Memaknai Sumpah Pemuda Dengan Semangat Kemandirian

Faisal Garuda, penerima manfaat Institut Kemandirian Dompet Dhuafa, yang berhasil membuka usaha jasa servis handphone

Semangat pemuda menjadi kekuatan dalam memerdekaan bangsa Indonesia. Ya, karena pemuda merupakan ujung tombak bagi bangsadan Negara ini. Jika kita mengenang kembali peristiwa 28 Oktober 1928 yang hari ini tepat 86 tahun.Sebuah pertemuan yang dinamakan Kongres Pemuda II digelar dan menghasilkan sebuah landasan dasar kebangkitan nasional dan menjadi pemersatu anak bangsa dalam berbagai suku dan agama.

Ya, lahirnya sebuah gagasan besar untuk membangun kemerdekaan yang hakiki dan tak hanya menjadikan gagasan tersebut sarat akan kandungan nilai sejarahnya saja.Namun alangkah baiknya bila diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, agar meraih prestasi yang gemilang. Seperti semangat pemuda yang satu ini.

Kecintaannya pada dunia elektronika, membuatnya semakin gigih dan tak gentar dalam mewujudkan impian dan harapannya. Mampu membuka usaha pusat servis dan pelatihan keterampilan handphone, seolah tak disangkanya. Melalui pengalaman demi pengalaman yang dilewatinya, mulai dari bekerja di sebuah percetakanhingga menjadi kepala cabang pemasaran MLM (multi-level marketing) yang memasarkan sebuah produk kecantikan, dilakoninya demi memperoleh ilmu.

Ya, semuanya adalah kisah Faisal Garuda, salah satu penerima manfaat Institut Kemandirian (IK) Dompet Dhuafa. Sesuai nama yang dimilikinya, semangatnya dalam mencari ilmu berwirausaha pun begitu tinggi dan kuat, layaknya burung Garuda yang menjadi lambang negara ini.

Faisal, demikian sapaan akrabnya bercerita, dahulu ayahnya adalah seorang pedagang kaki lima yang membuka usaha servis elektronik di Brebes, Jawa Tengah. Sejak kecil ia sudah tertarik dengan elektronika. Berbeda dengan anak-anak yang lain, tempat bermainnya sepulang dari sekolah tidak jauh dari tempat-tempat reparasi elektronik.

Rasa tertarik pada dunia elektronika terus berlanjut hingga ia masuk sekolah menengah, meskipun ia menempuh pendidikan di SMAN 56 Jakarta.Setelah lulus sekolah, ia mencari pengalaman baru dengan bekerja di sebuah percetakan. Pekerjaan praktis tentang percetakan dilakukannya seperti membantu menjilid buku dan menata hasil cetakan. Banyak pelajaran yang ia dapatkan ketika bekerja di percetakan.

Setelah mendapatkan ilmu mengenai percetakan, Faisal keluar dari percetakan dan berpindah kerja di tempat sablon.  Enam bulan lamanya ia bertahan bekerja di tempat sablon. Setelah memutuskan berhenti bekerja di tempat sablon, Ia pun mendapat bantuan seperangkat alat sablon dari sang kakak. Peralatan tersebut dijadikannya modal untuk membuka usaha percetakan di Kampung asalnya, Brebes, Jawa Tengah.

Namun, usaha yang ditekuni tak berjalan mulus. Sampai akhirnya pada 1998 terjadi krisis ekonomi yang membuat Faisal benar-benar kewalahan. Kebutuhan pokok dan barang-barang menjadi mahal, sehingga usaha sablonnya harus gulung tikar.

Sampai pada akhirnya, keinginan untuk berhijrah ke Jakarta terlintas dipikirannya. Doa restu dan dukungan keluarga ia dapatkan untuk mencari peruntungan di Kota Metropolitan. Hingga suatu ketika, ia tertarik pada MLM (multi-level marketing). Produk yang dipasarkan berupa peralatan kosmetik.

Pekerjaan sebagai kepala cabang MLM ia tekuni dari 2001 hingga 2007. Titik jenuh menjadi karyawan akhirnya muncul. Panggilan jiwa untuk berwirausaha seperti orangtua di kampung kembali membayangi. Namun, tidak dalam waktu lama, apa yang diinginkannya terkabul. Ia memperoleh informasi tentang pelatihan servis handphone gratis di Institut Kemandirian Dompet Dhuafa.

Setelah dinyatakan lulus seleksi, Faisal mengikuti pelatihan selama sebulan pada awal 2007. Pelatihan saat itu dilaksanakan di Bogor, Jawa Barat. Setelah selesai mengikuti pelatihan, ia mencoba magang di konter handphone, di bilangan Roxy, Jakarta Pusat. Melihat ada peralatan bekas di Institut Kemandirian, selepas dari magang ia mencoba mengajukan proposal ke manajemen Institut Kemandirian untuk meminjam peralatan itu dan akhirnya diizinkan menggunakannya.

Dengan niat dan mengucap bismillah, ia membuka servis handphone, dengan modal seadanya. Selain peralatan servis hasil meminjam, tempat servis juga hanya memanfaatkan bagian ruangan dari rumah mertua di daerah Citayam yang tidak terpakai lagi. Tempatnya memang tidak strategis karena harus masuk ke gang.

Sebagai pengusaha, sebagaimana diajarkan di kelas pelatihan Institut Kemandirian Dompet Dhuafa, Faisal harus membaca peluang dengan berani mengembangkan bisnis. Ia harus berpikir selangkah lebih maju dari para pesaingnya.

Kini ketika sudah marak berkembangnya servis handphone di berbagai tempat, ia juga memberanikan diri membuka jasa training servis handphone. Ya, usaha yang ia tekuni kini pusat servis sekaligus pelatihan teknisi handphone. Nama usaha yang awalnya “Garuda Center” dalam melayani servis dan penjualan pulsa sekarang berganti nama menjadi “Garuda Mandiri Center” dengan tambahan layanan jasa, yaitu training dan service center yang beralamat di Jalan Raya Pagedangan.

Semoga,kisah Faisal Garuda yang terus berjuang mandiri dalam mencapai kesuksesan dapat menjadi teladan bagi pemuda-pemuda bangsa ini. Bahwa, memahami makna arti sumpah pemuda tidak hanya dikenang sebagai sebuah catatan sejarah saat pemuda kala merebutkan dan memperjuangkan kemerdekaan di masa penjajahan saja.Melainkan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari dalam berbangsa dan bernegara. (Uyang)