Hasanuddin Nesip (29) bersama mobil Badan Pemulasaran Jenazah (Barzah) Dompet Dhuafa. Ia menjadi bagian tim Barzah Dompet Dhuafa dalam melayani pengurusan jenazah kaum dhuafa. (Foto: Fajar/Dompet Dhuafa)
Hampir tiga tahun Hasanuddin Nesip (29) menjadi bagian dari Badan Pemulasaran Jenazah (Barzah) Dompet Dhuafa. Selama itu pula, ia mendapati berbagai pengalaman suka-duka sebagai seorang sopir pengantar jenazah.
“Awal 2012 saya masuk Barzah sebagai sopir. Nganter-nganter jenazah ke berbagai daerah. Paling jauh ke Palembang dan Madura,” ungkap Hasanuddin yang kini menjadi Koordinator Sopir Barzah Dompet Dhuafa awal November lalu di Bogor.
Meski kini menjadi koordinator, Hasanuddin tidak jarang turun menjadi sopir mengantar jenazah ke berbagai daerah. Ia dan tim harus siap siaga 24 jam dalam merespon permintaan warga bila ada orang meninggal.
“Bukan jarang lagi. Sering jam 1-2 pagi ditelepon. Karena memang Barzah 24 jam siap melayani,” ungkap pria yang sebelumnya bekerja sebagai sopir ambulans di Rumah Sehat Terpadu (RST) Dompet Dhuafa ini.
Pengalaman tidak mengenakkan pun kerap dirasakan Hasanuddin dan tim Barzah saat hendak makan di sebuah rumah makan. Mereka selalu ditolak oleh pemilik rumah makan di daerah manapun. Hasanuddin menuturkan, mobil Barzah menjadi alasan utama.
“Mungkin pemilik warung takut orang yang mau makan di warungnya gak jadi beli gara-gara ada mobil jenazah. Kebanyakan orang kan masih takut,” kata Hasanuddin.
Belajar dari pengalaman, Hasanuddin dan tim Barzah pun menemukan solusi. Mereka memarkir mobil Barzah agak berjarak dari rumah makan yang mereka tuju. Mereka pun rela berjalan lumayan jauh agar bisa makan.
Namun demikian, semua pengalaman tersebut tidak menyurutkan semangat Hasanuddin menjalankan tugasnya di Barzah. Malah, menjadi bagian dari Barzah Dompet Dhuafa adalah hal yang ia syukuri. Ia senang dapat membantu kaum dhuafa dalam mengurus jenazah dari memandikan, mengkafani, menyalatkan, hingga menguburkannya.
Barzah Dompet Dhuafa memang hadir sebagai badan layanan yang memfokuskan pada pemulasaran jenazah secara gratis bagi kaum dhuafa. Tidak heran bila Hasanuddin selalu menemukan kisah haru setiap mengantar jenazah kepada keluarga yang ditinggal.
“Mereka sangat berterima kasih karena dibantu memulangkan salah satu keluarganya pulang kampung. Soalnya kalau pake mobil jenazah dari rumah sakit mereka gak mampu. Biayanya mahal,” ungkap Hasanuddin.
Hasanuddin pun berharap, semakin banyak kaum dhuafa yang bisa memanfaatkan layanan Barzah Dompet Dhuafa. Dengan begitu, semakin banyak keluarga kaum dhuafa yang ditinggalkan tidak lagi pusing dalam hal biaya—terutama perantau.
Karenanya, Hasanuddin dan tim Barzah tak lelah mensosialisasikan program Barzah ke berbagai daerah terutama di Jabodetabek. Bersama tim, ia pun mengajari bagaimana tata cara pemulasaran jenazah. Bagaimanapun, setiap muslim wajib mengetahui tata cara bagaimana merawat jenazah yang sesuai dengan tuntunan agama Islam. Pasalnya, kewajiban merawat jenazah yang pertama adalah keluarga inti (orang tua dan anak).
“Ke setiap majelis taklim, ke pihak RT, RW, Kelurahan kita datangi. Kita kasih nomor call center kita. Kita kasih tahu mereka layanan ini siap siaga 24 jam,” pungkasnya. (gie)