Lestarikan Lingkungan, Menanam Mangrove untuk Kehidupan

Foto: Penanaman Mangrove oleh sekelompok nelayan di kawasan pesisir laut, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. 

Sebagian besar masyarakat kita mengenal Hutan Mangrove yakni sekumpulan pohon atau semak-semak yang hidup dan tumbuh di daerah pasang surut (kawasan pinggiran pantai). Hutan Mangrove juga populer dengan sebutan Hutan Bakau, dikarenakan mayoritas populasi tanaman yang hidup pada Hutan Mangrove adalah tanaman bakau.

Hadirnya Hutan Mangrove sangat berperan penting dalam menjaga  garis pantai agar tetap stabil. Mengingat, kehadiran populasi pohon dan semak yang ada pada hutan mangrove tersebut dapat melindungi tepian pantai dari terjangan ombak langsung yang berpotensi menghantam dan merusak bibir pantai. Selain itu, peran penting Hutan Mangrove lainnya yakni melindungi pantai dan tebing sungai dari kerusakan, seperti erosi dan abrasi.

Di Indonesia sendiri, Hutan Mangrove mulai digalakkan keberadaannya di beberapa kawasan seperti Sumatera, Jawa, Sulawesi, dan Papua. Salah satunya seperti Hutan Mangrove yang berada di sepanjang daerah aliran sungai Tanjung Balai dan Sei Babalan, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara yang juga merupakan kawasan hutan lindung dengan luas 30.506. Ya, Hutan Mangrove di kawasan tersebut tak hanya dijadikan lahan untuk melindungi pantai dan tebing sungai dari kerusakan, melainkan juga menjadi tempat pemijahan benih ikan dan biota laut.

Dari sektor ekonomi, Hutan Mangrove juga memberikan pendapat alternatif bagi nelayan, dalam satu bulan kawasan magrove bisa menghasilkan 50-60 liter madu. Masyarakat setempat menjadikan kawasan Mangrove sebagai lahan untuk mengais rezeki.

Namun, sejak tahun 2006, kenyataan pahit harus dirasakan masyarakat Kabupaten Langkat. Lahan yang dihiasi sekelompok tanaman hijau nan asri itu dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit seluas 16.446 Ha oleh beberapa oknum perusahaan perkebunan sawit yang tidak mendapatkan izin dari Departemen Kehutanan dan Bupati Langkat.

Akibat perambahan yang dilakukan oleh ketiga perusahaan tersebut telah merugikan negara  sebesar  160 Milliar, dan menguntungkan segelintir orang dan golongan, serta merta memiskinkan masyarakat yang berada di enam desa ( Desa Perlis, Klantan, Lubuk Kasih, Lubuk Kertang, Alur Dua, Kelurahan Barandan Barat dan Kelulahan Sei Bilah).

Dampak negatif dari aktivitas Illegal perkebunan tersebut, hilangnya dan menurunnya mata pencaharian nelayan akibat ditutupnya 30 lebih paluh atau anak sungai (paluh Burung Lembu, Terusan Habalan, Napal dan Tanggung) dengan diameter 3-4 meter, Paluh (anak-anak sungai) merupakan sumber penghidupan, di mana nelayan-nelayan bubu, ambai, belat, jaring menggantungkan hidupnya. Hal ini berdampak bukan hanya kepada ekonomi keluarga nelayan, tapi juga social dan budaya masyarakat di Langkat, Sumatera Utara.

Kondisi tersebut membuat sebagian besar masyarakat Nelayan di Kabupaten Langkat bergerilya untuk mengupayakan penyelamatan Hutan Mangrove. Para nelayan yang didominasi perempuan ini begitu antusias melakukan penanaman tanaman bakau dan kembali menghidupi Hutan Mangrove di kawasan tersebut.

Ikhtiar yang dilakukan segenap para nelayan membuat Dompet Dhuafa melalui Semesta Hijau, bersinergi dengan KIARA (Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan) menggagas gerakan ‘Menjaga Hijau dan Biru, Perempuan Nelayan Menanam Mangrove untuk Kehidupan’. Gerakan ini merupakan salah satu bentuk kepedulian Dompet Dhuafa dalam mengembalikan fungsi hutan mangrove kepada masyarakat di Langkat pasca alih fungsi menjadi perkebunan sawit.

Ika Akmala, Penanggung Jawab Semesta Hijau Dompet Dhuafa menuturkan, penanaman kembali atas lahan seluas 1200 ha yang telah dibebaskan dari konversi sawit. Secara swadaya dan bertahap, revitilasasi mangrove telah dilakukan di atas lahan kurang lebih 400 hektar. Dalam perjalanannya, Dompet Dhuafa dan KIARA menilai gerakan yang sudah dilakukan oleh masyarakat Langkat harus didukung dengan penanaman 10.000 mangrove di atas lahan yang telah dikonversi.

“Untuk penanaman Mangrove sendiri telah kami lakukan pada Oktober tahun lalu yakni di dua tempat yaitu Lubuk Kertang dan Perlis, meliputi Dusun 5 Melur (Perlis), Dusun Sembilan (Panglong, Perlis), Dusun Lubuk Kertang,” ujar Ika.

Ika lebih lanjut menjelaskan, pasca penanaman pada Oktober hingga Desember 2015 lalu, masyarakat setempat telah merasakan dampak positifnya. Salah satu dampak yang diterima oleh masyarakat pasca launching program Dompet Dhuafa Sedekah Pohon Menjaga Hijau dan Biru “Perempuan Nelayan Menanam Mangrove untuk Kehidupan, kelompok perempuan nelayan desa Perlis Mutiara Bahari telah dikukuhkan dan mendapatkan kepercayaan untuk melaksanakan kegiatan dengan Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Langkat yaitu Pelatihan Pemberdayaan Masyarakat Melalui Terapan Teknologi Tepat Guna (TTG) I.

“Dampak lainnya adalah semakin banyaknya kepiting bakau di Hutan Mangrove yang membuat penghasilan para nelayan bertambah,” paparnya.

Dengan demikian, melihat peran penting dan potensi besar yang dimiliki dari Hutan Mangrove baik dalam sektor ekonomi maupun pelestarian lingkungan hidup, sudah selayaknya masyarakat dan berbagai elemen pihak mendukung dan berpartisipasi dalam gerakan pelestarian lingkungan hidup demi kemaslahatan bersama. (Dompet Dhuafa/Uyang)