Kisah Sidur Sihab, Nelayan Pemecah Batu Berjuang Pasca Gempa Lombok

LOMBOK TIMUR — Sidur Sihab (53), sibuk mengambil batu-batu kecil di sepanjang pantai Cemplung, Kecamatan Baya, Lombok Timur. Setelah penuh satu karung, dia angkat dan kumpulkan hasil batu ke pinggir pantai. Lalu dia pecah batu pantai tersebut menjadi kerikil kecil, sebelum nantinya ia jual. Satu karung besar penuh, ia tukar dengan uang Rp. 10.000,-. Sidur Sihab sejatinya bukanlah pemecah batu. Aslinya, ia adalah seorang nelayan sejati. Lalu kenapa ia tidak berlayar?

Di sepanjang pesisir pantai Cemplun, Kecamatan Bayan, kebanyakan masyarakat berprofesi sebagai nelayan. Hidup mereka tidak bisa lepas dari laut. Sejak kecil, mereka sudah terpaut dengan air asin. Makan dan penghasilan masyarakat di sana sangat tergantung pada hasil laut.

Kini, bukan hanya di pesisir pantai Cemplung, melainkan setengah pesisir pulau Lombok lumpuh dari kegiatan melaut. Bukan karena air laut yang sedang pasang. Juga bukan cuaca yang tidak bersahabat. Laut Lombok masih seperti biasanya yang indah dan bersahabat. Namun, rasa khawatir yang membuat masyarakat nelayan enggan melaut.

Setelah gempa Lombok terjadi, semua orang khawatir dan takut. Isu tsunami pun merebak, bahkan air laut benar-benar naik ke permukaan, menutup jalan raya. Kini, masyarakat berlindung di tenda pengungsian, dan hidup dengan keterbatasan.

Sidur Sihab hanyalah satu dari ratusan ribu warga Lombok yang kehilangan mata pencaharian mereka. Masyarakat tidak lagi hidup normal seperti sedia kala. Bantuan bencana masih belum memenuhi kebutuhan masyarakat. Banyak dari mereka yang harus berjuang lebih keras untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Mari, saatnya kita bergandeng tangan, bersama membentang kebaikan untuk Lombok Bangkit. (Dompet Dhuafa/Zul)