Tren Marriage is Scary, Dampak Suami Tak Teladani Sifat Rasulullah dalam Pernikahan

Gambar menunjukkan seseorang yang sedang menunduk seperti menyesali sesuatu digunakan untuk ilustrasi dalam artikel hasad merusak amalan, contoh dosa kecil dan dosa besar, dan marriage is scary.

Marriage is Scary?

Bara api tren Marriage is Scary di tahun 2024 masih terus menyala. Meski terkadang isu buruk tentang pernikahan ini naik turun, namun masyarakat tak pernah bosan untuk kembali membahasnya. Dengan adanya tren Marriage is Scary, orang-orang khususnya para perempuan pun makin merasa takut dan khawatir untuk menikah.

Apalagi, disusul dengan aksi para pemengaruh atau influencer di internet yang speak up tentang kondisi rumah tangga mereka. Ada yang mengungkap bahwa suaminya telah selingkuh, bahkan hingga berkali-kali. Ada pula yang mengungkap bahwa selama pernikahan, suaminya telah melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Padahal, kehidupan rumah tangga para influencer itu di media sosial tampak harmonis, tapi kenyataannya justru sebaliknya.

Gambaran-gambaran buruk tentang pernikahan pun kian terekspos di media sosial. Ribuan warganet yang merasa relate turut bersaksi tentang betapa pernikahan itu menakutkan, dalam kolom-kolom komentar, hingga membuat video dan utas. Mereka bercerita bak sedang me-review produk perawatan muka atau tren fesyen terkini. Warganet yang menjadi audiens pun makin teryakinkan bahwa pernikahan adalah hal yang menakutkan.

Padahal, apabila tren Marriage is Scary kita cermati lebih dalam, yang menjadi masalah di sini bukanlah pernikahannya. Melainkan, orang yang menjalankan pernikahan tersebut. Untuk itu, kita perlu berhati-hati dalam memilih pasangan yang akan membersamai kita dalam mengarungi pernikahan. Pemahaman agama dan keimanan bisa menjadi landasan kita dalam memilih pasangan. Sebab, agama telah mengatur dengan sebaik-baiknya bagaimana kita harus menjalani pernikahan, ibadah terpanjang dalam hidup kita.

Baca juga: Jodoh dalam Islam, Benarkah Ketentuan Allah SWT?

Hukum Menikah dalam Islam

Menikah adalah anjuran dalam agama Islam. Artinya, aturan menikah tidak memaksa. Pada beberapa kondisi, konsekuensi hukum menikah bisa berubah, bisa menjadi wajib, sunah, makruh, hingga haram. Berikut penjelasannya:

  • Wajib

Seorang muslim wajib menikah saat hasrat untuk menikah sudah muncul dan sulit baginya untuk menghindari zina. Hukum menikah juga menjadi wajib bagi muslim yang secara finansial sudah mampu.

  • Sunah

Hukum menikah menjadi sunah bagi seorang muslim yang sudah mampu secara finansial, namun merasa mampu menghindari zina.

  • Makruh

Hukum menikah menjadi makruh bagi seorang muslim yang belum memiliki penghasilan sama sekali. Sekali pun ia sudah cukup umur untuk berhubungan seksual, namun jika ia menikah maka hukumnya makruh.

  • Haram

Hukum haram dalam pernikahan bisa muncul dari banyak faktor. Antara lain, apabila seseorang tidak mampu secara finansial sehingga sangat besar kemungkinan ia tidak mampu menafkahi keluarganya; tidak adanya kemampuan untuk membina keluarga; tidak adanya kemampuan berhubungan seksual dengan baik, hal-hal ini menjadi faktor diharamkannya sebuah pernikahan.

Pernikahan juga bisa menjadi haram apabila syarat sah dan kewajibannya tidak terpenuhi, bahkan dilanggar. Ada banyak klasifikasi nikah yang diharamkan dalam Islam seperti nikah mut’ah (sejenis kawin kontrak) dan nikah syighar (seperti barter). Indikasi terjadinya kezaliman dalam rumah tangga seperti KDRT juga bisa menyebabkan pernikahan menjadi haram untuk dilakukan.

Baca juga: Begini Pandangan Islam Tentang Menikah di Bulan Suro atau Muharram, Bolehkah?

