BIMA, NUSA TENGGARA BARAT — Setelah banjir bandang menerjang Kota Bima pada Rabu (21/12) dan Jumat (23/12). Semua warga tidak dapat melaksanakan aktivitas sehari-hari seperti dahulu kala. Hanya dengan rasa sabar dan tabah yang menjadi kekuatan untuk semangat bangkit kembali. Karena semua hartanya tergerus derasnya banjir. “Lembo ade,” begitulah bahasa Bima yang harus disampaikan oleh relawan kemanusiaan kepada warga ketika memberikan bantuan. Kata itu menjadi kearifan lokal yang hingga kini masih diwariskan kepada para generasi muda. Arti kata tersebut adalah tabah dan sabar.
Anak-anak yang setiap hari menggendong tas untuk berangkat menuntut ilmu di sekolah, kini hanya bermain di lokasi pengungsian. Ruang kelas dan halamannya ditumpuki lumpur dan sampah material, kepingan pagarnya berantakan di area jalan dan persawahan. Hanya dengan permainan seadanya seperti bola dan boneka, anak-anak mengisi waktu bermaian di sekitar lokasi pengungsian. Padahal anak-anak sangat membutuhkan media permainan yang positif untuk mendukung kepekaan terhadap lingkungan sekitar. Sekaligus sarana untuk perlahan melupakan trauma akibat bencana.
Untuk itu, tim aksi kemanusiaan Disaster Management Center (DMC) Dompet Dhuafa melalui divisi pendidikan, menggelar program Sekolah Ceria. Pada kegiatan perdananya, Sekolah Ceria diikuti 50 anak di lokasi titik pengungsian, Masjid Sultan Hasanuddin, Kota Bima, Selasa (27/12) sore.
“Kita ingin menghibur anak-anak sebagai salah satu dukungan secara psikososial. Karena saat ini anak-anak pasti mengalami trauma, setelah melihat rumah, sekolah dan lingkungan sekitar tak seindah biasanya,” ujar Dwitanty Kurnianingtias, Staf Pendidikan Dompet Dhuafa yang terjun langsung di pos pengungsian korban banjir bandang Bima.
Kegiatan ini targetnya 100 anak-anak setiap harinya, dengan dua titik lokasi pengungisan yang berbeda. Mereka mendapatkan mentor dari dua mentor alumni Sekolah Guru Indonesia (SGI) yaitu Kak Febi dan Kak Laili. SGI merupakan program Dompet Dhuafa dalam mendukung peningkatan kapasitas guru dan acara ini dibantu enam relawan dari mahasiswa jurusan psikologi Universitas Teknologi Sumbawa dengan metode yang digunakan adalah edugame.
Kecerian anak-anak tampak terlihat dari aura wajahnya saat edugame dimulai oleh para mentor. Tampak anak-anak melupakan banjir, mereka mulai melihat masa depan yang gemilang, senangya sangat luar biasa. “Dihi Ade Poda,” kata Nabil dengan bahasa Bima, yang artinya senang sekali. (Dompet Dhuafa/Musyfiqul Khoir)