Apa perbedaan zakat, infak, dan sedekah? Ketiga hal ini sangat dianjurkan oleh agama Islam untuk dilakukan umatnya. Tapi ternyata, zakat infak dan sedekah masih membingungkan bagi sebagian besar muslim. Apakah ketiganya wajib dilakukan? Apa dasar hukumnya? Bagaimana pelaksanaannya? Dan yang paling penting apa perbedaan zakat, infak, dan sedekah hingga namanya juga berbeda? Agar lebih paham, yuk simak penjelasan berikut ini!
Apa itu Zakat, Infak, dan Sedekah?
Sebelum mengetahui apa saja perbedaan zakat, infak, dan sedekah, kita perlu mengetahui terlebih dahulu definisi dari istilah masing-masing. Agar kita lebih paham detail perbedan zakat, infak, dan sedekah. Bisa saja, hanya dengan memahami definisinya kita bisa langsung mengetahui apa perbedaan zakat, infak, dan sedekah.
Pengertian Zakat
Seorang muslim wajib mengeluarkan zakatnya. Kalimat ini sering kali kita dengar. Bukan suatu hal yang asing atau mengherankan bagi umat muslim. Mengapa? Sebab zakat masuk ke dalam rukun Islam, berada di urutan nomor 3 setelah syahadat dan shalat.
Lantas apa pengertian zakat? Menurut fikih Islam, zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan dari kekayaan orang-orang kaya untuk diberikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya, dan pelaksanaannya terikat pada aturan-aturan yang telah ditentukan syariat. Sedangkan dalam Islam secara umum, zakat artinya sebagian harta yang wajib diberikan kepada orang-orang tertentu dengan syarat-syarat tertentu.
Berzakat berarti menyucikan harta yang kita miliki. Dengan membayar zakat, orang kaya mendistribusikan sebagian hartanya kepada orang duafa atau miskin sebagai hak mereka. Dengan berzakat, seseorang telah menyucikan hati dan dirinya, serta melakukan tindakan yang benar dan memperoleh rahmat-Nya. Allah Swt juga menjanjikan bahwa barangsiapa yang berzakat maka hartanya akan bertambah.
Baca juga:Â Penghasilan Kena Pajak Terpangkas, Saat Kita Taat Berzakat
Dasar Hukum Zakat
Zakat bagi umat muslim hukumnya adalah wajib. Dasar hukum diwajibkannya zakat dalam Islam tertuang dalam Al-Qur’an, sunah Rasul, dan ijmak ulama.
Berikut dalil-dalil dalam Al-Qur’an yang mewajibkan zakat:
“Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahalanya pada sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan.”
(QS. Al-Baqarah: 110)
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka (aghniya), dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
(QS. At-Taubah: 103)
“Dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada Rasul, supaya kamu diberi rahmat.”
(QS. An-Nur ayat 56)
Berikut dalil-dalil dalam hadis Rasulullah Saw yang menyebut bahwa zakat adalah wajib bagi muslim:
“Dari Umar radhiyallahu ‘anhu juga dia berkata: ‘Ketika kami duduk-duduk di sisi Rasulullah Saw suatu hari tiba-tiba datanglah seorang laki-laki yang mengenakan baju yang sangat putih dan berambut sangat hitam. Tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan jauh dan tidak ada seorang pun di antara kami yang mengenalnya. Hingga kemudian dia duduk di hadapan Nabi lalu menempelkan kedua lututnya kepada lutut Rasulullah Saw seraya berkata: ‘Ya Muhammad, beritahukan aku tentang Islam’, maka bersabdalah Rasulullah Saw: ‘Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada Ilah selain Allah dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadan dan pergi haji jika mampu’.” (HR. Muslim dari Umar bin Al-Khattab)
“Dari Abu Abdurrahman, Abdullah bin Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhu dia berkata: ‘Saya mendengar Rasulullah Saw bersabda: ‘Islam dibangun di atas lima perkara; bersaksi bahwa tiada Ilah yang berhak disembah selain Allah dan bahwa Nabi Muhammad utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan haji, dan puasa Ramadan’.” (HR. Tirmidzi dan Muslim)
Baca juga:Â Mengapa Anak Yatim Dimuliakan? Ini Penjelasannya Dalam Islam
Pengertian Infak
Dalam Bahasa Arab, kata infak (al-infaq) seakar dan semakna dengan kata nafkah (al-nafaqah) dan al-mashruf. Kata-kata tersebut memiliki arti biaya (cost), belanja, dan terutama pengeluaran uang, atau uang yang dibelanjakan.
