PARUNG — Ini bukan pertama kalinya para relawan mendampingi anak-anak donatur yang ke berkunjung ke Zona Madina untuk memperdalam ilmu Islam ataupu mengasah kemampuan berbahasa Inggris-Indonesia. Mereka sudah terbiasa dengan mendampingi atau menjadi tutor. Salah satunya adalah Mohammad Arman Wiratama.
Ia adalah seorang relawan sekaligus tutor di Jampang English Village (JEV) Dompet Dhuafa. Pemuda berusia 20 tahun tersebut bersama relawan-relawan lainnya mendampingi peserta-peserta Deen Camp. Gelaran Deen Camp sendiri merupakan kegiatan yang diadakan di kawasan Wisata Jampang dan Masjid Al-Madinah yang keduanya masih berada di wilayah Zona Madina Dompet Dhuafa, Parung, Bogor. Kegiatan tersebut ditujukan untuk beberapa anak donatur Dompet Dhuafa Australia yang sedang menjalani masa liburannya untuk memperdalam pemahaman tentang Islam, dan juga mengenal negeri Indonesia.
Arman sendiri sebelumnya bukan relawan di JEV. Pertemuan pertamanya di sini ialah untuk belajar berbahasa Inggris. Kala itu ia sudah lulus dari sekolah menengah atas. Namun keingingannya untuk belajar tidak padam ketika lulus sekolah. Langsung saja ia mendaftar di JEV.
Selang beberapa minggu setelah menjadi peserta di JEV, ia diminta untuk membantu beberapa kegiatan. Tugas pertama yang ia terima ialah di bidang dokumentasi, dari mulai juru foto hingga ke bagian sinematografi. Hingga datang pada saatnya ia menjadi seorang tutor. Kali ini ia bukan lagi sebagai peserta. Namun bukan berarti menjadi relawan atau tutor menandakan usai masa belajarnya. Dalam amanah profesi baru, ia belajar lagi untuk mengajarkan apa yang selama ini didapat sebagai peserta, ke orang lain.
Dengan menjadi relawan atau tutor, ia berkewajiban untuk mengajar setiap peserta, terlepas umur juga jenis kelaminnya. Maka tidak jarang, Arman mengajar orang-orang yang umur di atas darinya, begitu juga dengan yang berumur jauh di bawahnya.
“Pernah suatu ketika saya mengajar di Kampus Umar Usman. Saat awal mengajar ditanya berapa umurnya. Relawan lainnya bilang kalau bisa jangan kasih tahu umur. Kalau tahu umur saya lebih muda dari orang-orang yang akan saya ajar, ditakutkan kemampuan mengajar akan diremehkan. Ya, semua karena perbedaan umur,” ujar Arman, sambil menikmati kopi hangatnya di siang hari.
Usulan di atas didapat Arman oleh pengajar lain yang memang sudah berpengalaman dan umurnya terbilang lebih tua darinya. Langkah tersebut, menjadikan Arman sebagai salah satu relawan atau tutor termuda.
Ini merupakan salah satu tantangan dalam menjadi relawan atau tutor. Jika pesertanya tidak berbeda jauh mungkin akan lebih mudah. Karena pola pikirnya tidak berbeda jauh. Tapi jika umurnya berbeda, maka agak sulit. Sulit dalam hal mengajar, lantaran pengetahuan dan pengalaman dengan para peserta berbeda-beda. Namun hal ini tidak mengurangi komitmennya menjalani profesi tersebut.
Tantangan serupa juga ia temukan di kegiatan kali ini. Kebanyakan pesertanya terbilang lebih muda.
“Mendampingi mereka butuh tenaga ekstra. Soalnya masih pada anak-anak. Tentu harus dapat menyesuaikan ritme di kalangan usia tersebut,” sambung Arman.
Terlepas dari semua itu, ia sangat menikmati sebagai pendamping mereka.
“Alhamdulillah. Saya menikmati menjadi relawan. Walau terkadang lelah tenaga dan waktu. Tapi para peserta alhamdulillah baik-baik. Banyak dari mereka yang mengapresiasi kami (relawan) dengan mengatakan ‘we love you’ kepada kami . Seolah-olah kita ini kayak kakaknya yang sedang menjaga mereka. Bagi kami itu sangat bermakna,”tutup Arman.
Semangat kerelawanan tidak bisa dibatasi oleh umur semata saja. Walaupun masih sangat muda, selama seseorang itu ada kemauan untuk menjadi relawan, umur bukanlah penghalang. Justru bisa menjadi sebuah motivasi. Motivasi yang diperlukan untuk berkontribusi demi kegiatan-kegiatan kemanusiaan. Seperti apa yang dijalani oleh Arman. Karena menjalani profesi sebagai relawan, memberikan kepuasan tersendiri dalam diri. (Dompet Dhuafa/Fajar)