Menutup Aib Orang Lain, Hindarkan Lisan dari Dosa Ghibah

Menutup Aib Orang Lain

Menutup aib orang lain adalah hal sederhana, namun terkadang masih sulit diterapkan. Manusia adalah makhluk yang senang sekali bercerita tentang apa yang dirasakan. Mulai dari cerita sedih, senang, hingga marah. Namun terkadang dalam cerita-cerita tersebut, manusia juga tak luput dan kebablasan membuka aib orang lain.

Pengertian Aib Seseorang

Secara istilah, aib adalah suatu sifat buruk atau tidak menyenangkan yang ada pada diri seseorang. Bila disebarkan terasa memalukan. Aib adalah bagian dari masa lalu seseorang, harus kita tutup rapat, dan tidak menyebarkan dengan tujuan untuk menjelekkan.

Manusia tidak pernah luput dari dosa. Walaupun setiap ibadah dan kebaikan kita menuai banyak pujian, namun jika Allah mengungkap aib kita, maka semua pujian yang datang dapat berubah menjadi celaan. Seperti peribahasa karena nila setitik, rusak susu sebelanga.

Imam Ahmad bin Hambal saat dipuji oleh seseorang dia berkata, “Demi Allah, seandainya engkau mengetahui apa yang ada padaku berupa dosa dan kesalahan, niscaya engkau taburkan tanah di atas kepalaku”.

Ketidaksempurnaan manusia lah yang harus menjadi pengingat untuk tidak riya’ dalam beribadah, pula tidak membongkar keburukan seseorang di masa lalu. Seperti Hadits Riwayat At Tirmidzi yang berbunyi, “Dan barangsiapa yang menutupi (aib) seorang muslim sewaktu di dunia, maka Allah akan menutup (aibnya) di dunia dan akhirat”.

Baca Juga: Apakah Islam Mengajarkan Kasih Sayang?

Pentingnya Menutup Aib Orang Lain

Menutup aib orang lain dapat menyelamatkan kita dari petaka dan dosa. Membuka aib orang lain rentan menjerumuskan lisan pada dosa ghibah. Menggunjing orang lain ibarat memakan bangkai saudara sendiri. Membicarakan perbuatan yang tercela dan tidak terpuji.

Pergunjingan pernah terjadi pada salah satu Sahabat Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, Salman al Farisi. Ketika selesai makan, Salman langsung tidur dengan mendengkur. Orang lain mengetahui perilaku Salman dan menjadikannya bahan pergunjingan. Hingga akhirnya aib tersebut tersebar luas. Akibat terjadinya pergunjingan tersebut, Allah berfirman dalam Quran Surat Al-Hujurat ayat 12 yang berbunyi:

“Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak prasangka! Sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa. Janganlah mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Bertakwalah kepada Allah! Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.”

Dari Abu Barzah Al-Aslami, dia berkata, Rasulullah Saw bersabda, “Wahai orang- orang yang beriman dengan lisannya, tapi keimanannya belum masuk ke dalam hatinya, janganlah kalian mengumpat seorang muslim dan jangan pula mencari-cari kesalahannya. Sebab siapa saja yang mencari-cari kesalahan orang lain, maka Allah akan mencari-cari kesalahannya. Maka siapa saja yang Allah telah mencari-cari kesalahannya, Allah tetap akan menampakan kesalahannya meskipun ia ada di dalam rumahnya”. (HR Abu Dawud)

Dalil dari Al-Qur’an dan hadis di atas menunjukkan bahwa menutup aib orang lain akan jauh lebih baik, daripada kita mengumpat dan mencari-cari cela kesalahannya.

Baca Juga: Tips Menjaga Kesehatan Mental ala Islam, Berdasar Al-Quran dan Hadis Nabi

Menutup Aib Orang Lain, Hindarkan Lisan dari Dosa Ghibah

Dalam surah Al-Hujurat ayat 12, dijelaskan bahwa tidak menutup aib orang lain, ghibah atau menggunjing adalah dosa besar. Walaupun isi informasi yang dikatakan bernilai benar, namun jika itu menyakiti dan mempermalukan sesama saudara muslim, maka rasanya akan seperti memakan bangkai saudara sendiri. Jika informasi tersebut salah, maka kita telah melakukan dosa fitnah. Apalagi fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan.

