Dalam upaya mendukung Gerakan Nasional Wakaf Uang (GNWU) yang dicanangkan oleh pemerintah untuk membantu pengembangan investasi sosial dan pengembangan wakaf produktif di Indonesia, Dompet Dhuafa sebagai nazir wakaf turut mengelola Sukuk Wakaf atau Cash Waqf Linked Sukuk (CWLS). Lalu apa yang sebenarnya dimaksud dengan CWLS dan bagaimana pengaturannya?
Secara singkat, CWLS atau Sukuk Wakaf merupakan integrasi antara wakaf uang dengan sukuk. Maka sebelum lebih jauh pembahasan mengenai hal tersebut, ada baiknya untuk memahami sukuk terlebih dahulu.
Mengutip POJK Nomor: 3/POJK.04/2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 18/POJK.04/2015 tentang Penerbitan dan Persyaratan Sukuk, dijelaskan bahwa Sukuk adalah Efek Syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian yang tidak terpisahkan atau tidak terbagi (syuyu’/undivided share), atas aset yang mendasarinya. Sedangkan Aset yang menjadi dasar Sukuk tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah di pasar modal. Sukuk dikenal juga dengan istilah obligasi syariah.
Menurut Fatwa DSN MUI No. 137/DSN-MUI/IX/2020, disebutkan bahwa Sukuk adalah Surat Berharga Syariah (Efek Syariah) berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama, dan mewakili bagian kepemilikan yang tidak bisa ditentukan batas-batasnya (musya’) atas aset yang mendasarinya (Aset Sukuk/Ushul al-Shukuk). Setelah diterimanya dana sukuk, ditutupnya pemesanan dan dimulainya penggunaan dana sesuai peruntukannya.
Adapun Diktum Pertama angka 3 Fatwa DSN MUI 32/DSN-MUI/IX/2002 tentang obligasi syariah, mendefinisikan Obligasi Syariah sebagai suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
Sedangkan aset sukuk (Ushul al-Shukuk) adalah aset yang menjadi dasar penerbitan sukuk yang terdiri atas aset berwujud (al-a’yan), manfaat atas aset berwujud (manafi’ al-a’yan), jasa (al-khadamat), aset proyek tertentu (maujudat masyru’ mu’ayyan) dan/atau aset kegiatan investasi yang telah ditentukan (nasyath istitsmar khashsh).
Sukuk memiliki karakteristik sebagai berikut:
- Aset Sukuk (Ushul al-Shukuk) yang digunakan sebagai dasar penerbitan Sukuk harus sesuai dengan prinsip syariah;
- Aset Sukuk (Ushul al-Shukuk) merupakan milik pemegang Sukuk (Sukuk holder);
- Setiap unit Sukuk wajib memiliki nilai yang sama (Mutasawiyah al-qimah);
- Sukuk pada saat diterbitkan tidak mencerminkan utang penerbit kepada pemegang Sukuk, melainkan
mencerminkan kepemilikan pemegang Sukuk terhadap Aset Sukuk (Ushul al-Shukuk); - Sukuk dapat berubah menjadi utang/piutang (dain) dalam hal Aset Sukuk (Ushul al-Shukuk) berubah menjadi piutang (dain) pemegang Sukuk;
- Pada prinsipnya penerbitan Sukuk harus ada jangka waktu tertentu kecuali disepakati lain dalam akad atau diatur oleh peraturan perundangan yang berlaku;
- Penerbit wajib membayarkan pendapatan kepada pemegang sukuk berupa bagi hasil/margin/fee dan membayar kembali dana sukuk pada saat jatuh tempo sesuai dengan skema akad;
- Imbal hasil Sukuk dengan akad mudharabah dan musyarakah harus berasal dari kegiatan usaha yang menjadi Aset Sukuk (Ushul al-Shukuk).
Sukuk dapat diterbitkan oleh pemerintah yang disebut Sukuk Negara atau yang dikenal dengan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Selain itu juga bisa diterbitkan oleh perusahaan yang sebut Sukuk Korporasi. CWLS/Sukuk Wakaf merupakan SBSN yang diterbitkan dengan skema investasi sosial (socially responsible based investment) dengan cara bookbuilding di pasar perdana domestik untuk investasi pengelolaan wakaf uang oleh nazir. Di mana, imbal hasilnya akan digunakan untuk kepentingan sosial dan tidak dapat diperjualbelikan di pasar sekunder.
Pada proses akadnya, yang berlaku pada Sukuk Korporasi di Indonesia hingga saat ini menggunakan 3 (tiga) skema akad. Yaitu: (1) Sukuk Mudharabah, (2) Sukuk Ijarah (Sale & Lease Back), dan (3) Sukuk Wakalah. Dalam Fatwa No. 137 tentang Sukuk disebutkan bahwa, penerbitan sukuk wajib menggunakan akad-akad yang sesuai dengan prinsip syariah, yaitu Mudharabah, Ijarah, Wakalah, Musyarakah, Murabahah, Salam, Istishna’, atau akad lainnya yang sesuai dengan prinsip syariah.
Baca juga: Wapres RI Resmikan Layanan Retina dan Glaukoma Center RS Mata Achmad Wardi BWI-DD
Baca juga: RS Mata Achmad Wardi BWI-DD: Rumah Sakit Mata Pertama di Dunia Berbasis Wakaf
Secara awam, CWLS/Sukuk Wakaf dapat dipahami sebagai surat utang syariah atau sukuk yang berbasis wakaf uang. Di mana dana yang terkumpul dijadikan investasi yang menguntungkan. Imbal hasil dari sukuk wakaf akan digunakan sebagai pembiayaan berbagai program sosial oleh nazir, meliputi: pembangunan dan pengembangan aset wakaf yang bersifat fisik seperti rumah sakit, klinik kesehatan, madrasah, pesantren, atau program-program sosial dalam bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, pembangunan sosialm dan lainnya.
Sukuk Wakaf dilaksanakan dengan mekanisme sebagai berikut:
Wakif mewakafkan uangnya (baik secara temporer maupun perpetual) melalui LKS-PWU ataupun nazir. Kemudian dana wakaf uang akan diinvestasikan pada sukuk wakaf. Selanjutnya pemerintah akan menerbitkan sukuk wakaf, di mana kepemilikan sukuk wakaf akan tercatat atas nama wakif yang bertindak atas kuasa dari nazir. Pada periodik tertentu (biasanya setiap bulan), pemerintah akan membayarkan imbal hasil investasi sukuk wakaf kepada nazir. Nazir kemudian bertugas menyalurkan imbal hasil investasi sukuk wakaf melalui berbagai pembiayaan program/kegiatan sosial non APBN, baik pembangunan dan pengembangan aset wakaf yang bersifat fisik maupun pembiayaan program dan kegiatan sosial yang bersifat non-fisik.
Pada saat jatuh tempo sukuk wakaf, dalam hal wakaf temporer (berjangka waktu), pemerintah akan membayarkan dana tunai pelunasan nominal sukuk wakaf kepada wakif. Sedangkan dalam hal wakaf perpetual (selamanya), dana tunai pelunasan nominal sukuk wakaf diserahkan kepada nazir melalui pendebitan rekening dana wakif untuk dikelola lebih lanjut. (Dompet Dhuafa / Muthohar)