Para Tokoh Bangsa Formulasikan Budaya Sebagai Sarana Pemberdayaan Masyarakat

JAKARTA — Dompet Dhuafa dan Bina Trubus Swadaya mengadakan Fokus Grup Diskusi (FGD) Budaya dan Pemberdayaan di Bentara Budaya Jakarta (BBJ) pada Rabu (29/5/2024). Bertajuk “Revitalisasi Cerlang Budaya Lokal dalam Membangun Karakter Bangsa sebagai Sarana Pemberdayaan Masyarakat”, FGD yang diselenggarakan mulai pukul 09.00-16.00 WIB ini dihadiri para tokoh nasional dalam memformulasikan budaya Indonesia sebagai upaya memberdayakan masyarakat.

Dalam sambutannya, Rahmad Riyadi selaku Ketua acara FGD, mengatakan bahwa pertemuan dan diskusi tersebut diperlukan untuk memahami perubahan budaya dan membangun jaringan silaturahmi pegiat budaya dan pemberdayaan masyarakat. Serta dalam kaitannya dengan pemberdayaan masyarakat, kebudayaan disadari sebagai salah satu unsur penting dalam pemberdayaan. Selain itu, Dompet Dhuafa dan peserta diskusi perlu mengetahui praktik pemberdayaan kebudayaan yang berasal dari lokal inisiatif yang telah berhasil secara berkelanjutan baik secara etos maupun mitos.

“Ini dilatarbelakangi atas kegelisahan Inisiator Dompet Dhuafa dan diskusi dengan Bina Trubus Swadaya. Indonesia kaya akan sumber daya alam, pulau-pulau, provinsi, ragam suku, budaya dan bahasa. Kekayaan tersebut dapat berpotensi positif sebagai keunggulan bangsa, tapi juga berpotensi negatif karena ancaman disintegrasi. Maka, perlu strategi pemberdayaan masyarakat berbasis kearifan budaya lokal dalam pembangunan bangsa. Masih banyak peluang,” ucap Rahmad Riyadi.

Baca juga: Berbuka Bareng Jurnalis, Diskusi Ringan Menyoal Kelaparan Hingga Berbagi Takjil di Jalanan

Ketua FGD Budaya dan Pemberdayaan, Rahmad Riyadi, memberikan sambutan pada FGD bertajuk “Revitalisasi Cerlang Budaya Lokal dalam Membangun Karakter Bangsa sebagai Sarana Pemberdayaan Masyarakat” di BBJ, Rabu (29/5/2024).
Penampilan seni musik Angklung-alat musik tradisional Indonesia asal Jawa Barat-oleh siswa Sekolah SMART Ekselensia Bogor pada FGD “Revitalisasi Cerlang Budaya Lokal dalam Membangun Karakter Bangsa sebagai Sarana Pemberdayaan Masyarakat” di BBJ, Rabu (29/5/2024).

Memberikan pidato kunci, Parni Hadi selaku Inisiator dan Ketua Dewan Pembina Yayasan Dompet Dhuafa Republika mengungkapkan kegelisahannya terhadap kemiskinan dan kemajuan negeri Indonesia. Ia juga mengatakan, bangsa Indonesia memiliki Pancasila yang luhur, agung dan indah. Tapi seperti tidak ada dampak secara nyata. Ia juga menyinggung soal mental korup dan menandakan kemerosotan budi pekerti.

“Kemiskinan makin bertambah, apa yang salah? Jangan-jangan bangsa ini hanya pandai bicara saja? Bisa berbicara tapi tidak bisa melaksanakan. Banyak yang bicara dan tulisan menumpuk tapi seperti tidak dilaksanakan dalam kehidupan nyata. Saya kok sedih, tatkala korupsi, culas, bohong, curang dan mementingkan kepentingan pribadi daripada kepentingan bangsa dan negara sudah menjadi hal biasa, menurut saya itu tanda kemerosotan budi pekerti,” ungkap Parni.

“Mari kita cari gagasan praktis, kita jangan hanya bisa berbicara saja tapi tidak melakoni. Bedah dan bongkar pada FGD hari ini, kemudian kita rumuskan, lahirkan langkah konkret, bisa diterima dan dipraktikkan,” tegasnya.