Nabi Muhammad Saw bersabda, “Tahukah kalian apa itu ghibah?”

Lalu sahabat berkata, “Allah dan rasul-Nya yang lebih tahu,”

Rasulullah bersabda, “Engkau menyebut saudaramu tentang apa yang dia benci.”

Beliau ditanya, “Bagaimana pendapatmu jika apa yang aku katakan benar tentang saudaraku?”

Rasulullah bersabda, “Jika engkau menyebutkan tentang kebenaran saudaramu maka sungguh engkau telah ghibah tentang saudaramu dan jika yang engkau katakan yang sebaliknya maka engkau telah menyebutkan kedustaan tentang saudaramu”. (HR Muslim)

Seseorang yang terkena gosip atau ghibah, akan sulit menjalani kehidupan sosialnya dengan baik dan normal. Apalagi terkena fitnah, perilaku masyarakat di sekitarnya akan berubah drastis.

Disebutkan dalam riwayat Imam Ahmad dan Thabrani, hadis riwayat Ya’la bin Siyabah pernah mengisahkan bahwa Rasulullah Saw pernah melintasi sebuah kuburan yang penghuninya sedang disiksa. Kemudian, beliau bersabda, “Sesungguhnya mayit ini banyak memakan daging orang lain (ghibah).”

Dalam riwayat lain, Rasulullah Saw bersabda, “Orang tersebut menyakiti orang dengan lisan dan terus melakukan ghibah.” (HR Ibnu Hibban)

Berupaya menutup air orang lain, mendorong kita untuk belajar menjaga kekurangan orang lain. Merenungi aib sendiri tanpa harus memikirkan kelemahan yang dimiliki saudara muslim lainnya.

“Sesungguhnya orang-orang yang senang atas tersebarnya (berita bohong) yang sangat keji itu di kalangan orang-orang yang beriman, mereka mendapat azab yang sangat pedih di dunia dan di akhirat. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (QS. An-Nur: 19)

Baca Juga: Sifat Wajib Rasul yang Harus Muslim Teladani

Aib yang Boleh untuk Dibuka

Menurut ulama almarhum Ustaz Tengku Zulkarnain, ada kondisi tertentu di mana diperbolehkan untuk membuka aib seseorang. Kondisi-kondisi khusus yang apabila tidak dibuka, maka akan membawa kepada kemudaratan. Kondisi tersebut, yaitu:

  1. Kondisi pertama pada saat di hadapan majelis hakim ketika bersidang di pengadilan. Di pengadilan umum atau pengadilan khusus, saksi boleh membuka aib terdakwa. Sebagai bukti bahwa terdakwa memang melakukan kesalahan yang patut untuk diadili.
  2. Kondisi kedua adalah ketika seseorang atau ulama yang melakukan kesesatan, dan perbuatannya berpotensi dapat menjerumuskan atau merugikan orang banyak, maka boleh membuka aibnya. Seperti contoh, seseorang yang melakukan penipuan kepada banyak orang.
  3. Kondisi ketiga yaitu saat seorang istri menuntut hak atas suaminya yang tidak ditunaikan, istri berhak membuka aib suami untuk mendapatkan haknya. Sebagai salah satu contoh, istri berhak mendapatkan perlakuan yang baik dari suaminya. Namun, ternyata suaminya melakukan tindakan kekerasan, maka istri boleh membuka aib suami yang melakukan KDRT.
  4. Kondisi keempat, boleh membuka aib untuk menolong orang yang nyawanya terancam. Jika seseorang memiliki niat untuk membunuh atau mencelakakan orang lain, maka kita boleh membuka aib kepada pihak yang terancam.
  5. Kondisi kelima, jika seorang pemimpin memiliki keburukan dalam kepemimpinannya, dengan syarat anggota sudah memberikan masukan secara empat mata, namun tetap melakukan dosa yang merugikan agama dan rakyatnya, maka boleh membuka aibnya.