Dalam istilah sehari-hari, kata nafkah umum digunakan untuk pembiayaan hidup keluarga yang lazimnya dikeluarkan oleh suami atau ayah. Sementara kata infak biasa digunakan untuk menyebut pengeluaran sisa-sisa uang belanja yang jumlahnya tidak seberapa (kecil). Atau juga digunakan untuk menyebut pembayaran suatu barang atau jasa yang harganya tergolong kecil, misalnya membayar untuk toilet umum atau jasa pijat urut.
Infak berarti harta yang dibelanjakan, baik itu besar maupun kecil. Berinfak hanya dapat dilakukan dengan harta benda berbentuk materi. Setiap orang bisa mengeluarkan infak. Baik mereka yang berpenghasilan tinggi ataupun rendah. Infak juga tidak harus diberikan kepada golongan tertentu (mustahik) seperti ketentuan dalam zakat. Infak boleh diberikan kepada siapa pun, misalnya orang tua, kerabat, anak yatim, orang miskin, atau orang-orang yang sedang dalam perjalanan.
Dengan demikian, dapat diambil simpulan bahwa infak adalah amal sosial yang dilakukan secara sukarela oleh seseorang dan diberikan kebebasan kepada mereka untuk menentukan jenis harta dan kadar harta yang ingin dikeluarkan. Jadi, sifat infak lebih umum daripada zakat.
Dasar Hukum Infak
Berdasarkan hukumnya, infak dikategorikan menjadi tiga bagian, yaitu infak wajib, infak sunah, dan infak mubah.
- Infak wajib adalah zakat, kafarat, nazar, infak untuk keluarga, dan sebagainya.
- Infak sunah adalah infak yang sangat dianjurkan untuk dilaksanakan, namun tidak menjadi kewajiban. Misalnya infak kepada fakir miskin, sesama muslim, infak untuk bencana alam, infak untuk kemanusiaan, dan sebagainya.
- Infak mubah adalah infak yang tidak masuk dalam kategori wajib dan sunah, serta tidak ada anjuran secara tekstual ayat maupun hadis. Misalnya seperti infak untuk hubungan sosial, mengajak rekan makan-makan dan sebagainya.
Anjuran dan kebaikan berinfak pun tertuang dalam hadis Rasulullah Saw. Beliau bersabda dalam sebuah hadis tentang malaikat yang senantiasa berdoa setiap pagi dan sore untuk orang-orang yang berinfak dan sebaliknya.
“Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Saw bersabda: ‘Tidaklah seorang hamba memasuki waktu pagi pada setiap harinya, kecuali ada dua malaikat yang turun. Salah satunya berdoa: ‘Ya Allah berilah orang yang berinfak, gantinya.’ Dan berkata yang lain: ‘Ya Allah jadikanlah orang yang menahan infak, kehancuran’.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kata infak dalam dalil-dalil Al-Qur’an dan hadis memiliki makna yang cukup luas. Sebab, infak mencakup semua jenis pembelanjaan harta kekayaan.
“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.” (QS. Al-Furqan: 67)
Infak boleh ditujukan untuk apa pun, namun yang dianjurkan adalah berinfak di jalan Allah, seperti yang tertuang dalam ayat berikut:
“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Baqarah: 195)
Baca juga:Â Sedekah Subuh: Amalan Akhirat dan Sosial
Pengertian Sedekah
Sedekah berasal dari kata shadaqa yang berarti “benar”. Maka, orang yang bersedekah adalah orang yang benar imannya. Pengertian sedekah sama dengan pengertian infak. Perbedaannya adalah infak hanya berkaitan dengan materiel. Sementara sedekah memiliki arti yang lebih luas, menyangkut juga hal yang bersifat nonmateriel.
Sedekah adalah pemberian sukarela yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain, terutama kepada orang-orang miskin. Sedekah bisa dilakukan pada setiap kesempatan dan tidak ditentukan baik jenis, jumlah, maupun waktunya—tidak seperti zakat.