Gambar menunjukkan tangan pasangan yang saling menggenggam setelah yang digunakan sebagai ilustrasi untuk artikel menikah di bulan suro atau muharram, tren marriage is scary
Ilustrasi pernikahan.

Teladan Rasulullah dalam Pernikahan

Agar pernikahan tak menjadi menakutkan (Marriage is Scary), para suami perlu meneladani sikap Nabi Muhammad Saw kepada para istrinya selama menjalani pernikahan. Tak hanya untuk para suami, hal ini juga bisa diteladani oleh para istri.

Rasulullah telah memberi contoh bagaimana seharusnya kita mengarungi biduk rumah tangga dengan baik, sehingga tujuan menikah atau berumah tangga, yaitu sakinah (ketentraman) dapat diraih. Karena, bagaimanapun kehidupan rumah tangga Nabi Muhammad Saw merupakan aplikasi dari nilai-nilai Qur’ani.

  • Menghibur hati istri yang sedang sedih

Rasulullah selalu mendengarkan curahan hati istrinya, menghibur jika istrinya tersakiti, menghapus air mata istri dan menggantinya dengan senyuman. Hal ini bisa diketahui dari riwayat yang mengisahkan tentang hubungan istri-istri Nabi Muhammad Saw.

Suatu ketika Hafshah binti Umar bin Khattab, istri Nabi Saw, melontarkan kata-kata yang menyakiti hari Shafiyyah, istri Nabi Saw yang lain. Hafshah mengejek Shafiyyah dengan sebutan “anak perempuan Yahudi”. Memang, Shafiyyah adalah anak perempuan dari Huyay, seorang pimpinan Yahudi terpandang dari Bani Nadhir. Meski begitu, kata-kata Hafshah membuat Shaffiyah menangis.

Kemudian, Shaffiyah mengadu pada Nabi Saw dan Nabi berkata, “Sesungguhnya engkau (Shaffiyah) adalah putri seorang nabi, pamanmu adalah seorang nabi, dan engkau pun berada di bawah naungan nabi. Maka apakah yang ia banggakan atas dirimu?”.

  • Bersikap romantis

Nabi Muhammad Saw selalu menjaga agar cinta dalam rumah tangganya selalu bersemi, salah satu caranya dengan bersikap romantis. Menjadi seorang nabi dan rasul tal menghalangi Nabi Saw untuk berlaku romantis kepada istrinya.

Sayyidah Aisyah pernah meriwayatkan bahwa suatu hari Nabi pernah menggigit daging di bekas gigitan Sayyidah Aisyah dan minum di bekas mulut istrinya itu. Apabila malam tiba, Nabi juga mengajak Sayyidah Aisyah jalan-jalan sambil berbincang-bincang.

Itu semua adalah sikap romantis yang ditunjukkan Nabi Saw kepada istrinya. Makan dan minum dalam satu wadah yang sama, bahkan persis di bekas bibir istrinya. Kemesraan bahkan tetap dilakukan Rasulullah ketika istri sedang dalam keadaan haid.

Ummu Salamah pernah bertutur, “Ketika aku rebahan bersama Rasulullah di lantai, tiba-tiba aku haid. Aku keluar mengambil pakaian haidku. Beliau bertanya, ‘Mengapa kamu, apakah kamu haid?’ Aku menjawab, ‘Ya’. Beliau lalu memanggilku, dan aku tidur bersama beliau di lantai yang rendah.”

  • Tidak membebani istri

Rasulullah tidak pernah membebani istrinya. Beliau selalu mengerjakan pekerjaannya sendiri. Rasul bahkan menyulam pakaiannya yang robek sendiri, menjahit sandalnya yang putus sendiri, juga membantu istrinya merampungkan pekerjaan rumah.

“Rasulullah senantiasa melakukan pekerjaan rumah tangga (membantu urusan rumah tangga). Apabila waktu salat tiba, maka beliau pun keluar untuk salat,” kata Sayyidah Aisyah dalam sebuah riwayat.

  • Selalu melibatkan istri

Nabi Muhammad Saw sering kali curhat kepada istrinya tentang segala hal yang sedang beliau hadapi. Dengan bercerita pada istrinya, Rasul berharap ada solusi yang didapatkan. Ummu Salamah adalah salah satu istri Nabi yang terkenal dengan kecerdasannya. Ia pun menjadi salah satu istri yang sering menjadi teman curhat Rasul.

