Kekeringan Berkepanjangan di Pedalaman Gunung Kidul

GUNUNG KIDUL, YOGYAKARTA — (02/09/2022) Bagi masyarakat wilayah Kabupaten Gunungkidul, air untuk kebutuhan domestik berasal dari air tanah dan air hujan.

Kabupaten Gunung Kidul juga termasuk dalam kawasan karst Gunung Sewu, sehingga identik dengan lingkungan yang kering di mana kondisi tanah banyak mengalami rekahan.

Meski demikian, kawasan karst memiliki potensi sumber air tanah yang melimpah. Air tanah tersebut terkonsentrasi pada lorong-lorong atau retakan yang ada di bawah tanah.

Salah satu keunggulan dari mata air karst adalah waktu tunda yang panjang antara hujan hingga keluar ke mata air sehingga beberapa mata air karst akan memiliki debit yang besar saat musim kemarau.

Kegiatan manusia dapat menyebabkan terganggunya sistem hidrologi serta penurunan kuantitas dan kualitas air.

“Kegiatan manusia seperti penambangan dan deforestasi akan menyebabkan jumlah air yang meresap menjadi semakin sedikit sedangkan kegiatan manusia seperti pertanian, pengelolaan sanitasi dan sebagainya akan menyebabkan penurunan kualitas air,” ujar Haryo Mojopahit selaku Chief Executive DMC Dompet Dhuafa.

Mengerang Kekeringan

Terdapat tiga dusun di Gunung Kidul yang mengalami musim kemarau panjang yakni: Dusun Gagam, Kelurahan Pengkol, Kecamatan Nglipar; Dusun Macanmati, Desa Girimulyo, Kecamatan Panggang; dan Dusun Kadiobo, Desa Grimulyo, Kecamatan Panggang.

Dusun-dusun ini acap kali mengalami musim kemarau panjang yang membuat bentang alamnya menjadi kecokelatan dan kelangkaan air bersih. Musim kemarau bisa berlangsung cukup panjang berkisar 5-9 bulan.

Saat hal itu terjadi, warga yang kebanyakan berprofesi sebagai petani dan peternak ini terpaksa harus merogoh kocek cukup dalam agar bisa membeli air bersih atau banyak yang sekadar bisa berharap menunggu bantuan dari lembaga maupun intansi.

Masing-masing dusun kebutuhan air bersih di dusun ini yaitu 8.700 kubik, sedangkan sumur bor permenit menghasilkan 10 liter dan perjamnya menghasilkan 600 liter, butuh waktu 15 jam untuk memenuhi kebutuhan air.

Jenis vegetasi yang ada di sekitar sumur tidak terlalu banyak dan belum merupakan jenis tanaman yang bisa menyaring maupun menyimpan air.

Sementara itu, warga Dusun Gagan tidak pernah menggunakan sumber air Pemanen Air Hujan (PAH) karena menganggap air hujan berbau, takut menjadi sakit dan alergi, serta ketiadaan penampungan dan pengelolaannya yang belum diketahui.

Kejadian luar biasa pernah terjadi di pedukuhan ini karena warga ramai-ramai terkena penyakit disentris, muntaber, dan beberapa penyakit lain yang terkait dengan ketersediaan air. Baru sekitar 10 tahun ini warga disosialisasikan mengenai PHBS untuk menekan laju penyakit-penyakit tersebut bisa berkurang.

Sedangkan warga Dusun Macanmati, pada saat musim penghujan, kebanyakan warga memanfaatkan air Penampungan Air Hujan (PAH) yang sudah secara gerenasi ke generasi terinstalasi di kediaman warga.

“Tahun lalu warga bisa memenuhi kebutuhan airnya melalui PAH karena hujan turun terus menerus. Namun di satu sisi harus dibayar dengan kemarau yang panjang,” jelas Purwanto selaku warga asal Dusun Macanmati.

Kemudian di Dusun Kadjobo telah memiliki instalasi penampungan air hujan. Penampungan berbentuk bak besar yang dibangun di sisi rumah dengan volume sekitar 5000 – 7000 liter.

Selain itu warga memiliki gua yang terdapat sumber mata air. Warga bisa mengakses sumber mata air ini. Namun sayangnya jika tidak dilengkapi dengan pendekatan konservasi, sumber mata air tersebut bisa terkuras menjadi bahaya laten pada di tahun-tahun mendatang.

Air untuk Kehidupan akan Kembali Hadir

Melihat kenyataan di atas, melalui campaign Air untuk Kehidupan, DMC Dompet Dhuafa mengajak seluruh pihak turut serta menjadi tangan kebaikan bagi kesejahteraan masyarakat Gunung Kidul dengan turut membantu:

1. Optimalisasi Komite Air di masing-masing dusun dengan pelatihan pelestarian dan pemanfaatan sumber mata air untuk bidang ekonomis yang ramah lingkungan.

2. Melakukan penanaman tanaman rekomendasi seperti Bambu, Sukun, Aren dan taman lainnya yang mampu membuat kualitas air lebih baik. Sekaligus penguatan kapasitas warga terkait konservasi sumber air (Kelompok Pengelola Sumber air dan Kelompok Konservasi SDA).

3. Peningkatan kondisi sosial dan ekonomi diarahkan pada peningkatan sektor pariwisata serta penguatan modal sosial yang dimiliki masyarakat hingga membentuk suatu koperasi masyarakat.

4. Mengaktivasi sumber-sumber mata air lain selain sumur bor agar warga punya alternatif sumber air yang banyak apalagi di musim kemarau melalui upaya konservasi di lahan sekitar sumber air.

5. Melakukan konservasi yang lebih menyeluruh di kawasan sekitar gua sebagai sumber mata air alternative dengan menjaga agar debit air tetap terjaga bahkan meningkat dengan menanam vegetasi yang bisa menyimpan dan menyaring air dan jenis tanaman yang juga bisa dimanfaatkan warga.

6. Membuat reservoar-reservoar (bak penampungan transit) untuk memaksimalkan air bisa sampai ke warga. Salah satunya dengan mengaktivasi tadah hujan beton berbentuk persegi milik dusun berkapasitas 25.000 liter tapi sudah mengalami kebocoran sehingga perlu direvitalisasi.

7. Terakhir mendorong pembuatan peraturan dusun yang isinya itu adalah izin membuat bangunan, pelestarian tanaman langka, konservasi sumber daya alam dan pemberdayaan UMKM.

“Layanan utama kita adalah pendampingan dan penguatan kapasitas masyarakat lokal melalui penguatan Komite Air di tiap-tiap dusun,” jelas Haryo.

Baca Juga: https://www.dompetdhuafa.org/terdapat-55-juta-jiwa-terdampak-kekeringan-di-seluruh-dunia/

Masyarat bisa menjadi turut dalam program kebaikan dengan mengunjungi tautan berikut https://donasi.dompetdhuafa.org/airuntukkehidupan/ . Mari berikan penghidupan yang lebih baik bagi masyarakat dengan memenuhi kebutuhan dasar mereka akan air bersih.

Pada tahun 2021 DMC Dompet Dhuafa pernah mengadakan pipanisasi dari sumber mata air di Dusun Macanmati. Melalui program Air untuk Kehidupan program akan kembali ditingkatkan dengan pematangan program yang lebih mutakhir.

“Ternyata tanah yang ada di wilayah kita ini bisa menyerap karbon. Makanya perlu ini kita jaga, jadi mari kita saling bertekad wujudkan program konservasi ini supaya nanti masih ada untuk anak cucu kelak,” pungkas Purwanto. (Dompet Dhuafa / DMC)