Secara umum sedekah adalah harta atau nonharta yang dikeluarkan seseorang tau badan usaha di luar zakat untuk kemaslahatan umat. Artinya, sedekah bisa dilakukan dengan apa pun yang dimiliki, termasuk wajah yang semringah dan senyuman. Itu semua dapat bernilai sedekah seperti yang tersebut dalam hadis berikut:
“Dari Abi Dzar berkata; Nabi Saw bersabda kepadaku: ‘Janganlah kamu menyepelekan kebaikan sedikit pun walapun kamu bertemu saudaramu dengan wajah yang semringah’.” (HR Muslim)
“Dari Abi Dzar berkata; Nabi Saw bersabda: ‘Senyumanmu terhadap wajah saudaramu bernilai sedekah untukmu’.” (HR. Ibnu Hibban)
Dasar Hukum Sedekah
Para fakih (fuqaha) sepakat bahwa hukum sedekah adalah sunah atau dianjurkan. Berpahala bila dilakukan dan tidak berdosa bila ditinggalkan. Namun demikian, hukum sedekah dapat menjadi haram apabila seseorang yang bersedekah tahu bahwa sedekahnya akan digunakan untuk kemaksiatan.
Ada kalanya pula hukum sedekah menjadi wajib apabila seseorang bertemu dengan orang lain yang sedang kelaparan hingga mengancam nyawanya, sementara ia memiliki makanan yang berlebih. Hukum sedekah juga dapat menjadi wajib apabila seseorang bernazar hendak bersedekah kepada seseorang atau lembaga.
Sedekah disunahkan atau dianjurkan oleh Islam. Mereka yang melakukannya bahkan digolongkan menjadi orang-orang yang bertakwa pada Allah Swt, sehingga Allah menyukai mereka.
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali ‘Imran: 133-134)
Nabi Muhammad Saw juga pernah bersabda bahwa setiap amalan baik yang dilakukan seseorang dalam kehidupan sehari-harinya, memiliki nilai sedekah di mata Allah Swt.
“Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Saw bersabda: ‘Setiap persendian manusia wajib sedekahnya setiap harinya. Setiap kali seseorang menyempurnakan salatnya, maka itulah sedekahnya. Setiap kali seseorang berpuasa, maka (setiap hari) itulah sedekahnya, dan setiap kali seseorang berhubungan badan dengan istrinya, maka (setiap hari) itulah sedekahnya.” (HR. Bukhari Muslim).
Baca juga:Â Rahasia Sedekah, Menurut Pandangan Imam Al Ghazali
Perbedaan Zakat Infak dan Sedekah
Dari penjelasan di atas, dapat ditemukan persamaan sekaligus perbedaan zakat infak dan sedekah. Antara lain, zakat infak dan sedekah sama-sama mengeluarkan sebagian harta serta membelanjakannya di jalan Allah. Ketiganya ditujukan untuk berbuat kebaikan, membantu orang-orang yang kesulitan, dan mendukung agar kualitas hidup kaum miskin dapat meningkat. Semua dilakukan agar seluruh masyarakat muslim menjalani hidup yang damai. Zakat, infak, dan sedekah sama-sama memiliki timbal balik pahala serta balasan surga dari Allah Swt.
Sementara perbedaan zakat infak dan sedekah mencakup sejumlah hal, antara lain:
- Pertama, zakat ditentukan besarannya, sementara infak dan sedekah tidak.
- Kedua, zakat ada nisabnya, sementara infak dan sedekah tak mengenal nisab.
- Ketiga, zakat harus diberikan kepada mustahik yang termasuk ke dalam 8 asnaf, sedangkan infak dan sedekah boleh diberikan pada siapa saja.
- Keempat, zakat biasanya dikeluarkan oleh orang-orang kaya atau mampu, sedangkan infak dan sedekah bisa dilakukan siapa saja, baik yang berpenghasilan tinggi maupun rendah.
- Kelima, sedekah sama dengan infak termasuk juga hukum dan ketentuan-ketentuannya, namun infak berkaitan dengan materiel, sementara sedekah lebih luas, bisa dilakukan dengan hal-hal nonmateriel seperti senyuman.
- Keenam, zakat hukumnya wajib sedangkan infak dan sedekah hukumnya sunah.
Mari sucikan diri dengan menunaikan zakat, infak, dan sedekah. Dompet Dhuafa sebagai lembaga filantropi Islam yang sudah berdiri lebih dari 30 tahun telah menunaikan amanah dari puluhan ribu donatur. Puluhan ribu mustahik juga sudah menerima manfaat dari zakat, infak, dan sedekah dari para donatur. Ini saatnya Sahabat menjadi bagian dari orang-orang baik yang turut memberi dampak bagi kesejahteraan umat Islam di Tanah Air dan dunia.