Potong Hewan Kurban di Tengah Minoritas Islam

SUMATRA UTARA — Belum hilang perasaan terombang-ambing di atas perahu, Tim Tebar Hewan Kurban (THK) Sumatra Utara sudah langsung dihadapkan dengan jalan pegunungan yang berliku-liku. Di hari kedua pelaksanaan kurban Selasa (18/06/2024) ini, distribusi THK menyasar wilayah minoritas muslim di dataran tinggi Desa Barusjahe, Kabupaten Karo, Sumatra Utara. Ini menjadi kendala, namun juga penyemangat bagi tim THK.

Di sepanjang perjalanan menuju titik lokasi penyembelihan, terpatri kokoh bangunan-bangunan mewah bersimbol salib di atasnya. Bagi yang tidak familiar dengan corak bangunan ini, mungkin akan mengira ini adalah rumah ibadah, ataupun rumah warga. Ternyata itu adalah kijing makam atas orang-orang batak yang berstatus tinggi sosial. Hampir di setiap sepuluh meter perjalanan, terdapat makam berkijing serupa ini, baik di kanan maupun kiri jalan.

“Di tanah Karo ini, memang muslim adalah minoritas. Mungkin hanya 20 persennya saja yang muslim. Itu pun sebagiannya adalah pendatang,” sebut Ustaz Pengky, Corp Dai Dompet Dhuafa (Cordofa) yang saat itu sedang ditugaskan di sana.

Baca juga: Chiki Fawzi Ikut Tebarkan Hewan Kurban kepada 15 Ribu Penerima Manfaat di Sumatra Utara

Antusias warga Barusjahe mengelola sapi kurban dari donatur Dompet Dhuafa pada THK 2024.
Antusias warga Barusjahe mengelola sapi kurban dari donatur Dompet Dhuafa pada THK 2024.
Proses penimbangan dan pembungkusan daging kurban untuk dibagikan kepada warga yang membutuhkan.
Proses penimbangan dan pembungkusan daging kurban untuk dibagikan kepada warga yang membutuhkan.

Hadirnya kurban di Barusjahe ini menjadi penguat hangatnya hubungan antar umat beragama. Ini juga menjadi simbol adanya nilai sosial dalam ibadah kurban yang dilakukan oleh umat Islam di seluruh belahan dunia setiap tahunnya. Daging kurban tidak hanya dibagikan kepada mereka yang sama keyakinan, melainkan juga kepada yang berbeda keyakinan. Namun tentu prioritas utamanya adalah orang yang masuk dalam golongan menengah ke bawah, atau prasejahtera.

Meski di sepanjang jalan terpampang makam-makam berkijing mewah, namun di balik itu terjadi kesenjangan yang parah. Itu lah alasan sosial lain THK Dompet Dhuafa hadir di desa ini, selain untuk meneguhkan iman para mualaf, juga menguatkan hubungan baik lintas agama.

Sapi seberat hampir 400 kilogram sudah tiba lebih dulu pada hari sebelumnya. Masyarakat pun begitu antusias menunggu sapi kiriman dari donatur Dompet Dhuafa itu dipotong kemudian menikmati daging merahnya yang segar.

Baca juga: Tempuh Medan Terjal, Demi Proses Quality Control THK Dompet Dhuafa

Antusias warga Barusjahe mengelola sapi kurban dari donatur Dompet Dhuafa pada THK 2024.
Antusias warga Barusjahe mengelola sapi kurban dari donatur Dompet Dhuafa pada THK 2024.
Penerima manfaat THK 2024 di Desa Barusjahe, Kecamatan Karo, Sumatra Utara.
Penerima manfaat THK 2024 di Desa Barusjahe, Kecamatan Karo, Sumatra Utara.

Daging merah telah dipisahkan dari tulang. Saatnya mulai melakukan pengemasan berbentuk bingkisan di dalam daun pisang. Ini dilakukan sebagai komitmen Dompet Dhuafa dalam mengurangi sampah plastik. Selain menggunakan daun pisang karena begitu mudah didapatkan di kebun-kebun, ini juga sangat mudah terurai bahkan bisa jadi kompos yang menyatu dengan tanah.

Jauhnya jarak antar rumah warga menjadi kendala selanjutnya. Kebanyakan rumah-rumah target penerima manfaat THK di sini berada jauh dari jalanan. Sebagiannya bahkan di tengah-tengah perkebunan. Hingga orang mungkin kesulitan membedakan, apakah itu rumah atau hanya gubuk berukuran lebar.

Tim THK Dompet Dhuafa menghampiri rumah-rumah para penerima manfaat untuk menyerahkan daging kurban yang menjadi hak mereka.
Tim THK Dompet Dhuafa menghampiri rumah-rumah para penerima manfaat untuk menyerahkan daging kurban yang menjadi hak mereka.

Sebagian paket daging kurban diantarkan oleh Chiki Fawzi kepada Josa Efendi Tarigan (27). Pria kelahiran Langkat itu tinggal di rumah sederhana di antara kebun-kebun warga. Tak begitu besar, namun rumah berbilik anyaman bambu itu ditinggali oleh belasan jiwa dengan empat kepala keluarga.

“Kira-kira mau dimasak apa nanti pak?’ tanya Chiki kepada Josa.

“Rendang. Biar bisa awet juga untuk beberapa hari ke depan,” jawab pria yang telah terketuk hatinya untuk masuk Islam itu.

Baca juga: Kurban di Kaki Gunung Merbabu Jadi Simbol Kebersamaan Antar Umat Beragama

Sumringah wajah Josa saat mendapatkan daging kurban dari Dompet Dhuafa.
Sumringah wajah Josa saat mendapatkan daging kurban dari Dompet Dhuafa.

Obrolan hangat semakin terbangun, Josa mengaku dirinya dulu adalah seorang mualaf. Ia sempat merantau ke Negeri Bunga Sakura, di sana ia mulai tercerahkan dan mulai tertarik memeluk agama Islam. Sepulangnya ke kampung halaman, ia berpindah ke Barusjahe dan menikah. Beruntung setelahnya ia bertemu dengan Ustaz Pengky, lalu bersedia menjadi pengikut Nabi Muhammad. Dengan tekad yang sangat bulat, ia berserah diri dengan mengucap dua kalimat syahadat sebagai bukti ketaatannya kepada Allah dan Nabi Muhammad.

Kegiatan rutin Josa sehari-hari adalah berladang cabai, tomat, dan jagung. Terkadang ia juga menjadi buruh di ladang orang. Di sela-sela itu, ia selalu menyempatkan ikut pengajian bersama dengan Ustaz Pengky, yaitu wiridan setiap malam jumat, atau di hari-hari khusus lainnya. (Dompet Dhuafa)

Teks dan foto: Riza Muthohar
Penyunting: Dhika Prabowo