PALU, SULAWESI TENGAH — Semangat inklusif merupakan suatu keharusan dalam segala lini kehidupan. Mulai dari aktivitas sehari-hari hingga ke hal yang lebih serius seperti respons masalah-masalah kemanusiaan.
Salah satu upaya untuk memperkenalkan dan menebarkan semangat inklusif di masyarakat ialah kolaborasi yang dilakukan oleh Arbeiter-Samariter-Bund (ASB) Indonesia and the Philippines, Advocacy for Disability Inclusion (AUDISI), Humanitarian Forum Indonesia (HFI), Resilience Development Initiative (RDI), Humanitarian Innovation Fund (HIF) Elrha, dan Foreign, Commonwealth and Development Office United Kingdom.
Atas kolaborasi mitra kebaikan di atas lahirlah sebuah program bernama “Partners for Inclusion: Localising Inclusive Humanitarian Response (PIONEER)”. Salah satu kegiatan program tersebut ialah dengan menggelar pelatihan yang bertajuk “Workshop Pembelajaran Kemitraan yang Inklusi: Pelokalan dalam Respons Kemanusiaan di Kabupaten Sigi” pada Selasa (23/08/2022) dan Rabu (24/08/2022).
Puluhan peserta memadati workshop yang berlokasi di Tanaris Coffee, Kelurahan Lolu Utara, Kecamatan Palu Timur, Kota Palu, Sulawesi Tengah. Dompet Dhuafa melalui Disaster Management Center (DMC) Dompet Dhuafa sebagai salah satu anggota HFI terpilih menjadi mitra pelaksana program PIONEER di Kabupaten Sigi.
“Program ini bertujuan untuk membangun pelokalan respons kemanusiaan inklusif melalui kemitraan antara Organisasi Penyandang Disabilitas (OPDis), Lembaga Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia (LKSLU), dan lembaga kemanusiaan lokal di masing-masing daerah Indonesia,”jelas Haryo Mojopahit selaku Chief Executive DMC Dompet Dhuafa melalui pesan singkat.
PIONEER sudah dijalankan selama 13 bulan dari 14 bulan yang direncankan. Adapun program PIONEER terdiri dari pelatihan Pengelolaan Data Disabiltas dan Lansia, Membangun Mekanisme Koordinasi, sosialisasi Pengurangan Risiko Bencana, Pelaksanaan Monitoring Evaluation Accountability and Learning (MEAL), pengadaan alat kesiapsiagaan bencana, simulasi bencana dan lainnya.
“Harapannya melalui program ini dapat meningkatkan kapasitas, kemitraan setara dan partisipasi bermakna pada lembaga disabilitas dan LKSU dalam PIONEER di Kabupaten Sigi,”terang Shofa Qudus selaku General Manager Disaster Risk Reduction DMC Dompet Dhuafa dalam sambutannya.
Model ini bertujuan untuk mewujudkan inklusi, kualitas, dan akuntabilitas respons kemanusiaan yang lebih baik dengan menciptakan ruang bagi OPDis, LKSLU, dan organisasi kemanusiaan untuk bersama-sama merancang, melakukan, memantau, dan mengevaluasi program kemanusiaan.
Dalam program ini, mitra manajemen PIONEER akan menerapkan, mengujicobakan dan menilai efektifitas mekanisme PIONEER di Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi dengan melibatkan ‘anggota PIONEER,’ yaitu Pokja OPDis Sulteng (Kelompok Kerja Organisasi Penyandang Disabilitas Sulawesi Tengah), LKSLU Pelita Hati, Dompet Dhuafa Sulawesi Tengah dan OPD (Organisasi Perangkat Daerah) Pemerintah Kabupaten Sigi
“Program ini menekankan tata cara pembuatan program kemanusiaan termasuk kebencanaan. Persiapan dan perencanaan. Kepada teman-teman disabilitas di luar sana, saya berpesan untuk tidak putus asa. Jika mau, disabilitas bisa melakukan lebih dari orang lain. Lewat kegiatan workshop ini mampu menumbuhkan percaya diri, tidak hanya penerima manfaat tetapi juga sebagai subjek dan berdaya,”terang Irmansyah (42) peserta asal Kelurahan Tana Modindi, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu.
Inklusif sendiri termasuk ke dalam aspek dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau yang biasa dikenal dengan Sustainable Development Goals (SDGs).
Dalam tujuan nomor 4 tentang Pendidikan Berkualitas menegaskan keleluasan kesempatan belajar seumur hidup dan pembukaan akses sebesar-besarnya terhadap dunia pendidikan bagi mereka yang termasuk kelompok rentan, disabilitas, marjinal dan lainnya. Hal ini juga diperkuat untuk pemenuhan lingkungan belajar yang aman dan tanpa kekerasan bagi seluruh penerima manfaat.
Kemudian dalam tujuan nomor 8 Pertumbuhan Ekonomi yang Pekerjaan yang Layak. Pemerintah dunia internasional sepakat dalam rangka meningkatkan bidang ekonomi yang berkelanjutan, berkomitmen untuk memberikan pekerjaan yang layak, produktif, dan berkelanjutan bagi semua pihak, terutama mereka yang termasuk dalam kelompok rentan.
Lalu dalam tujuan nomor 10 tentang menekan ketidakadilan dalam segala aspek lini kehidupan. Salah satu cara mencapai ini adalah dengan meningkatkan semangat dan program pemberdayaan bagi semua masyarakat.
Lanjut pada tujuan 11 tentang Pemukiman dan Penghidupan yang Berkelanjutan. Pemerintah di seluruh dunia berkomitmen untuk menyediakan akses sistem transportasi yang aman, terjangkau, dapat diakses, dan berkelanjutan untuk semua. Demi meningkatkan keselamatan jalan, pemerintah dunia wajib memperluas transportasi umum, dengan perhatian khusus pada kebutuhan mereka yang berada dalam situasi rentan, seperti penyandang disabilitas. Selain itu, seluruh pemerintah wajib menyediakan akses ruang terbuka hijau dan publik yang aman, inklusif dan dapat diakses, terutama bagi penyandang disabilitas.
Terakhir tujuan 17 tentang Kemitraan Global menekankan bahwa untuk memperkuat sarana implementasi dan merevitalisasi kemitraan global untuk pembangunan berkelanjutan, pengumpulan data dan pemantauan serta akuntabilitas SDGs sangat penting.
Negara-negara di dunia diminta untuk meningkatkan dukungan pengembangan kapasitas kepada negara-negara berkembang, termasuk negara-negara kurang berkembang (Least Developed Countries) dan negara-negara berkembang pulau kecil (Small Island Developing States), yang secara signifikan akan meningkatkan ketersediaan data berkualitas tinggi tentang kebutuhan-kebutuhan masyarakat.
“Selain itu juga terkumpulnya rekomendasi untuk meningkatkan perencanaan dan implementasi pemberian bantuan kemanusiaan yang efektif dan efisien berdasarkan standar dan prinsip kemanusiaan,”sambung Haryo Mojopahit. (Dompet Dhuafa/DMC/Fajar/Mutohar)