TOKYO, JEPANG — Perjalanan dakwah internasional para Dai Ambassador Dompet Dhuafa 2024 dimulai sejak mereka diterbangkan dari Bandara Soekarno Hatta Jakarta pada 7 maret 2024 pukul 21:25 WIB. Ada 16 negara yang menjadi tujuan berdakwah para dai, salah satunya adalah Jepang. Ustaz Ahmad Muqorobin, Dai Ambassador penugasan Jepang membagikan pengalamannya kepada Dompet Dhuafa saat pertama kali tiba di Negeri Sakura itu.
Perjalanan Ustaz Ahmad dari Jakarta menuju kota Tokyo Jepang ia tempuh dalam waktu 7,5 jam dengan menggunakan pesawat Jepang Airlines. Pada tahun 2024 ini, ada 3 dai dan 1 daiyah yang diutus untuk berdakwah di Jepang. Mereka adalah Dr. Cecep Sobar Rochmad, Dr. Cutra Sari, Dr. Lukman Samarna dan Ahmad Muqorobin, PhD.
Safari dakwah Ramadan ini merupakan kegiatan rutin Dompet Dhuafa dalam 10 tahun terakhir sejak Corps Da’i Dompet Dhuafa (Cordofa) berdiri. Selain safari dakwah Ramadan, para Dai Ambassador juga akan mensyiarkan zakat, infak, sedekah, dan wakaf (Ziswaf), serta memberikan pemahaman kepada masyarakat internasional terkait kegiatan filantropi Dompet Dhuafa selama Ramadan 1445 H yang mengangkat tema Ramadan Mendekatkan.
Baca juga: Kisah Dai Ambassador 2024: Oase Spiritual nan Memikat di Masjid Al-Anwar Incheon Korsel
Dalam Ramadan Mendekatkan terdapat berbagai program, di antaranya Satukan Solidaritas Bantu Palestina, Kuatkan Dakwah di Negeri Sakura, THR bagi Pejuang Keluarga dan lain-lain. Sebelum keberangkatan, para dai dan daiyah telah lebih dulu mengikuti training selama tujuh hari di Sentul, Bogor. Materi pelatihan diisi oleh Tim Cordofa, yakni Ustaz Totok, Ustaz Rahmat, Mbak Ummay, dan Mbak Olis.
Pukul 06:25 pagi waktu jepang, para Dai Ambassador mendarat di Bandara Narita, Jepang. Sesaat setelah keluar dari pesawat, hawa dingin mulai terasa. Jepang, tepatnya Tokyo, ternyata sedang turun salju yang diperkirakan sebagai salju terakhir sebelum datangnya musim semi. Alhamdulillah proses imigrasi yang dilalui para dai mudah dan lancar.
Para Dai Ambassador pun bergegas keluar dari bandara, yang kemudian disambut hangat oleh Direktur Dompet Dhuafa Jepang, yakni Ustaz Achmad Firman Wahyudi, PhD Candidate di The University of Tokyo, dan Yosi, seorang perawat yang sudah tinggal di Jepang kurang lebih 11 tahun. Bagi para dai, sambutan itu terasa sangat baik dan ramah, meski mereka baru pertama kali bertemu.
Dari Bandara Narita, para dai melanjutkan perjalanan menuju pusat Kota Tokyo. Dalam perjalanan, mereka sempat melihat salju turun dari jendela mobil yang menjemput mereka di bandara. Fenomena hujan salju ini merupakan momen pertama bagi sebagian dai. Sebelum menuju ke basecamp para Dai Ambassador di Ainul Yaqeen Foundation di Adachi City, mereka lebih dulu mengunjungi Masjid Camii.
Masjid Camii merupakan masjid terbesar di Jepang. Masjid ini sangat strategis, karena terletak di tengah-tengah kota. Dibangun atas sumbangan dari Negara Turki, Masjid Chamii dikunjungi oleh banyak komunitas muslim dari berbagai negara, termasuk oleh masyarakat nonmuslim Jepang yang ingin mengetahui dan belajar tentang budaya Islam. Dalam kunjungan para dai ke Masjid Camii, alhamdulillah Allah pertemukan mereka dengan Yetti Dalimi, salah satu WNI yang menjadi tokoh di Tokyo dan telah menikah dengan orang Jepang. Yetti merupakan kepala sekolah YUAI International Islamic School.
Sambil keliling melihat kemegahan dan keindahan Masjid Camii, para dai juga mengabadikan momen di sana dengan berfoto. Udara segar berhembus ringan dengan sedikit sinar matahari yang menghangatkan badan, seakan-akan inilah angin surga yang ada di Bumi Sakura. Teriknya matahari pun tak membuat panas, justru malah membuat udara siang hari di Jepang terasa menyegarkan. Hal ini membuat para dai takjub, sebab keadaannya sangat berbeda dengan di Indonesia yang panas, karena bagian dari daerah tropis.
Selain itu, kondisi Kota Tokyo di Jepang juga sangat bersih, rapi, dan tertib. Tata letak kota diatur dengan rapi. Seakan sunah Nabi “kebersihan sebagian daripada iman” diterapkan di sana. Karakter masyarakat Jepang juga sangat disiplin. Mereka semua sangat tertib mengikuti peraturan yang ditetapkan Pemerintah Jepang. Perilaku yang dilakukan masyarakat Jepang ini sudah mencerminkan nilai-nilai keislaman. Akan tetapi, hati mereka masih kosong, bahkan mayoritas dari penduduk jepang tidak mempercayai adanya Tuhan.
Dengan kondisi yang demikian, keberadaan masjid dan komunitas muslim yang mulai berkembang di Jepang pun terasa seperti angin surga. Angin ini berhembus ke seluruh Jepang untuk menyebarkan agama Islam. Apabila Islam berkembang di Jepang, maka Jepang merupakan miniatur kehidupan Islami yang telah menerapkan nilai-nilai keislaman dalam kesehariannya.
Harapan besar pun muncul dari para Dai Ambassador penugasan Jepang. Mereka berharap dapat membantu pengembangan Islam di sana. Semoga bisa menjalankan kegiatan dakwah tak hanya di bulan Ramadan saja, tetapi sepanjang tahun, sehingga para saudara muslim di Jepang dapat trerus mendapatkan bimbingan dan pecerahan dari para dai. Wallahu’alam.
Senin, 11 Maret 2024
Ahmad Muqorobin, Dai Ambassador Dompet Dhuafa