Terbukti, Sayyidah Ummu Salamah pernah beberapa kali memberikan solusi atas persoalan yang menimpa Nabi. Antara lain, kejadian setelah ditandatanganinya Perjanjian Hudaibiyah pada tahun ke-6 H. Perjanjian Hudaibiyah dinilai para sahabat merugikan umat Islam. Alasannya, sesuai dengan isi perjanjian, umat Islam yang saat itu hendak menjalankan ibadah umrah. Mereka baru diperbolehkan umrah tahun depan. Setalah menandatangani perjanjian, Nabi mengajak para sahabatnya untuk mencukur rambut mereka masing-masing dalam rangka bertahalul sebelum kembali ke Madinah. Namun, para sahabat enggan menuruti ajakan Nabi Saw.

Hal itu membuat Nabi ‘kesal’. Beliau lalu menceritakan kejadian itu kepada Ummu Salamah yang saat itu ikut dalam rombongan. Kata Ummu Salamah, “Wahai Rasulullah, keluarlah sehingga mereka melihatmu, namun jangan berbicara dengan seorang pun. Lalu sembelihlah untamu dan panggil tukang cukur untuk memotong rambutmu.”

Rasulullah menuruti saran istrinya itu. Beliau lalu keluar dari tendanya, tidak bicara dengan siapa pun, kemudian menyembelih untanya dan mencukur rambut. Dan benar, setelah Rasul melaksanakan usul Ummu Salamah, para sahabat berbondong-bondong mengikuti apa yang dilakukan Rasul.

Baca juga: 5 Hal Ini Bisa Bikin Pahala Sedekah Hilang, Apa Saja?

  • Tidak memukul atau menyakiti istri

Suatu ketika Aisyah berbicara dengan nada tinggi kepada Nabi Saw. Abu Bakar yang saat itu berada di kediaman Nabi mendengar dan tidak rela Nabi Saw diperlakukan seperti itu. Bahkan, Abu Bakar berusaha untuk memukul Aisyah, namun Nabi buru-buru mencegahnya.

Nabi Muhammad tidak ingin istrinya tersakiti, meski oleh orang tuanya sendiri atau pun Nabi sendiri. Sikap Nabi Muhammad yang tidak pernah memukul atau menyakiti istrinya diperkuat dengan pernyataan Aisyah dalam sebuah riwayat. Kata Aisyah, Rasulullah tidak pernah memukul istrinya sekali pun. Malah beliau selalu menjadi pelipur lara istrinya yang menangis karena suatu hal.

Saat berselisih, Rasulullah tidak pernah melibatkan emosi. Saat marah kepada Aisyah, Nabi Saw berkata, “Tutuplah matamu!” Kemudian Aisyah menutup matanya dengan perasaan cemas, khawatir dimarahi Rasulullah. Nabi berkata, “Mendekatlah!”. Tatkala Aisyah mendekat, Rasulullah kemudian memeluk Aisyah sambil berkata, “Humairahku, telah pergi marahku setelah memelukmu”.

  • Berlaku lembut

“Hati-hati wahai Anjasyah, pelan-pelanlah jika sedang mengawal gelas (piala) kaca (maksudnya para wanita).” (HR. Bukhari dan Muslim)

Berdasarkan hadis di atas, Nabi Muhammad Saw mengibaratkan wanita seperti gelas kaca. Apabila gelas kaca itu pecah, hampir tidak mungkin seseorang dapat memperbaiki pecahan kaca itu dan mengembalikannya ke keadaan semula. Maka dianjurkan untuk para suami tidak membuat hati istrinya terluka. Karena, akan sulit menyembuhkannya.

Begitulah teladan Nabi Muhammad Saw bagi seorang suami dalam memperlakukan istri di pernikahan. Hal ini dapat diterapkan dalam rumah tangga setiap muslim, agar tren Marriage is Scary tak lagi dirasakan atau pun ditakuti oleh masyarakat.

Sahabat, selain menerapkan teladan Nabi Muhammad Saw, rumah tangga juga dapat dijaga dengan cara tidak meninggalkan ibadah, menjalankan perintah-Nya, serta mengamalkan sunah Nabi. Salah satunya dengan bersedekah. Sebab, sedekah memiliki fungsi untuk menolak bala dan bencana dalam kehidupan. Sedekah juga dapat meringankan beban kita, juga beban orang lain, serta membawa keberkahan dalam hidup. (RQA)

SEDEKAH MENOLAK BALA