Hayati, warga Dusun Sungak, Desa Bendungan, Kecamatan Kasemen, Serang-Banten, saat mencuci pakaian di pinggir aliran sungai yang dekat dengan tempat tinggalnya. (Foto: Uyang/Dompet Dhuafa)
Sambil berjalan membawa wadah yang berisi pakaian kotor, Hayati, salah satu warga yang tinggal di Dusun Sungak, Desa Bendung, Kecamatan Kasemen, Serang, Banten ini menuju sungai untuk mencuci pakaian. Ya, aktivitas ini setiap hari dijalaninya sebagai ibu rumahtangga. Air sungai keruh berwarna kecoklatan yang mengalir di sepanjang sungai tersebut nampak tak menjadi masalah baginya dan penduduk setempat yang tinggal di dusun tersebut.
“Ya, asalkan ada air aja udah alhamdulillah. Kalau pas kekeringan malah makin sulit buat dapat airnya kan?” jawab Hayati dengan lugu.
Air sungai yang mengalir di sepanjang persawahan dan perumahan warga menjadi satu-satunya sumber air yang digunakan warga untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari seperti, mandi, cuci, kakus, dan memasak. Tidak hanya itu, untuk kebutuhan air minum pun, warga memperolehnya dari air sungai yang mengalir tersebut dan sudah berjalan sejak berpuluh-puluh tahun itu.
“Pas dimasak airnya juga tetep keruh. Makanya biasa warga suka kasih tawas dulu biar airnya jernih dan bisa diminum meskipun rasanya asin dan payau,” papar Abdul Wahab, Ketua RT setempat.
Menurut Wahab, kondisi tersebut telah berlangsung lama bagi warganya. Seiring berjalannya waktu, ia mengaku belum ada bantuan yang mengalir dari pemerintah daerah setempat dalam hal pembangunan sarana air bersih. Akibatnya, gangguan kesehatan pun mulai dirasakan wargasetempat seperti diare, disentri, dan lain sebagainya.
“Saya miris dengan kondisi warga di Dusun Sungak ini. pemerintah daerah juga belum memberikan bantuan, khususnya dalam hal pembangunan sarana air dan MCK,” tambah Wahab.
Belum lagi, bila musim kemarau tiba. Wahab menceritakan, air sungai yang menjadi sumber kehidupan bagi warga itu mengering seketika. Bila sudah demikian, banyak warganya yang beralih membeli air isi ulang. Berbagai upaya telah dilakukan warga dengan bergotong-royong melakukan pengeboran yang hanya mampu dilakukan pada kedalaman 15 meter. Air yang dihasilkan dari pengeboran tersebut belum menghasilkan kualitas air yang baik, dikarenakan kedalaman pengeboran yang masih dinilai dangkal.
“Warga saya banyak yang ngeluh juga kalo beli air isi ulang. Udah gitu biaya pengeboran juga mahal banget. Makanya warga kami sangat membutuhkan bantuan sarana air bersih,” paparnya.
Untuk mewujudkan harapan warga yang berjumlah sekitar 200 KK tersebut, alhamdulillah Dompet Dhuafa bersinergi dengan PT Mahadana Dasha Utama (Mahadasha) menjalankan Program Air untuk Kehidupan (AUK) Dompet Dhuafa yang tengah berlangsung di dusun yang mayoritas penduduknya bermatapencaharian sebagai petani dan kuli bangunan itu dalam membangun sarana air dan kamar mandi (MCK).
“Untuk itu kita upayakan melalui program air untuk kehidupan dengan melakukan pengeboran 500 meter, Insya Allah akan mendapatkan kualitas air yang terbaik bagi warga,” ujar Nugroho Indera Warman, Manager Public Interest and Peace Building Dompet Dhuafa.
Nugroho menuturkan, Dompet Dhuafa sangat berharap dengan program kerja samaini, akses terhadap air dan sanitasi lebih meningkat. Terutama kebiasaan masyarakat setempat yang sering melakukan aktivitas mandi, cuci, kakus di sepenjang aliran sungai, mampu membiasakan diri untuk beralih ke sarana yang telah dibangun.
“Kita sudah mulai pembangunan sarana air dan kamar mandi. Semoga saja program jangka panjang inimemberikan manfaat yang luas bagi banyak warga,” harapnya. (Uyang)