Inisiator dan Ketua Dewan Pembina Dompet Dhuafa, Parni Hadi, mengungkapkan kegelisahan terhadap kemiskinan sekaligus membaca peluang kemajuan negeri Indonesia pada FGD bertajuk “Revitalisasi Cerlang Budaya Lokal dalam Membangun Karakter Bangsa sebagai Sarana Pemberdayaan Masyarakat” di BBJ, Rabu (29/5/2024).
Inisiator dan Ketua Dewan Pembina Dompet Dhuafa, Parni Hadi, mengungkapkan kegelisahan terhadap kemiskinan sekaligus membaca peluang kemajuan negeri Indonesia pada FGD bertajuk “Revitalisasi Cerlang Budaya Lokal dalam Membangun Karakter Bangsa sebagai Sarana Pemberdayaan Masyarakat” di BBJ, Rabu (29/5/2024).

Baca juga: Lestarikan Budaya, Festival Nasional Kampung Silat Jampang Kembali Digelar

Turut hadir Pendiri dan Ketua Pembina Yayasan Bina Trubus Swadaya, Bambang Ismawan. Dalam pidato kuncinya, ia menyatakan bahwa komitmennya melalui Bina Trubus Swadaya dalam pembinaan dan pemberdayaan masyarakat terus dilakukan. Bina Trubus Swadaya yang sudah berdiri 57 tahun pun merasa belum berdaya, itu pula yang mendorong Bina Trubus Swadaya membuka diri dan mau belajar bekerjasama terutama dengan membangun budaya bersama Dompet Dhuafa.

“Maka silih asah, asuh dan asih. Ini yang Bina Trubus Swadaya gunakan. Menurut kami selalu coba gunakan langkah-langkah bijak tapi tidak wajib, yang wajib turun itu ke lapangan. Aksi nyata, lakukan saja, dari situ simpulkan teori, kemudian rumuskan teori-teori itu. Saya merasa hadir di sini mari bersama saling belajar berdasarkan pengalaman-pengalaman budaya kita bersama. Terima kasih Dompet Dhuafa selalu saja ada hal baru yang bisa kita pelajari,” ujar Bambang Ismoyo.

Pendiri dan Ketua Pembina Bina Trubus Swadaya, Bambang Ismawan, mengungkapkan komitmennya melalui Bina Trubus Swadaya dalam pembinaan dan pemberdayaan masyarakat melalui usaha menengah pada FGD bertajuk “Revitalisasi Cerlang Budaya Lokal dalam Membangun Karakter Bangsa sebagai Sarana Pemberdayaan Masyarakat” di BBJ, Rabu (29/5/2024).
Pembacaan doa oleh Ustaz Ahmad Pranggono pada FGD “Revitalisasi Cerlang Budaya Lokal dalam Membangun Karakter Bangsa sebagai Sarana Pemberdayaan Masyarakat” di BBJ, Rabu (29/5/2024).

Kemudian Ketua Dewan Pembina Yayasan Suluk Nusantara, Bambang Wiwoho, dalam sambutan berikutnya juga menyampaikan rasa syukur dalam perjuangannya melestarikan budaya Nusantara yang mendapat dukungan konkrit dari Dompet Dhuafa. Ia sampaikan bahwa Suluk Nusantara tidak hanya merupakan wadah pelestarian kebudayaan, tetapi juga merupakan wadah kegiatan bagi para lansia agar tetap sehat di usia senja. Tapi ia juga memprihatinkan tergerusnya rasa empati, sopan santu juga etika bangsa yang dulu diagung-agungkan. Di jalanan saling serobot, yang salah ditegur makin marah.

Dalam sesi diskusi pertama yang dimoderatori oleh Wahyu Wiwoho, Wartawan Senior Media Group dan mengangkat tema‘Refleksi Budaya Lokal dalam Konteks Pemberdayaan Masyarakat dan Strategi Pemerintah’. Turut menghadirkan empat orang narasumber yaitu Restu Gunawan selaku Direktur Pembinaan Tenaga dan Lembaga Kebudayaan, Dirjen Kebudayaan Kemendikbud; Nurhayati Rahman selaku Guru Besar Universitas Hasanudin; Garin Nugroho Riyanto selaku Praktisi Seni Film; dan Yudi Latif selaku Anggota Dewan Pembina Dompet Dhuafa.

