Kerja Sama Dompet Dhuafa dan Yayasan Pendidikan Wartawan Jatim untuk Majukan Pendidikan

Pada tanggal 7 Desember 1990, secara resmi berdiri Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI). Dan pada saat itu juga secara aklamasi disetujui kepemimpinan tunggal dan terpilih BJ. Habibie sebagai Ketua Umum ICMI yang pertama. Mulai awal pembentukan di masa Orba inilah, kiprah ICMI demikian terasa dalam kiprah sosial dan politiknya.

Bahkan, pada tanggal 4 Januari 1993 organisasi ini berhasil menerbitkan koran harian Republika. Nama koran ini adalah atas saran Presiden Soeharto ketika para pengurus ICMI menghadap beliau, minta restu untuk mendirikan koran. Awalnya koran yang akan terbit dinamakan Republik, namun oleh presiden disarankan untuk dinamakan Republika.

Awal terbit, Republika langsung mendapat sambutan masyarakat luar biasa. Dan untuk meningkatkan oplah koran dan upaya menarik minat masyarakat membeli saham pada 21 Juni 1993 yang bertepatan dengan 1 Muharam 1414 di Stadion Kridosono Yogyakarta diselenggarakan Tabligh Akbar yang dihadiri Pemimpin Umum/Pemred Republika, Parni Hadi, Dai Sejuta Umat, alm. Zainuddin MZ, serta Raja Penyanyi Dangdut H. Rhoma Irama. Sejak saat itu, oplahnya terus meningkat. Bahkan, pernah mencapai lebih dari 200 ribu eksplar setiap terbit. Menjadikan koran Republika menjadi koran terbesar kedua oplahnya di Indonesia.

Baca juga: Tapak Tilas Perjalanan Dompet Dhuafa

Setelah acara Tabligh Akbar, terjadi pertemuan kecil antara pimpinan Republika dengan Corps Dakwah Pedesaan (CDP). Dan CDP adalah lembaga nirlaba yang diiniasiasi oleh mahasiswa UGM untuk membantu masyarakat miskin di Gunung Kidul dengan cara menyisihkan uang saku para mahasiswa. Tergerak dengan gerakan tersebut, Parni Hadi kemudian mencari cara bagaimana koran ini dapat menggalang dana umat untuk ikut mengentaskan kemiskinan. Daftar nama penyumbang pertama dimuat di halaman pertama edisi 2 Juli 1993.

Koran Republika Pertama yang menampilkan kolom donasi Dompet Dhuafa
Kolom Donasi Dompet Dhuafa pertama kali tayang di halam depan Koran Republika 2 Juli 1993.

Tanggal 2 Juli 1993 kemudian ditetapkan sebagai tonggak lahirnya Dompet Dhuafa. Setelah berjalan satu tahun, Sekretaris Redaksi Republika, Ari Sudewo, yang diberi tugas mengelola Dompet Dhuafa mengusulkan kepada Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi, Parni Hadi, untuk dibentuk badan hukum yayasan dengan tujuan agar mudah pengelolaannya.

Untuk memperkuat legalitas, maka dibentuklah badan hukum dengan nama Yayasan Dompet Dhuafa Republika (DD) dengan akta notaris tanggal 14 September 1994. Lembaga nirlaba ini berkhidmat mengangkat harkat sosial kemanusiaan kaum duafa dengan dana Ziswaf (Zakat, Infak, Sedekah, Wakaf, serta dana sosial lainnya) dengan wartawan Republika sebagai para pendiri, yakni Parni Hadi (Pemimpin Umum/Pemred), Haidar Bagir (Pemimpin Perusahaan), S. Sinansari Ecip (Wakil Pemred), dan Eri Sudewo (Sekretaris Redaksi).

Sebagai Lembaga filantropi, Dompet Dhuafa berdiri di atas lima pilar pemberdayaan, yaitu Ekonomi, Kesehatan, Pendidikan, Sosial, serta Dakwah dan Budaya. Sampai saat ini, Dompet Dhuafa terus berkembang bahkan sudah memiliki 6 kantor layanan, 31 cabang dalam negeri, dan 5 cabang luar negeri. Tak hanya itu, Dompet Dhuafa juga mengembangkan 157 zona layanan di 32 provinsi, dan bekerja sama dengan 29 mitra strategis di 21 negara.

