KUPANG, NTT – Hari Tasyrik Iduladha telah memasuki hari terakhir di Kota Kupang. Sebagian warga muslim di sini mulai bergelut dengan rutinitas hariannya. Sementara, sebagian lain masih larut dalam semarak perayaan Hari Iduladha.
“Hari ini hari terakhir kita bisa berkurban!” Begitu kiranya semangat yang gamblang. Semangat itu juga nampak pada Tim Tebar Hewan Kurban (THK) Dompet Dhuafa Cabang Nusa Tenggara Timur.
Di malam hari Tasyrik terakhir ada sinyal positif dari Sriyati—Pimpinan Cabang DD NTT—yang membuat status “Alhamdulillah…” di aplikasi pesan hijau. Pagi harinya masuk pesan dari Sriyati, “Mas ada pemotongan di STAI Kupang, itu kampus baru dan masih merintis. Mas bisa liputan ke sana”. Tanpa pikir panjang, kami segera bergegas menuju ke lokasi.
Baca juga: Nabila Ishma Bersama Followersnya Sampaikan Kurban Hingga Rote Ndao NTT
Sesampainya di Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Kupang, kami langsung diarahkan menuju serambi kampus yang temboknya berwarna hijau-kuning seperti madrasah. Di sana sudah ada Tim THK DD NTT, Aji dan beberapa relawan, yang menenteng daftar nama pekurban dan alat peraga kurban.
“Selamat datang di kampus Islam pertama di NTT bang,” sambut Aji dengan ramah. Namun sambutan itu membuat kami heran, apakah betul yang diucapkannya?
Bangunan kampus sederhana sarat cerita, begitu kira-kira STAI Kupang bila digambarkan. Kampus belia yang baru berusia satu dekade lebih ini ternyata purwarupa dari semangat besar umat Islam untuk menjajaki pendidikan tinggi yang baik dan terjangkau di NTT. Fondasi yang kuat dalam niat mulia membangun peradaban ditopang persatuan yang menjadi tiangnya.
“Mulai dari lahan, bangunan, hingga biaya cadangan operasional kampus itu dikumpulkan dari gaji para guru di setiap madrasah di NTT. Tidak ada paksaan, semuanya sukarela,” terang Arafik Syaif (39), Dosen Program Studi Manajemen Pendidikan STAI Kupang. Sambil mengasah belati, Arafik menjelaskan bahwa STAI Kupang adalah milik umat muslim di NTT.
DD NTT sendiri sudah sejak lama berkolaborasi dengan STAI Kupang untuk berbagai macam kegiatan dan program, salah satunya THK. Pada momen itu, setidaknya ada empat ekor sapi yang dikurbankan. Sapi-sapi itu ditautkan di pohon yang ada. Tepat pukul 09.15 WITA proses penyembelihan dimulai. Arafik bertugas menjadi juru jagal hewan.
Arafik mulai menyembelih sapi pertama dibantu oleh banyak remaja usia Gen Z yang ragu-ragu, seperti mereka baru pertama kali memegang sapi. Sapi pertama berhasil disembelih, meski harus diselingi teriakan sebagai peringatan untuk waspada akan potensi gerakan muscle memory dari sapi.
“Mereka yang muda-muda ini semua mahasiswa, ikhwan dan juga akhwat. Biarkan mereka belajar tentang arti kurban yang sesungguhnya,” ucap Arafik yang sedang membersihkan belatinya dari darah.
Baca juga: Senyum Penerima Manfaat Kurban di Kampung Terisolir Grobogan
Sapi mulai dikuliti oleh mahasiwa dengan pisau. Tak jauh dari sana, sudah menunggu mahasiswi duduk berkelompok di atas alas terpal putih. Bagian sapi yang sudah dipotong kemudian diberikan pada mahasiswi-mahasiswi tersebut. Mereka ditugaskan menjadi juru cincang daging. Mahasiswi mencicang dengan sigap sambil berhati-hati.
“Nanti daging kurban ini akan didistribusikan ke kurang lebih 320 penerima manfaat,” kata Aji.
Di kampus Islam pertama NTT ini, kurban memberi pembelajaran luar kelas yang berharga. Belajar mengambil hikmah di Hari Iduladha dengan turun langsung memotong hewan kurban, bercengkrama, hingga muncul rasa kebersamaan, mempererat tali persaudaraan, dan syiar Islam sarat akan makna berbagi kebaikan. Tebar Hewan Kurban, Kebaikanmu Pasti Tersampaikan. (Dompet Dhuafa)
Teks dan foto: Aryo Prasojo
Penyunting: Ronna