Setelah Indonesia merdeka, jurnalistik telah mengalami pertumbuhan dan perkembangan begitu pesat. Pers Indonesia tidak hanya sebagai alat perjuangan semata, namun juga beralih menjadi ladang industri dan bisnis. Hal itu dibuktikan, dengan berkembangnya perusahaan media di Tanah Air, baik surat kabar, majalah, radio, televisi dan internet yang begitu marak.
Keberadaan media cetak, eletronik dan online berkembang pesat seiring dengan perkembangan kehidupan masyarakat Indonesia. Hal itu terjadi, berkat sentuhan teknologi canggih, seiring kian modernnya proses kerja para jurnalis.
Ya, para jurnalis atau wartawan inilah, insan pers yang berperan sebagai peliput, pengemas, dan penyebar informasi kepada masyarakat luas melalui media massa. Alhasil, peristiwa yang terjadi di berbagai sudut belahan dunia begitu juga di Indonesia, dalam sekejap tersampaikan pada masyarakat dunia juga khalayak di Tanah Air.
Dalam menjalani tugasnya, para insan pers berpegang teguh dengan kode etik dan UU Pers, yang menjadi rambu dan landasan hukum. Namun, selain kedua payung hukum tersebut, sentuhan baru berupa paham jurnalisme kenabian (Jurnalisme Profetik) diharapkan menjadi acuan bagi para insan pers, dalam proses kerja jurnalistik.
Parni Hadi, Ketua Dewan Pembina Yayasan Dompet Dhuafa Republika dan Pemimpin Redaksi Kantor Berita Kemanusiaan, yang juga merupakan pencetus paham Jurnalisme Kenabian (Jurnalisme Profetik) menuturkan, Jurnalisme Profetik merupakan genre jurnalisme yang diperlukan Indonesia dan bahkan dunia saat ini. Ketika kebebasan berekspresi dapat dilakukan dengan sangat cepat dan menjangkau seluruh jagat oleh siapa pun hampir tanpa batas terkait kemajuan teknologi informasi dengan segala dampak positif dan terutama negatifnya, termasuk penyebaran narkoba, pornografi, dan terorisme.
“Wartawan dan media massa mengemban tugas mulia, tugas kenabian untuk menyampaikan kabar gembira dan peringatan (agar manusia melakukan amar makruf dan nahi munkar). Jurnalisme Profetik adalah Jurnalisme Kenabian. Maksudnya, jurnalisme yang meneladani akhlak dan perilaku mulia para nabi dan rasul. Saya sangat berharap generasi wartawan saat ini menerapkan jurnalisme profetik saat menjalani tugasnya,” ungkap Parni Hadi.
Di sisi lain, Ahmad Juwaini, Presiden Direktur Dompet Dhuafa Filantropi menilai, kiprah insan pers dalam pemberitaan dibidang kemanusiaan turut berkontribusi membangun nilai-nilai kepedulian kepada khalayak masyarakat. Ia mengungkapkan, Dompet Dhuafa, lembaga zakat yang bergerak dalam bidang kemanusiaan ini lahir dari gagasan beberapa Tokoh Pers Nasional.
“Pers sangat diperlukan untuk menyampaikan informasi dan melakukan edukasi sehingga masyarakat menjadi cerdas. Pers juga memiliki peran untuk menginspirasi masyarakat dengan nilai-nilai kepedulian dan solidaritas kemanusiaan. Pers berkontribusi dalam mewujudkan masyarakat sejahtera yang penuh keharmonisan,” ujar Ahmad Juwaini.
Dengan demikian, momentum peringatan Hari Pers Nasional yang diperingati setiap tanggal 9 Februari, tak hanya dimaknai sebagai sebuah pesta rakyat yang memiliki pers yang merdeka sebagai salah satu pilar demokrasi semata. Diharapkan, spirit Hari Pers Nasional mampu mendorong para insan pers memahami dan mengimplentasikan jurnalisme profetik dalam proses kerja jurnalistik, dan terus menginspirasi masyarakat dengan nilai-nilai kepedulian dan solidaritas kemanusiaan. (Dompet Dhuafa/Uyang)