Di bidang kesehatan saja telah berdiri rumah sakit, poliklinik, laboratorium, sekolah, dan layanan lainnya. Demikian juga pemberdayaan ekonomi masyarakat miskin yang menjadi salah satu program Dompet Dhuafa. Bahkan, Kampung Susu Singolangu bisa berkembang seperti saat ini tak lepas dari bantuan dan intervensi Dompet Dhuafa.

Baca juga: Parni Hadi Sang Inisiator, Pendiri dan Ketua Dewan Pembina Yayasan Dompet Dhuafa Republika

Pada Rabu, 13 November 2024, pengurus Dompet Dhuafa menandatangani MoU dengan Yayasan Pendidikan Wartawan Jawa Timur (YPWJT) yang kebetulan saya sebagai Ketua Pembina. Penandatanganan biasanya selalu dikemas dengan acara yang formal. Tidak demikian ketika acara penandatanganan MoU antara Dompet Dhuafa dan YPWJT. Di tangan Inisiator Dompet Dhuafa, Parni Hadi, acara dikemas dengan model budaya.

Para pengurus Dompet Dhuafa dan YPWJT bermain ketoprak kontemporer dengan lakon Ande-Ande Lumut. Tentu saja, suasana segar dan gelak tawa selalu menyertai selama pertunjukan. Apalagi Parni Hadi yang memang juga seniman, ikut bermain menjadi Raja Jenggala dan sebagai tokoh sentral begitu menghayati dan piawai berperan menghidupkan pertunjukan. Di akhir cerita, kemudian ditandatangai MoU. Tentu suasana segar dan menghibur sekaligus ikut nguri-uri budaya menjadi sarana persetujuan yang ditandatangani.

Pentas Budaya Ketoprak ‘Kepemimpinan Profetik untuk Pemberdayaan Masyarakat’ yang diselenggarakan oleh Dompet Dhuafa & Bina Trubus Swadaya di Ruang Sasana Budaya Rumah Kita, Gedung Philanthropy, Jakarta Selatan, Rabu (13/11/2024).
Pentas Budaya Ketoprak ‘Kepemimpinan Profetik untuk Pemberdayaan Masyarakat’ yang diselenggarakan oleh Dompet Dhuafa & Bina Trubus Swadaya di Ruang Sasana Budaya Rumah Kita, Gedung Philanthropy, Jakarta Selatan, Rabu (13/11/2024).

MoU dimaksudkan untuk bersama memajukan pendidikan yang juga menjadi pilar Dompet Dhuafa, mengingat YPWJT juga menaungi beberapa lembaga pendidikan. Mulai Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (Stikosa) AWS Surabaya, SMPK Prapanca I dan II, SMA dan SMP Atma Widya. Dan murid-murid sekolah yang dididik di lembaga sekolah banyak dari kalangan kurang mampu. Oleh sebab itulah, kerja sama ini kemudian diadakan.

Dan kebetulan pula ada kesamaan nafas, kelahiran Dompet Dhuafa dan YPWJT. Kelahiran Dompet Dhuafa tidak lepas dari peran wartawan yang mengawaki koran Republika, sedang YPWJT yang lahir 18 Maret 1964 dibidani para tokoh pers di Surabaya yang kemudian melahirkan Akademi Wartawan Surabaya pada tanggal 11 November 1964. Dan Yayasan ini semakin berkembang dan kemudian mendirikan perguruan tinggi dan beberapa sekolah menengah.

Baca juga: Implementasi Dana Zakat Bantu Wujudkan Yatim Dhuafa Raih Pendidikan Impian

Pendidikan adalah kunci kemajuan bangsa. Saya sering mengatakan, “Orang miskin akan tetap bodoh, dan orang bodoh akan tetap miskin”. Sebuah lingkaran setan yang tak jelas ujung pangkalnya. Satu-satunya cara yang efektif untuk memutus rantai kemiskinan itu adalah dengan pendidikan. Bukan kemudian memanjakan dengan selalu memberi (uang). Itu memanjakan.

Dompet Dhuafa lahir karena bertemu dengan anak-anak mahasiswa Yogyakarta yang peduli akan kemiskinan. Dan YPWJT melalui lembaga pendidikannya berusaha memberikan kail untuk anak-anak yang kurang beruntung agar tetap bisa memperoleh akses pendidikan demi masa depannya. Sudah takdir Tuhan kalua orang baik dan bertujuan baik bertemu, yang dipikirkan dan dilakukan selalu bagaimana memberikan asa kepada mereka yang kurang beruntung.

Ditulis oleh Dr. Drs. Suprawoto, S.H., M.Si., Bupati Magetan Periode 2018-2023