Ketua Dewan Pembina Yayasan Suluk Nusantara, Bambang Wiwoho, dalam sambutan berikutnya juga menyampaikan rasa syukur dalam perjuangannya melestarikan budaya Nusantara yang mendapat dukungan konkrit dari Dompet Dhuafa pada FGD bertajuk “Revitalisasi Cerlang Budaya Lokal dalam Membangun Karakter Bangsa sebagai Sarana Pemberdayaan Masyarakat” di BBJ, Rabu (29/5/2024).
Diskusi dan tanya-jawab sesi pertama pada FGD bertajuk “Revitalisasi Cerlang Budaya Lokal dalam Membangun Karakter Bangsa sebagai Sarana Pemberdayaan Masyarakat” di BBJ, Rabu (29/05/2024). Ki-ka: Wahyu Wiwoho, Restu Gunawan, Nurhayati Rahman, Garin Nugroho dan Yudi Latif.

Restu Gunawan memaparkan peta indeks pembangunan kebudayaan di Indonesia. Hal yang mencengangkan dalam data tersebut adalah kesadaran terhadap budaya nasional sangatlah rendah. Ia mencontohkan misalnya minuman tradisional jamu, kosmetik skincare dan pakaian batik.

Jamu yang telah menjadi warisan kebudayaan dunia yang telah diakui oleh UNESCO, namun mirisnya, apakah masyarakat modern saat ini meminum jamu ketika sakit, atau meminum jamu untuk menjaga kesehatannya? Faktanya, jamu justru perlahan ditinggalkan dan digantikan dengan obat-obatan modern. Begitupun skincare, masyarakat lebih percaya menggunakan skincare luar ketimbang bahan perawatan kulit tradisional.

Baca juga: Saba Baduy, Dompet Dhuafa Ajak Anak Yatim Berbudaya, Kenalkan Toleransi dan Kearifan Lokal Kampung Gajeboh

Di kesempatan yang sama, Nurhayati Rahman, akademisi yang meneliti sekaligus merekonstruksi kebudayaan kearifan lokal suku Bugis yang tercermin melalui naskah-naskah kuno menjelaskan, bahwa kebudayaan Indonesia merupakan kebudayaan yang sangat besar, bahkan satu-satunya negara di dunia yang memiliki 1.000 suku di dalam satu negara.

Hal ini ia buktikan dengan mentranskrip naskah kuno I La Galigo yang tertulis di lembaran daun lontar pra-era Islam, yakni naskah kuno yang tercatat di beberapa negara, seperti di Amsterdam dan Belanda, namun sudah dikukuhkan UNESCO sebagai Memory of The World pada 2011. Sayangnya keberadaan naskah-naskah kuno tersebut justru dirawat diluar negeri karena Indonesia belum mampu merawat naskah kuno, dikhawatirkan akan rusak jika tidak dirawat dengan baik.

Garin Nugroho selaku Praktisi Seni Film, menilai Indonesia sedang mengalami krisis humaniora pada FGD bertajuk “Revitalisasi Cerlang Budaya Lokal dalam Membangun Karakter Bangsa sebagai Sarana Pemberdayaan Masyarakat” di BBJ, Rabu (29/5/2024).
Diskusi dan tanya-jawab sesi pertama pada FGD bertajuk “Revitalisasi Cerlang Budaya Lokal dalam Membangun Karakter Bangsa sebagai Sarana Pemberdayaan Masyarakat” di BBJ, Rabu (29/5/2024).

Berbeda dengan Korea Selatan, ujarnya, yang secara sistematis merancang industri kreatif berbasis budaya lokal termasuk film, kuliner dan musik dengan mengumpulkan orang-orang terbaik di bidangnya sehingga produknya digandrungi terutama para remaja di berbagai belahan bumi termasuk Indonesia.

“Yang mendominasi panggung ketatanegaraan dan politik di sini  adalah politisi yang populer, tokoh agama yang memiliki massa besar, kalangan militer dan para preman politik yang ikut nimbrung. Tokoh yang paham tentang humaniora malah tidak muncul, ” tuturnya.

