Pemuda ini Setia Dampingi Para Petani Kecil Di Bantaeng

Siapa yang tidak ingin menjadi insan yang berguna bagi sesama. Rasanya, semua orang di dunia ingin menjadi pribadi yang bermanfaat dan berguna bagi orang lain. Semangat itu pula lah yang mendasari Zulkifli (32) menjadi seorang pendamping program pemberdayaan ekonomi Dompet Dhuafa di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan.

Zul, begitu Zulkifli akrab disapa, merupakan pemuda yang berasal dari Kabupaen Polewari Mandar, Sulawesi Barat. Sejak tahun 2011, ia menjadi pendamping program pemberdayaan petani jagung yang digelar Dompet Dhuafa di Desa Lonrong, Kecamatan Eremerasa, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan.

Di Desa Lonrong, Zul menjadi pendamping bagi 100 petani jagung setempat. Ia pun menjadi salah seorang yang turut melakukan survei kelayakan wilayah tersebut bersama tim Dompet Dhuafa pusat sebelum program bergulir.

Berdasarkan hasil kajian dan survei lapangan, Desa Lonrung pun dipilih menjadi salah satu lokasi program pemberdayaan Dompet Dhuafa. “Salah satunya berdasarkan Peta Kemiskinan yang dikeluarkan Dompet Dhuafa tahun 2010. Dalam laporan tersebut masih banyak warga Desa Lonrung Kabupaten Bantaeng ini yang tergolong dhuafa,” ungkap Zul.

Pada bulan April 2011, program pemberdayaan pun mulai bergulir. Zul mengawali dengan mengunjungi door to door para calon petani binaan. Dalam setiap kunjungan itu Zul melakukan sosialiasi agar para calon petani binaan tertarik untuk bergabung.

Zul menceritakan, saat melakukan sosialiasi tersebut mayoritas calon petani binaan kaget dan merasa tidak percaya. Tidak sedikit dari mereka yang langsung menolak untuk bergabung. Sebabnya adalah salah satu bentuk bantuan dari pemberdayaan tersebut yang memberikan pinjaman modal tanpa bunga atau sistem qadrul hasan.

“Model pinjaman tanpa bunga dianggap tidak masuk di akal lagi bagi mereka. ‘Di sini di mana ada pinjam uang tidak ada kelebihannya’,” ucap Zul menirukan.

Namun, kegigihan Zul meyakinkan para calon petani binaan tersebut membuahkan hasil. Para calon petani binaan yang tadinya tidak yakin berubah pikiran dan bersedia untuk mengikuti program pemberdayaan. Alhasil, sebanyak 100 petani kecil di Desa Lonrung pun menjadi penerima manfaat.

Zul mengakui, awal bergulirnya program menjadi masa-masa yang penuh tantangan. Zul bukan merupakan penduduk asli Bantaeng menjadi salah satu asalannya. Bagaimanapun, ia mesti beradaptasi dengan perbedaan bahasa dan kultur masyarakat setempat. Sebab, sebagai pendamping, Zul hidup bersama mendampingi para petani binaan selama dua tahun di lokasi pemberdayaan.

Selama dua tahun, Zul setia mendampingi para petani binaan. Ia memfasilitasi para petani saat mengikuti program pemberdayaan. Ia membantu para petani guna memahami setiap pelatihan dan sosialisasi program.

“Alhamdulillah, kami sudah seperti keluarga sendiri. Senang bisa turut membantu mereka dalam ikhtiar menuju perbaikan ke arah yang lebih baik,” ujar alumnus Univeritas Muslim Indonesia Makassar ini.

Pendampingan yang dilakukan Zul dalam program pemberdayaan petani jagung di Desa Lonrung pun membuahkan hasil. Saat exit program (program berakhir), program pemberdayaan tersebut berhasil mendirikan koperasi petani yang menjadi kelembagaan untuk menaungi aktivitas petani binaan ke depan.

Selain adanya kelembagaan berupa koperasi, peningkatan kapasitas petani mengenai pertanian sehat dan adanya perbaikan dari segi ekonomi yang menjadi tujuan utama juga tercapai. Hal ini dibuktikan dengan para petani tidak lagi berhutang kepada rentenir dan tengkulak.

“Masalah para petani sebelum adanya program pemberdayaan dari Dompet Dhuafa memang modal yang minim dan pengetahuan pertanian yang kurang sehat. Kini, mereka tidak berurusan dengan tengkulak dan mereka tahu bagaimana pertanian yang sehat,” jelas Zul.

Meski sudah berakhir, program Dompet Dhuafa terhadap petani di Desa Lonrung masih terus berlanjut. Di awal tahun 2014, Dompet Dhuafa menggagas program Lumbung Desa sebagai bentuk ketahanan pangan di Desa Lonrung. Harapannya akan menjadi ketahanan pangan untuk Bantang secara umum.

Zul pun kembali diminta para petani untuk mendampingi dalam program tersebut. Para petani jagung di Desa Lonrung sudah menganggap Zul sebagai keluarga. Zul pun bersyukur atas hal tersebut lantaran kerja kerasnya sebagai pendamping mendapatkan tempat di hati para petani.

“Meski hanya sebagai pendamping, saya bersyukur diberi kesempatan untuk berkontribusi di sini. Berinteraksi dengan masyarakat. Ini yang saya suka. Tantangannya lebih banyak. Dinamika dengan masyarakat lebih terasa,” kata Zul. (gie)