Kita wajib ingat, ketika membuka aib seseorang, perlu pertimbangan matang. Sebab jika sembarangan membuka aib, konsekuensinya sangat besar. Jika aib tersebut berupa berita bohong, maka akan merugikan orang lain, dan Allah akan melaknatnya sebagai perbuatan fitnah. Apalagi saat membuka aib seorang pemimpin, alangkah baiknya sampaikan aib kepada hakim persidangan, bukan menjadikan aib sebagai bahan gunjingan ke sesama. Lebih baik mendoakan pemimpin yang memiliki kekurangan, daripada memperoloknya di belakang.

Doa Agar Allah Menutup Aib Kita

Tidak ada hal di dunia ini yang dapat melindungi diri kita selain Allah Swt Tuhan Yang Maha Esa, Penguasa Semesta Alam, Yang Maha Berkehendak. Oleh sebab itu, untuk mendapatkan keselamatan dari terbongkarnya aib di masa lalu, di mana kita sudah bertaubat dari aib tersebut, Sahabat dapat melafalkan doa berikut ini:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْعَافِيةَ في الدُّنْيَا وَالآخرةِ, اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي دِينِي وَدُنْيَايَ وَأَهْلِي وَمَالِي، اللَّهُمَّ اسْتُرْ عَوْراتي وَآمِنْ رَوْعَاي، اللهُمَّ احْفَظْنِي مِنْ بَيْنِ يَدَيَّ وَمَنْ خَلْفِي وَعَنْ يَمِينِي وَعَنْ شِمَالِي وَمِنْ فَوْقِي وَأَعُوْذُ بِعَظَمَتِكَ أَنْ أَغْتَالَ مِنْ تَحْتِي

Bacaan latin: Allahumma inna ‘as’alukal ‘afiiyati fiddunya wal akhirat, Allahumma inna ‘as’alukal ‘afwa wal ‘afiyata fidini wa dunyaa ya wa ‘ahli wa malii, Allahummastur ‘auratii waa min rau’atii, Allahummakh fathnii min baini yadayya wa man khalfii wa ‘an yamiinii wa ‘ansyimaa lii wa min fauqii wa a’udzu bi’athamatika an ‘ughtaa lamin tahti

Artinya: “Ya Allah, aku mohon kepada-Mu afiat di dunia dan akhirat. Ya Allah, aku mohon ampunan dan afiat dalam urusan agamaku, duniaku, keluargaku, dan hartaku. Ya Allah, tutupilah aibku dan berilah aku keamanan dari segala rasa takut. Ya Allah jagalah aku dari arah keamanan dari segala rasa takut. Wahai Allah mohon jagalah aku dari arah depanku, di belakangku, dari kanan dan kiriku, serta di atasku. Aku berlindung dengan keagungan-Mu dari dibenamkan ke dalam bumi.” (HR Ahmad dan lainnya)

Baca Juga: Doa Agar Dimudahkan Segala Urusan, Rezeki, dan Kesehatan

Membersihkan Diri dengan Sedekah

Setiap diri kita pasti pernah membuat dosa. Apalagi dosa ketika tidak menutup aib orang lain, berghibah, membicarakan hal buruk tentang orang lain secara sadar ataupun tidak sadar. Rasulullah bersabda, “Setiap anak Adam pernah berbuat salah dan sebaik-baiknya yang berbuat salah adalah yang bertobat dari kesalahannya”. (HR Tirmidzi)

Salah satu bentuk taubat untuk membersihkan diri dari dosa, yang bisa kita lakukan adalah sedekah. Rasulullah bersabda, “Sedekah itu dapat memadamkan dosa sebagaimana air memadamkan api”. (HR. Tirmidzi)

Sedekah menyejukkan jiwa dan raga. Jiwa menjadi lebih tenteram, memadamkan dosa. Raga penerima sedekah menjadi lebih bahagia, sebab memperoleh manfaat dari pengelolaan sedekah yang baik. Salurkan sedekahmu dalam program baik Dompet Dhuafa, dengan cara mengklik link berikut.

SEDEKAH BERSIHKAN JIWA