Sedangkan Yudi Latif banyak menyoroti budi pekerti, yang diterjemahkan sebagai Budi yang berarti budaya dan pekerti yang berarti material yang dicetak sebagai perilaku. Itulah sebabnya banyak pergerakan di tanah air dipelopori oleh gerakan-gerakan yang terinspirasi oleh budi pekerti, seperti gerakan sumpah pemuda dan lainnya.

Foto bersama seusai diskusi dan tanya-jawab sesi pertama pada FGD bertajuk “Revitalisasi Cerlang Budaya Lokal dalam Membangun Karakter Bangsa sebagai Sarana Pemberdayaan Masyarakat” di BBJ, Rabu (29/5/2024). Ki-ka: Wahyu Wiwoho, Restu Gunawan, Nurhayati Rahman, Bambang Ismawan, Parni Hadi, Garin Nugroho, Yudi Latif, Ahmad Juwaini dan Bambang Wiwoho.
Diskusi dan tanya-jawab sesi pertama pada FGD bertajuk “Revitalisasi Cerlang Budaya Lokal dalam Membangun Karakter Bangsa sebagai Sarana Pemberdayaan Masyarakat” di BBJ, Rabu (29/5/2024).

Baca juga: Dompet Dhuafa Helat Diskusi Publik Pelayanan Pemudik 2023 & Sebar 7 Posko Mudik Terpadu di Berbagai Wilayah

Dalam sesi diskusi kedua yang dimoderatori oleh Fatchuri Rosidin, Direktur IMZ dan Penulis Novel Sejarah, dan mengangkat tema ‘Best Practice Pengembangan Budaya Masyarakat’ juga menghadirkan empat orang narasumber yaitu GKR Mangkubumi dari Keraton Yogyakarta, Maria Loreta dari Yayasan Agro Sorgum Flores, Andi Makmur Makka selaku Anggota Dewan Pembina Dompet Dhuafa dan Perwakilan Bone, Ilham Khoiri dari Bentara Budaya Kompas.

GKR Mangkubumi menyampaikan tentang revitalisasi kawasan Keraton Yogyakarta. Ia menjelaskan tiga filosofi yang digunakan dalam sumbu filosofi tatanannya. Tiga filosofi tersebut yaitu (1) Sangkan Paraning Dumadi: merupakan kredo utama Sri Sultan Hamengku Buwono l, dengan tujuan akhir adalah Gusti Allah namun penting untuk memanusiakan manusia; (2) Hamemayu Hayuning Bawana: menjaga keselarasan hidup dengan alam; (3) Manunggaling Kawula Gusti: pemimpin dan rakyat bersatu. Budaya Jawa mengedepankan kewajiban ketimbang hak, toleransi dan harmoni serta memanusiakan manusia, tak hanya dalam fikiran, tetapi juga rasa serta menafikan upaya mengejar kekuasaan.

“Kami (kesultanan) mencoba ikut menata dan mewartakan adat dan filosofi kami, mengikuti zaman sebagaimana di sosial media. Kini kami ingin membuka sebagai awareness inilah adat kami agar budaya tidak terkubur dengan sendirinya. Budaya itu identitas, rasa percaya diri. Kita mendahulukan kewajiban tanpa bertanya haknya. Menekankan adanya keharmonisan. Tapi semua tentang bagaimana memanusiakan manusia. Karena itu menghargai, kepekaan rasa timbul. Di Jawa ada kata ‘sing bener durung tentu pener (yang benar belum tentu tepat)’, maka jangan cuma benar tapi pas,” papar GKR Mangkubumi.

GKR Mangkubumi dari Keraton Yogyakarta menyampaikan filosofi tatanan Yogyakarta.
Diskusi dan tanya-jawab sesi kedua FGD “Revitalisasi Cerlang Budaya Lokal dalam Membangun Karakter Bangsa sebagai Sarana Pemberdayaan Masyarakat” di BBJ.

Pembicara lainnya, penggerak penanaman sorgum di Flores, Nusa Tenggara Timur, Maria Loretta mengaku berjibaku mengajak warga menanam sorgum di wilayah NTT yang tanahnya kering dan berbatu-batu, tidak bisa ditanami padi, jagung atau palawija lainnya.

