Kurbanesia: Sepotong Surga di Tanah Sembalun (Bagian Satu)

SEMBALUN, NUSA TENGGARA BARAT — WEEEYYY… MAA.. PECAAAT…!!! terdengar menggema sebuah alunan auman di Bukit Dandaun yang berarti memanggil ‘Hey, kemari cepat’. Setelah beberapa teriakan, berbondong-bondong puluhan ekor sapi berlarian menghampiri panggilan peternaknya, Suhilwadi (58). “Walaupun ada ratusan ekor sapi milik peternak lain di lokasi ini, tetapi hanya sapi kami yang berdatangan, tidak akan tertukar karena mereka (para sapi) bisa tahu dengan suara panggilan dan ‘aroma’ kami majikannya,” aku Ketua Kelompok Paguyuban Pagar Sembalun tersebut.

Suhilwadi melakukan ‘ritual’ pemanggilan kawanan sapi ternaknya yang bersembunyi dari terik matahari dan dilepas bebas di hamparan Bukit Dandaun di ketinggian 1600 mdpl kaki Gunung Rinjani. Membutuhkan langkah perjuangan menanjak bukit sejauh 6 km dan waktu tempuh 2 jam perjalanan kaki menuju atas bukit kaki Gunung Rinjani demi merawat para sapi ternaknya.

Biasanya ia dan peternak lainnya mengunjungi hewan ternak mulai dari 1 (satu) minggu atau 1 bulan sekali untuk merawat dan melihat kondisi apabila terdapat sapi yang hamil, sakit, atau mati. Ia mengatakan, “Setiap kami berangkat ke atas (Bukit Dandaun), kami berangkat berdua atau bertiga bersama kawan. Dari rumah bawa ayam kampung hidup untuk makan siang. Nanti dipotong dan menyiapkan kayu bakar diatas. Sehabis solat Subuh ke atas dan sampai siang kami bersiap turun, paling lama sore sudah pulang ke rumah”.

Kesuksesan Suhilwadi sebagai ketua kelompok peternak, tak luput oleh pendampingan mitra Kelompok Ternak Pagar Sembalun. Adalah seorang Hamdan, yang turut serta berada pada perjalanan sejarah ternak di Sembalun sejak tahun 2010 dan bermula hanya 5 (lima) kelompok, masing – masing 5 orang. Pada tahun 2015 bertambah 75 orang (15 kelompok), menjadi 20 kelompok termasuk juga pertanian di dalamnya.

“Saya menjadi gembala sudah sekitar 15 tahun, saat ini sudah punya 22 sapi. Tadinya saya hanya bertani, sekarang juga konsen gembala sapi. Alhamdulillah bisa jadi subsidi silang saat tani tidak panen atau butuh bahan baku. Terasa sekali bantuan dari Dompet Dhuafa apalagi melalui sapi – sapi ini. Saya berharap bisa ada penambahan sapi – sapi lagi untuk teman – teman gembala di gembala kelompok yang masih kekurangan agar merata pengelolaannya”, ujar Suhilwadi.

Kembali para Kelompok Ternak Paguyuban Pagar Sembalun, khususnya Hamdan mencurahkan harapan, “Alhamdulillah warga yang tadinya belum bisa sekolahkan anaknya, sekarang sudah bisa. Rumah warga yang reot kini sebagian sudah bisa bangun pakai batu bata. Tahapan perekonomian meningkat”, ujar Hamdan.

Dalam rangka Kurbanesia pada (30/8/2017), tim Dompet Dhuafa membutuhkan kurang lebih 4 – 5 jam perjalanan darat dari Bandara International Lombok, Mataram, Nusa Tenggara Barat untuk sampai ke Kecamatan Sembalun yang berasal dari kata ‘Sembah Hulun’ dan memiliki arti ‘Taat Pemimpin/Pencipta’. Dibalik berbagai keindahan alamnya, mayoritas warga Sembalun beragama Muslim dan beraktifitas di bidang tani juga ternak. Kelompok Ternak Paguyuban Pagar Sembalun merupakan mitra ternak binaan Dompet Dhuafa sejak tahun 2010. (Dompet Dhuafa/Dhika Prabowo)