JAKARTA — Kata wakaf produktif berlaku untuk semua jenis wakaf yang dikelola dan manfaatnya berkelanjutan. Sehingga, wakaf harus diorientasikan pada penciptaan aset-aset sosial (tidak dimiliki secara perseorangan). Dikatakan oleh General Manager Wakaf Dompet Dhuafa, Bobby Manulang, boleh jadi aset wakaf itu dikelola oleh sebuah organisasi, tapi hakikatnya bukan aset perseorangan, organisasi ini hanya perantara (Nazhir), pihak yang bertanggung jawab mengelola aset ini untuk dapat memberikan manfaat kelanjutan kepada masyarakat banyak.
“Pun aset wakaf lebih memiliki kepastian hukum. Relatif terbebas dari gugat-menggugat kepemilikan. Aset wakaf jadi menarik untuk memendam investasi sosial dari masyarakat. Sebab, semuanya diorientasikan kepada optimalisasi manfaat wakaf tersebut,” imbuh Bobby, Jum’at (2/9/2022).
Baca Juga: https://www.dompetdhuafa.org/wakaf-produktif-sumber-dana-abadi-bagi-kebutuhan-umat/
Jenis Pengelolaan
Ia kembali menjelaskan, dalam pengelolaannya, Dompet Dhuafa membagi 3 (tiga) jenis program wakaf, antara lain:
- Wakaf yang memiliki dampak penyelesaian masalah kemiskinan, disalurkan dalam bentuk wakaf produktif yang bisa menyerap tenaga kerja dhuafa sebagai Penerima Manfaat langsung atas manfaat wakaf tersebut. Misalnya, wakaf pertanian, perkebunan, dan seterusnya.
“Yang sedang digagas untuk pengelolaan lebih lanjut adalah improvement untuk menghasilkan model penyaluran wakaf produktif sebagai modal usaha mikro. Sebab, hari ini banyak sekali ibu rumah tangga yang ingin meng-create bisnis rumahan tapi masih punya kendala terhadap permodalan. Sedangkan industri rumahan itu kebutuhan modalnya kan tidak bank-able, tidak besar tapi persyaratannya banyak. Sehingga nanti diharapkan, wakaf bisa menjadi alternatif permodalan mereka,” sebutnya.
- Wakaf yang memiliki dampak langsung kepada perbaikan kualitas hidup dan lingkungan masyarakat banyak. Misalnya, wakaf rumah sakit (kesehatan), wakaf sekolah (pendidikan), wakaf sumur air, juga nanti kita bisa ikhtiarkan create wakaf untuk lumbung energi.
- Wakaf yang memiliki orientasi pengembangan sosial asetnya. Seperti rumah sakit dan sekolah. Menariknya, keunikan wakaf dengan ZIS (Zakat, Infaq, Sedekah), wakaf ini punya misi untuk pengadaan sosial aset di tengah masyarakat.
“Sebab, mindset ZIS ketika dana masyarakat yang terhimpun dan tersalurkan kepada 8 (delapan) asnaf penerimanya, maka sudah tidak ada lagi isu tentang syarat syariah. Tetapi wakaf, tantangannya, dana masyarakat ini terkelola dan menjadi dasar untuk proses selanjutnya, yang dengan surplus wakaf itu barulah masyarakat menerima manfaatnya juga,” jelasnya lagi.
Baca Juga: https://www.dompetdhuafa.org/padu-padan-aset-wakaf-hingga-sarana-aktualisasinya/
Dua Sisi Mata Uang
Bobby Manulang kembali mengungkapkan, wakaf juga memiliki 2 (dua) sisi mata uang. Memiliki kebermanfaatan sosial dan merupakan sebuah entitas ekonomi (aset) yang punya peluang untuk diinvestasikan. Kewajiban Nazhir juga tidak main-main, sebab, sampai kapanpun nilai aset wakaf harus dipertahankan.
Maka diciptakan model-model pengelolaan yang menjamin kelangsungan aset wakaf ini. Sehingga, muncul beberapa model pengelolaan, yang dewasa ini dalam taraf inkubasi memang harus saling topang antara sumber-sumber dana filantropi ZIS dengan aset wakaf.
“Seperti di beberapa aset wakaf produktif Dompet Dhuafa yang melakukan blended finance, misalnya properti Rumah Sakit dikembangkan berbasis dana wakaf, tapi layanan kesehatan mustahiknya dikembangkan berbasis dana ZIS sepanjang yang dilayani adalah pasien dhuafa,” ungkap Bobby.
Baca Juga: https://www.dompetdhuafa.org/potensi-luas-manfaat-wakaf-pada-cash-waqf-linked-sukuk/
Aspek Maukuf Alaih
Maukuf alaih langsung ialah penerima manfaat yang langsung merasakan manfaat dari beroperasinya aset tersebut, seperti layanan gratis pasien dhuafa, dan seterusnya. Dan Maukuf alaih tidak langsung, penerima manfaatnya merasakan manfaat dari penyaluran surplusnya. Misalnya di Rumah Sakit itu ada distribusi bantuan sosial, pembagian nutrisi bayi, dan seterusnya.
“Dari aspek Maukuf alaih saja, ini bisa memberi multiple manfaat. Maka harapan kami, masyarakat juga bisa mengenal spektrum wakaf lebih luas dan lebih baik, terutama pengelolaan wakaf Dompet Dhuafa. Perlahan agar masyarakat juga menghindari mindset kontra-produktif, seperti (1) wakaf dianggap sebagai ibadah kalangan si kaya, (2) aktifitas ibadah wakaf biasanya lazim ditunaikan dalam bilangan besar, (3) nanti saja berwakaf kalau sudah kaya. Ini 3 mindset fatal,” tegas Bobby.
“Maka, Dompet Dhuafa melalui Wakaferse, memperluas segmen donatur wakaf secara hybrid yaitu kepada generasi muda juga. Sebab generasi muda dianggap dapat menerima literasi kekinian, bisa adaptive terhadap perkembangan zaman juga. Nah, ini juga akan berdampak pada model berwakaf kedepan, dan bahwa berwakaf juga bisa dilakukan siapapun hanya dengan seharga segelas kopi tapi manfaatnya meluas,” pungkas Bobby. (Dompet Dhuafa / Dhika Prabowo)