Kisah Penerima Manfaat Pemberdayaan Dompet Dhuafa: Kini Kami Tak Lagi Berhutang

Tukijo saat menaiki pohon kelapa untuk mendapatkan nira. Tukijo merupakan salah satu penerima manfaat program pemberdayaan pengrajin gula semut di Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta. (Foto: Yogi/Dompet Dhuafa)

Oleh: Gie

Fajar belum menyingsing. Langit masih diselimuti gelap pekat. Ayam-ayam jantan berkokok bersahutan. Saat pagi buta itu, Tukijo (53) telah bergegas. Selepas salat subuh, ia memulai aktivitas menghidupi keluarga.

“Setiap hari saya mulai aktivitas sekitar jam 5 subuh. Udah berangkat ke kebun untuk panjat pohon kelapa,” ujar Tukijo.

Aktivitas panjat pohon kelapa tersebut Tukijo lakoni dua kali dalam sehari. Selain selepas subuh, ia juga memanjat pohon kelapa pada siang hari sekitar pukul 14.00. Hal tersebut ia jalani demi mengambil nira kelapa. Setelah diambil, air sadapan dari mayang tersebut lantas diproduksi menjadi gula semut.

Tukijo merupakan salah satu pengrajin gula semut di Dusun Kali Buko 2, Desa Kalirejo, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Bersama istrinya, Turinah (46), Tukijo memproduksi gula semut sebagai usaha kecil berbasis rumah tangga.

Dalam sehari Tukijo paling tidak memanjat 15 pohon kelapa di kebun di sekitar rumahnya. “Saya tidak pakai alat pengamanan pas naik. Alhamdulillah sampai sekarang belum pernah jatuh,” ujar pria yang telah melakukan aktivitas panjat pohon kelapa sejak usia 14 tahun ini.

Mengambil nira kelapa merupakan proses awal memproduksi gula semut. Nila yang telah diambil Tukijo dari pohon kelapa setelah seharian ditimbun selanjutnya diproses oleh Turinah di dapur.

“Proses pembuatan gula semut setelah nira selesai dideres (diambil dari pohon kelapa) itu disaring. Lalu ditaruh di dalam wajan terus dipanasi selama 3 jam sampai mengental. Habis itu ditiriskan kemudian diaduk sampai kering,” jelas Turinah.

Turinah menuturkan, dalam sehari rata-rata mereka bisa memproduksi rata-rata 3-4 kilogram (kg). Setelah mencapai sekitar 14 kg yang biasanya didapat dalam tiga hari, Turinah menjualnya secara gelondongan atau curah.

“Harga satu kilonya Rp 16 ribu. Itu harga yang sekarang setelah adanya koperasi ISM (Ikhtiar Swadaya Mandiri). Dulu Rp 15 ribu dari pengepul,” terangnya.

Koperasi ISM yang dimaksud Turinah adalah Koperasi bernama Gempita Mandiri. Koperasi tersebut didirikan Dompet Dhuafa selepas program pemberdayaan ekonomi Klaster Mandiri berakhir pada tahun 2011.

Selepas koperasi ISM didirikan, Dompet Dhuafa kembali menggelar program pemberdayaan ekonomi. Kali ini pengrajin gula semut sebagai sasaran program dan Turinah salah satu manfaat program. Gula semut diipilah lantaran ia merupakan produk ekonomi yang potensial di Kecamatan Kokap, Kulonprogo.

Semenjak adanya koperasi ISM dan menjadi penerima manfaat program pemberdayaan Dompet Dhuafa, Turinah mengaku adanya perubahan signifikan dalam kondisi ekonomi keluarganya. Selain mendapatkan dukungan berupa modal uang, ia juga mendapat dukungan peralatan produksi seperti wajam, saringan, dll.

“Kalau dulu saya ngutang dulu ke pengepul. Sekarang sudah ada ISM, saya gak lagi ngutang. Biaya sekolah anak gak lagi dari hasil ngutang,” ujar ibu tiga anak ini.

Rasa kebersamaan dan pengetahuan baru pun didapat Turinah selama menjadi penerima manfaat. Hal ini lantaran pemberdayaan ekonomi Dompet Dhuafa berbasis komunitas. Ia pun kerap mendapatkan pelatihan guna meningkatkan kapasitas dalam usaha yang ia geluti.

Turinah adalah satu dari 148 penerima manfaat program pemberdayaan pengrajin gula semut Dompet Dhuafa di Kulonprogo. Ia pun berharap usaha produksi gula semut berbasis rumah tangga yang ia geluti bersama sang suami semakin maju. Dengan berbekal pengetahuan dan pelatihan yang ia dapat selama pemberdayaan, ia dan suami semakin giat berusaha.