CIANJUR, JAWA BARAT — Di sela asyiknya saling bercerita, seorang pria berpeci coklat muda datang. Ia adalah Pak Dadan yang menjadi pimpinan Pondok Pesantren Syirkatul Fiqriyah. Ia menyebutkan, terdapat 20 anak yang nyantri di ponpesnya dari warga sekitar. Segala aktivitas para santrinya berpusat di Masjid Al Barokah yang kini sudah nihil untuk difungsikan.
Sedangkan masjid, sehari-hari biasanya dimanfaatkan oleh 225 keluarga dengan sekitar 500-an jamaah yang salat di sana.
Baca Sebelumnya: Sepenggal Kisah Perjalanan Menyusuri Masjid Runtuh Dampak Gempa Cianjur (Bagian Satu)
Namun, kini kondisinya yang sangat rusak parah menjadikan masjid ini belum berfungsi sama sekali. Masih terlihat dengan jelas puing-puing runtuh di sekitar bahkan di dalam masjid. Hingga saat ini, masyarakat memanfaatkan masjid tenda darurat dari BNPB tepat di samping masjid. Hal ini karena masyarakat juga terdampak, yaitu rumah-rumahnya yang juga rata dengan tanah. Sehingga yang terfikir adalah bagaimana keluarganya dapat istirahat dengan nyaman.
“Masyarakat masih memikirkan bagaimana tempat tidur keluarganya. Jadi masih belum terfikir untuk merenovasi masjid. Bersih-berish masjid saja belum,” cetus Dadan.
Selain itu, sebab warga masih fokus pada rumahnya masing-masing adalah karena lokasi Kampung Rancapincung ini terletak di dataran atas yang aksesnya begitu terbatas. Pada masa tanggap darurat saja, bantuan tidak begitu banyak yang masuk, tidak seperti daerah yang lokasinya di dekat dengan jalan utama. Bahkan, Tidak sedikit yang menyangka sudah tidak ada kampung di atas sini.
Ade pun memandang dengan begitu haru setiap kali melihat suasana salat jamaah pascagempa yang dilaksanakan dalam kondisi memprihatinkan di atas puing-puing bangunan. Menurutnya, hampir 80 persen bangunan rumah warga di kampungnya rusak, termasuk Masjid Al Barokah yang telah perpuluh-puluh tahun menjadi pusat aktivitas keagamaan masyarakat Kampung Rancapincung.
“Ada rasa haru, apalagi pas salat Jumat bisa dilakukan setelah gempa. Saat itu, kami mengingat kembali bagaimana dahsyatnya gempa yang merusak rumah-rumah,” imbuhnya.
Ade kemudian mengajak tim Dompet Dhuafa untuk melihat-lihat kondisi masjid yang berada di tengah perkampungan. Selain atapnya yang rontok, plafon bangunan ambruk, retakan-retakan bangunan memperburuk tampilan masjid berwarna putih-biru itu.
“Masjid ini rusaknya parah, ambruk, sudah tidak aman lagi sepertinya untuk digunakan sebagai tempat salat,” sahut Dadan.
Baca Lanjutannya: Sepenggal Kisah Perjalanan Menyusuri Masjid Runtuh Dampak Gempa Cianjur (Bagian Tiga)