Ia menyayangkan, program pemerintah berupa penanaman padi atau jagung di Flores yang terkesan dipaksakan karena memang tidak bisa tumbuh dengan baik di lahan kering yang ditutupi bebatuan. Ia kembangkan pemberdayaan masyarakat dari sisi ekonomi dalam aspek budaya tradisi Lamaholot.

Berkat bantuan media, menurut Maria, ia berhasil mendapatkan benih sorgum yang dibutuhkan, dan kini usahanya telah berhasil. Sorgum  yang dipanen, diolah menjadi aneka camilan atau substitusi beras. Ia juga sampaikan, pemberdayaan masyarakat itu memberdayakan dirinya.

“Jangan pukul rata bahwa timur itu miskin, yang viral NTT itu miskin, stunting, tidak ada air, padahal kami punya kopi Flores, potensi laut ikannya banyak, sorgum, dan banyak lainnya. Kami lakukan ini dengan aturan kami, bangkitkan romantisme, dongeng-dongeng, peran perempuan dalam pengorbanan menghasilkan benih. Ritual dan tradisi sebagai pemberdayaan, konsumsi jagung muda, sorgum (watablolo), gunakan tradisi usir hama,” tegas Maria.

Maria Loretta paparkan pemberdayaan masyarakat dari sisi ekonomi dalam aspek budaya tradisi Lamaholot.
Diskusi dan tanya-jawab sesi kedua FGD “Revitalisasi Cerlang Budaya Lokal dalam Membangun Karakter Bangsa sebagai Sarana Pemberdayaan Masyarakat” di BBJ.

Andi Makmur Makka kembali menegaskan, dalam budaya Bugis, jika sudah bicara itulah yang harus dilakukan, tidak boleh sombong akan kepintaran dan keberanian. Konsep masyarakat dan pemimpin, masyarakat mengikuti karena kerelaan, masyarakat boleh meninggalkan pemimpin.

Ilham Khoiri membawakan pesan ‘Menjadi Indonesia di Tengah Pancaroba Budaya’. Hal ini dilakukan Kompas Group dalam menjadikan kearifan lokal dalam bentuk lebih modern melalui Bentara Budaya. Dalam analisanya ada beberapa pengaruh dalam pancaroba budaya, antara lain: hanya 13% orang yang datang ke perpustakaan, pendidikan kurang jadi prioritas, plagmatis politik kian banal, korupsi marak dan penegakan hukum lemah, serta media kian terdesak.

“Maka upaya kami (Kompas Grup/Bentara Budaya) sebagai solusi, inilah usulan dan aksi kami yakni tidak lagi gantungkan kepada pemerintah untuk buat diri kita berbudaya pada diri kita, merawat koleksi seni, pameran tradisi dan modern, memanggungkan seni pertunjukan, diskusi buku serta hadirkan Bentara Award untuk tokoh seni,” papar Ilham.

Andi Makmur Makka memaparkan suku Bugis.
Foto bersama seusai diskusi dan tanya-jawab sesi kedua. Ki-ka: Rahmad Riyadi, Fatchuri Rosidin, GKR Mangkubumi, Maria Loretta, Andi Makmur Makka, Ilham Khoiri dan Perwakilan Bentara Budaya Jakarta.

Tujuan dari FGD Budaya dan Pemberdayaan ini tentunya sebagai silaturahmi nasional antar pendukung budaya dan pemberdayaan masyarakat di Nusantara. Dari situlah, FGD ini menghimpun jejak pemikiran, rasa luhur dan sikap terpuji pemerhati budaya dan pemberdayaan masyarakat, juga mengidentifikasi budaya adiluhung, merumuskan karakter budaya di Nusantara, juga memformulasi kebaikan budaya di Nusantara bagi upaya pemberdayaan masyarakat. Selain itu diharapkan juga menjadikan pendidikan Tinggi dan civil society berperan dalam membangun budaya positif masyarakat dan mendapatkan model transformasi masyarakat melalui budaya.

Rangkaian FGD dan diskusi pasca FGD ini akan didokumentasikan dalam bentuk prosiding dan atau buku sebagai policy brief bagi para pihak baik pemerintah, Pendidikan Tinggi, organisasi civil society dan organisasi budaya dalam rangka membangun budaya positif masyarakat. (Dompet Dhuafa)

Teks: Dhika Prabowo, IMZ
Foto: Dhika Prabowo
Penyunting: Dedi Fadlil