak-anaknya. Ia terus bekerja mencari nafkah seperti dulu. Hingga ia pun tak pernah merasakan lelah dalam dirinya.

“Saya kalo diam malah capek, suntuk. Jadi harus gerak biar sehat. Makanya saya tetep buka warung ”ungkap De Murti, begitu ia di sapa oleh pelanggannya.

Setiap harinya ia membuka warung nasi kuning di pinggir jalan dekat rumahnya. Warungnya mungilnya berdiri di tanah milik PT KAI yang diberikan hak guna saja untuk masyarakat sekitar. Lokasi tersebut cukup ramai, karena  dilalui para  buruh pabrik di kawasan industri Tanjung Mas. Ia membuka warung mulai dari jam 06.00 sampai pukul 08.00, karena waktu-waktu itulah saat para buruh pabrik beraktivitas. Murtiningsih menyiapkan dagangannya sejak pukul 02.00 dini hari.

Murtiningsih juga mempunyai pelanggan tetap, yang setiap pagi setia berbelanja di warungnya. Dari hasil jualannya ia putar lagi untuk modal, sisanya ia sisihkan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.

“Sehari-harinya saya dapet 200 ribu. Alhamdulillah untuk tambah-tambah lah. Kan biasa ibu rumah tangga di kampung banyak kegiatanya. Arisan, PKK, dasa wisma dan pengajian. Sedikit-sedikit juga diinfaqkan”, tandasnya.

Murtiningsih termasuk wanita aktif di kampungnya. Di usianya yang semakin sepuh, ia sering memanfaatkan waktu yang dimilikinya untuk mengikuti kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan. Sekarang ia juga aktif sebagai mitra program Pemberdayaan Kelompok Pedagang Makanan Sehat di wilayah Tanjung Mas Semarang Utara. Program ini dilaksanakan oleh Dompet Dhuafa (DD) dan jejaring ekonominya yaitu Masyarakat Mandiri (MM)

Ia senang bisa ikut program ini karena selain mendapat tambahan modal untuk usahanya ia juga mendapatkan pelatihan tentang kemanan pangan, mendapat pembinaan dan pendampingan.

Kini ia mempunyai usaha tambahan yaitu warung sembako yang ia buka dirumahnya. Ia membuka warung setelah selesai berjualan nasi kuning. Ia masih ingin terus membuka usaha selama ia mampu. (Slamet)

 

Editor: Uyang